HUT 74 Bhayangkara, Susaningtyas: Polri Harus Inovatif Hadapi Tantangan yang Makin Kompleks
Rabu, 01 Juli 2020 - 07:43 WIB
JAKARTA - Hari ini, Rabu 1 Juli 2020 Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) ke 74. Saat ini, tantangan yang dihadapi Korps Bhayangkara semakin kompleks.
Pengamat Militer dan Intelijen Susaningtyas Kertopati mengucapkan Dirgahayu Polri ke 74. Menurut Nuning, panggilan akrab Susaningtyas Kertopati, pada masa Pandemi Covid 19 ini tugas Polri semakin kompleks dan banyak variannya. Kini, Polri bukan lagi hanya menangani kriminalitas, kejahatan jalanan, kejahatan kerah putih, radikalisme dan masalah narkoba, tetapi juga sebagai anggota Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19.
Amanat tersebut membuat Polri memiliki sejumlah tugas tambahan. Di antaranya, sebagai langkah preemtif dimana polisi bertugas memetakan wilayah yang rawan penyebaran virus Corona. Polisi juga harus masif memberikan imbauan kepada masyarakat untuk mematuhi protokol kesehatan. (Baca juga:Berbagai Ucapan HUT Bhayangkara, dari Menkopolhukam, Kepala BNN hingga Ketua MPR)
Selain itu, langkah preventif, polisi harus melakukan patroli di wilayah yang rawan penyebaran virus Covid 19, turut melakukan pengawasan juga membantu pemerintah daerah (Pemda) seperti menyemprot tempat publik dengan cairan disinfektan, ikut serta mengukur suhu tubuh bersama dengan institusi terkait lainnya, mengatur lalu lintas dan terapkan larangan mudik sebagaimana telah disampaikan Presiden Jokowi yang meminta Polri dan TNI untuk memastikan kebijakan larangan mudik berjalan efektif.
”Tentu saja semua itu butuh kepiawaian improvisasi Satker di lapangan. Dibutuhkan kemampuan anggota Polri untuk turut mengatasi masalah yang timbul dari ketidakpatuhan masyarakat, pemahaman komunikasi antar budaya masyarakat penting sekali agar tidak timbul kegaduhan,” ujarnya, Rabu (1/7/2020). (Baca juga: HUT Bhayangkara ke-74, Polri Bagikan 3.200 Paket Sembako untuk ODGJ)
Tentu saja dalam melaksanakan tugasnya, kata Nuning, Polri harus melakukan koordinasi dengan BIN dan TNI. Utamanya BIK Polri dalam menerapkan kebijakan intelijennya serta merta harus berkoordinasi dengan BIN, apalagi dalam situasi Covid 19 kini kinerja BIN banyak melakukan hal yang bermanfaat dalam menangani Covid 19. ”Polri saat ini harus inovatif dengan mengembangkan SDM anggotanya agar memiliki pengetahuan luas baik secara akademik maupun praktik lapangan. Polisi dituntut harus sigap dan tanggap hadapi perkembangan ancaman baru,” ucapnya.
Wanita yang pernah menjabat sebagai anggota Komisi I DPR ini menyebut, ancaman terorisme memiliki perkembangan metode dalam menggerakan aksinya. Begitu juga dengan narkotika yang semakin banyak varian dan cara penyebarannya. Belum lagi pihak yang memiliki keahlian baru yaitu narko terorisme, khususnya para napi atau ex napi. ”Polri juga hadapi ancaman kekinian yaitu kejahatan Nubika (Nuklir, Biologi, Kimia). Setiap anggota Polri wajib memahami Criminal Justice System dengan berbagai perkembangannya,” katanya.
Selain itu, seiring dengan perkembangan internet of things (IoT), Polri juga harus memperkuat pertahanan siber (cyber defence). Saat ini, peretasan ke infrastruktur kritis, pencurian data strategis, spionase, propaganda di media sosial, terorisme dan berbagai ancaman siber lainnya sudah berlangsung di berbagai belahan dunia. Oleh karena itu, banyak negara tengah merumuskan strategi untuk menghadapi ancaman siber.
Kedua macam teknologi tersebut, kata Nuning, mendorong terjadinya Revolutionary in Military Affairs (RMA) gelombang kedua dengan fokus menghadapi ancaman Hybrid Warfare. Karakteristik dan ciri utama dari ancaman ini adalah kombinasi strategi perang konvensional dan non-konvensional, termasuk serangan siber, tekanan ekonomi, tekanan diplomatik, penggunaan proksi non state actor, propaganda di media sosial hingga pemberontakan yang menyebabkan adanya kudeta terhadap suatu pemerintahan yang berdaulat.
