UNDP Indonesia Puji Kinerja Gubernur Jabar dalam Penanganan Covid-19
Senin, 27 April 2020 - 16:59 WIB
Terakhir, Kang Emil mengatakan bahwa pihaknya menerapkan kolaborasi dengan berbagai pihak dalam penanggulangan pandemi ini, salah satunya yakni hampir 50 persen alat Rapid Diagnostic Test (RDT) untuk tes masif yang dimiliki Jabar adalah donasi dari Yayasan Buddha Tzu Chi.
"Dengan berkolaborasi, kami juga menggerakkan Karang Taruna untuk membantu warga yang terinfeksi. Ibu-ibu PKK juga fokus membuat dapur umum karena kami ingin memastikan tidak ada yang kelaparan. Jadi kolaborasi juga menjadi kunci dalam penanganan (Covid-19)," ujarnya.
Sementara untuk melawan Covid-19, Kang Emil berujar, Pemda Provinsi Jabar memiliki tiga tahap. Pertama, yakni pencegahan. "Kami tidak memiliki banyak anggaran dan teknologi, dibanding Korea Selatan dengan penduduk yang sama, kurang lebih 50 juta jiwa. Jadi kreativitas dan inovasi menjadi kunci bagi kami," katanya.
"Ada juga social distancing dan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar). Saat ini, PSBB ada di Bodebek (Bogor-Depok-Bekasi) dan Bandung Raya, dengan 10 kota/kabupaten terlibat. Dari data, kami menemukan bahwa pandemi ini mayoritas terjadi di area metropolitan, bukan di daerah kecil. Jadi semakin padat penduduknya, semakin tinggi (kasus) Covid-19," kata Kang Emil.
Kedua, lanjutnya, adalah dengan tracking, tracing, dan testing, merujuk pola yang dilakukan pemerintah Korea Selatan dengan jumlah penduduk yang sama dengan Jabar, yakni sekitar 50 juta jiwa. "Dibanding provinsi lain, kami paling banyak melakukan tes. Saat ini hampir 110.000 (tes), mayoritas RDT, dengan beberapa di antaranya dengan PCR. Jadi semakin banyak tes, semakin banyak kami mendapat peta persebaran. Dari tes masif ini, kami pun menemukan lima klaster. Dua klaster dari Bogor, satu dari Karawang, satu dari Bandung, dan satu dari Sukabumi," paparnya.
Ketiga, ujar Kang Emil, adalah treatment. Dirinya mengatakan, Pemprov Jabar sudah memiliki skenario mulai dari bagaimana jika pasien positif Covid-19 mencapai 100 orang, atau 1.000 orang, bahkan skenario hingga 10.000 orang. "Saat ini masih dalam kontrol," ujarnya.
Terkait aplikasi PIKOBAR, yang disambut positif oleh UNDP Indonesia, Kang Emil menjelaskan bahwa aplikasi tersebut digunakan sebagai wadah bagi masyarakat dalam mengetahui progres Covid-19, melakukan donasi, mendaftar menjadi relawan, hingga aduan bagi warga yang merasa berhak namun belum mendapatkan bantuan sosial.
"Kami juga memohon bantuan (masukan) UNDP terkait pandangan Jabar dalam penanggulangan Covid-19 ini dan juga arahan dari UNDP terkait data dan perkembangan terbaru terkait Covid-19," ucap Kang Emil.
Dalam pertemuan online tersebut, Kang Emil pun mengizinkan UNDP Indonesia untuk mencatat data dari pertemuan tersebut jika dianggap berguna dalam keperluan mereka untuk memberikan arahan bagi daerah lain.
Sementara itu, Country Director of UNDP in Indonesia Christophe Bahuet mengatakan, Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu daerah yang paling terdampak Covid-19. Chris --sapaan Christophe-- berujar, pihaknya pun melihat banyak respons baik yang dilakukan Jabar di bawah kepemimpinan Kang Emil.
"Dengan berkolaborasi, kami juga menggerakkan Karang Taruna untuk membantu warga yang terinfeksi. Ibu-ibu PKK juga fokus membuat dapur umum karena kami ingin memastikan tidak ada yang kelaparan. Jadi kolaborasi juga menjadi kunci dalam penanganan (Covid-19)," ujarnya.
Sementara untuk melawan Covid-19, Kang Emil berujar, Pemda Provinsi Jabar memiliki tiga tahap. Pertama, yakni pencegahan. "Kami tidak memiliki banyak anggaran dan teknologi, dibanding Korea Selatan dengan penduduk yang sama, kurang lebih 50 juta jiwa. Jadi kreativitas dan inovasi menjadi kunci bagi kami," katanya.
"Ada juga social distancing dan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar). Saat ini, PSBB ada di Bodebek (Bogor-Depok-Bekasi) dan Bandung Raya, dengan 10 kota/kabupaten terlibat. Dari data, kami menemukan bahwa pandemi ini mayoritas terjadi di area metropolitan, bukan di daerah kecil. Jadi semakin padat penduduknya, semakin tinggi (kasus) Covid-19," kata Kang Emil.
Kedua, lanjutnya, adalah dengan tracking, tracing, dan testing, merujuk pola yang dilakukan pemerintah Korea Selatan dengan jumlah penduduk yang sama dengan Jabar, yakni sekitar 50 juta jiwa. "Dibanding provinsi lain, kami paling banyak melakukan tes. Saat ini hampir 110.000 (tes), mayoritas RDT, dengan beberapa di antaranya dengan PCR. Jadi semakin banyak tes, semakin banyak kami mendapat peta persebaran. Dari tes masif ini, kami pun menemukan lima klaster. Dua klaster dari Bogor, satu dari Karawang, satu dari Bandung, dan satu dari Sukabumi," paparnya.
Ketiga, ujar Kang Emil, adalah treatment. Dirinya mengatakan, Pemprov Jabar sudah memiliki skenario mulai dari bagaimana jika pasien positif Covid-19 mencapai 100 orang, atau 1.000 orang, bahkan skenario hingga 10.000 orang. "Saat ini masih dalam kontrol," ujarnya.
Terkait aplikasi PIKOBAR, yang disambut positif oleh UNDP Indonesia, Kang Emil menjelaskan bahwa aplikasi tersebut digunakan sebagai wadah bagi masyarakat dalam mengetahui progres Covid-19, melakukan donasi, mendaftar menjadi relawan, hingga aduan bagi warga yang merasa berhak namun belum mendapatkan bantuan sosial.
"Kami juga memohon bantuan (masukan) UNDP terkait pandangan Jabar dalam penanggulangan Covid-19 ini dan juga arahan dari UNDP terkait data dan perkembangan terbaru terkait Covid-19," ucap Kang Emil.
Dalam pertemuan online tersebut, Kang Emil pun mengizinkan UNDP Indonesia untuk mencatat data dari pertemuan tersebut jika dianggap berguna dalam keperluan mereka untuk memberikan arahan bagi daerah lain.
Sementara itu, Country Director of UNDP in Indonesia Christophe Bahuet mengatakan, Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu daerah yang paling terdampak Covid-19. Chris --sapaan Christophe-- berujar, pihaknya pun melihat banyak respons baik yang dilakukan Jabar di bawah kepemimpinan Kang Emil.
tulis komentar anda