Dilema Penghapusan Tenaga Honorer  

Senin, 12 September 2022 - 12:20 WIB
Tenaga honorer ini juga membuat dilema pemerintah karena, pertama; banyak tenaga honorer yang kompeten dalam bekerja namun tidak sedikit pula yang hanya titipan pejabat dan tidak memiliki keahlian. Bahkan, rekrutmen tenaga honorer ini seringkali dilakukan tanpa seleksi yang transparan dan terukur.

Kedua; ada fenomena di beberapa instansi pemerintah, tenaga honorer jauh lebih produktif dibanding PNS yang ada, hal ini disebabkan PNS terjebak pada zona nyaman. Bahkan PNS sering menyerahkan pekerjaannya kepada para tenaga honorer dengan dalih mendidik dan memberdayakan, padahal ini adalah sifat malas para PNS yang mengakibatkan rendahnya produktivitas PNS.

Ketiga; belum terpenuhinya SDM seperti tenaga kesehatan (dokter, bidan, perawat dll) dan tenaga kependidikan (guru, dosen dll) di Instansi Pemerintah, padahal kebutuhan terhadap pelayanan dalam bidang tersebut sangat urgent. Sehingga, apabila tenaga honorer tersebut diberhentikan dalam satu waktu maka akan mengganggu pelayanan publik.

Dengan kondisi demikian, maka kebijakan penghapusan tenaga honorer harus dilakukan dengan cermat dan tepat. Melalui Surat Edaran Menteri PANRB Nomor B/185/M.SM.02.03/2022 Tanggal 31 Mei 2022, PPK diminta untuk;Pertama,melakukan pemetaan pegawai non-ASN di lingkungan instansi masing-masing dan bagi yang memenuhi syarat dapat diikutsertakan/diberikan kesempatan mengikuti seleksi Calon PNS maupun PPPK.

Kedua,menghapus jenis kepegawaian selain PNS dan PPPK di lingkungan Instansi masing-masing dan tidak melakukan perekrutan pegawai non-ASN.Ketiga,dalam hal Instansi Pemerintah membutuhkan tenaga lain seperti Pengemudi, Tenaga Kebersihan dan Satuan Pengamanan dapat dilakukan melalui Tenaga Alih Daya (Outsourching) oleh pihak ketiga dan status Tenaga Alih Daya (Outsourching) tersebut bukan merupakan Tenaga Honorer pada Instansi yang bersangkutan.

Keempat, menyusun langkah strategis penyelesaian pegawai non-ASN yang tidak memenuhi syarat dan tidak lulus seleksi Calon PNS maupun Calon PPPK sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan sebelum batas waktu tanggal 28 November 2023.

Kelima,bagi Pejabat Pembina Kepegawaian yang tidak mengindahkan amanat sebagaimana tersebut di atas dan tetap mengangkat pegawai non-ASN akan diberikan sanksi berdasarkan ketentuan perundang-undangan dan dapat menjadi bagian dari objek temuan pemeriksaan bagi pengawas internal maupun eksternal Pemerintah.

Selain itu, melalui SE B/1511/M.SM.01.00/2022 tanggal 22 Juli 2022 dilakukan pendataan pegawai non-ASN yang dimaksudkan untuk melakukan pemetaan dan mengetahui jumlah pegawai non-ASN di lingkungan Instansi Pemerintah baik Instansi Pusat dan Pemerintah Daerah.

Kendati demikian, Asisten Deputi Perancangan Jabatan, Perencanaan, dan Pengadaaan Sumber Daya Manusia Aparatur, Aba Subagja menjelaskan bahwa pendataan ini bukan untuk mengangkat pegawai non-ASN menjadi pegawai ASN. Tetapi, untuk memetakan kebutuhan yang nantinya mementukan kebijakan dalam persoalan tenaga honorer.

Seharusnya, ketika Instansi Pemerintah memulai merekrut tenaga honorer maka, Instansi yang bersangkutan harus mengakhirinya.

Birokrasi Profesional

Tidak bisa dimungkiri kita semua memiliki semangat yang sama untuk menciptakan birokrasi yang profesional serta dapat menjawab tantangan zaman. Di lain pihak, tuntutan agar pemerintah selalu meningkatkan kualitas dan kecepatan pelayanannya tidak bisa dibendung lagi. Karena itu, SDM yang profesional dan melek teknologi sangat dibutuhkan di era saat ini.

Dengan begitu, pemerintah benar–benar harus memperhatikan klasifikasi para tenaga honorer, tidak semuanya harus dihapus. Karena ada beberapa tenaga honorer yang selama ini bekerja secara profesional memiliki kompetensi/keahlian spesifik seperti dokter, bidan, perawat, guru, dosen dapat untuk diberdayakan menjadi PNS atau PPPK.

Langkah ini menurut penulis adalahwin-win solutionbagi semua pihak, di satu sisi menyelamatkan keuangan negara dari belanja pegawai, di sisi lain masih mengakomodasi tenaga honorer profesional sesuai standar dan kebutuhan.

Jika pola ini dilakukan, iklim kompetitif akan menaungi birokrasi pemerintah. Setiap orang akan terus memacu kapasitas dirinya agar tidak ketinggalan oleh orang lain di profesinya yang sama (Kurniawan, 2022). Implikasinya, wajah birokrasi akan berubah secara siginifikan, pelayanan publik meningkat, KKN lenyap, birokrasi pemerintah berjalan efektif dan efisien sehingga dapat mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. Semoga.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More