Maraknya perang kognitif dan perang persepsi yang kerap gunakan narasi Post Truth juga membutuhkan penanganan dengan metode yang tepat, agar tak menyebabkan disintegrasi bangsa. ”Indonesia saat ini kerapkali hadapi konflik ideologi yang berwujud anti dan pro Pancasila. Di sini Polri dituntut tegas terhadap segala hal yang yang mengganggu keutuhan NKRI serta segala hal yang berafiliasi dengan radikalisme,” ucapnya.
Terakhir yang tidak kalah pentingnya, kata Nuning, anggota Polri pun harus meningkatkan kemampuan Bela Diri karena semakin banyaknya anggota Polri diserang orang yang tidak bertanggung jawab.
Pengamat Militer dan Intelijen Susaningtyas Kertopati mengucapkan Dirgahayu Polri ke 74. Menurut Nuning, panggilan akrab Susaningtyas Kertopati, pada masa Pandemi Covid 19 ini tugas Polri semakin kompleks dan banyak variannya. Kini, Polri bukan lagi hanya menangani kriminalitas, kejahatan jalanan, kejahatan kerah putih, radikalisme dan masalah narkoba, tetapi juga sebagai anggota Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19.
Amanat tersebut membuat Polri memiliki sejumlah tugas tambahan. Di antaranya, sebagai langkah preemtif dimana polisi bertugas memetakan wilayah yang rawan penyebaran virus Corona. Polisi juga harus masif memberikan imbauan kepada masyarakat untuk mematuhi protokol kesehatan. (Baca juga:Berbagai Ucapan HUT Bhayangkara, dari Menkopolhukam, Kepala BNN hingga Ketua MPR)
Selain itu, langkah preventif, polisi harus melakukan patroli di wilayah yang rawan penyebaran virus Covid 19, turut melakukan pengawasan juga membantu pemerintah daerah (Pemda) seperti menyemprot tempat publik dengan cairan disinfektan, ikut serta mengukur suhu tubuh bersama dengan institusi terkait lainnya, mengatur lalu lintas dan terapkan larangan mudik sebagaimana telah disampaikan Presiden Jokowi yang meminta Polri dan TNI untuk memastikan kebijakan larangan mudik berjalan efektif.
”Tentu saja semua itu butuh kepiawaian improvisasi Satker di lapangan. Dibutuhkan kemampuan anggota Polri untuk turut mengatasi masalah yang timbul dari ketidakpatuhan masyarakat, pemahaman komunikasi antar budaya masyarakat penting sekali agar tidak timbul kegaduhan,” ujarnya, Rabu (1/7/2020). (Baca juga: HUT Bhayangkara ke-74, Polri Bagikan 3.200 Paket Sembako untuk ODGJ)
Tentu saja dalam melaksanakan tugasnya, kata Nuning, Polri harus melakukan koordinasi dengan BIN dan TNI. Utamanya BIK Polri dalam menerapkan kebijakan intelijennya serta merta harus berkoordinasi dengan BIN, apalagi dalam situasi Covid 19 kini kinerja BIN banyak melakukan hal yang bermanfaat dalam menangani Covid 19. ”Polri saat ini harus inovatif dengan mengembangkan SDM anggotanya agar memiliki pengetahuan luas baik secara akademik maupun praktik lapangan. Polisi dituntut harus sigap dan tanggap hadapi perkembangan ancaman baru,” ucapnya.
Wanita yang pernah menjabat sebagai anggota Komisi I DPR ini menyebut, ancaman terorisme memiliki perkembangan metode dalam menggerakan aksinya. Begitu juga dengan narkotika yang semakin banyak varian dan cara penyebarannya. Belum lagi pihak yang memiliki keahlian baru yaitu narko terorisme, khususnya para napi atau ex napi. ”Polri juga hadapi ancaman kekinian yaitu kejahatan Nubika (Nuklir, Biologi, Kimia). Setiap anggota Polri wajib memahami Criminal Justice System dengan berbagai perkembangannya,” katanya.
Selain itu, seiring dengan perkembangan internet of things (IoT), Polri juga harus memperkuat pertahanan siber (cyber defence). Saat ini, peretasan ke infrastruktur kritis, pencurian data strategis, spionase, propaganda di media sosial, terorisme dan berbagai ancaman siber lainnya sudah berlangsung di berbagai belahan dunia. Oleh karena itu, banyak negara tengah merumuskan strategi untuk menghadapi ancaman siber.
Kedua macam teknologi tersebut, kata Nuning, mendorong terjadinya Revolutionary in Military Affairs (RMA) gelombang kedua dengan fokus menghadapi ancaman Hybrid Warfare. Karakteristik dan ciri utama dari ancaman ini adalah kombinasi strategi perang konvensional dan non-konvensional, termasuk serangan siber, tekanan ekonomi, tekanan diplomatik, penggunaan proksi non state actor, propaganda di media sosial hingga pemberontakan yang menyebabkan adanya kudeta terhadap suatu pemerintahan yang berdaulat.
Maraknya perang kognitif dan perang persepsi yang kerap gunakan narasi Post Truth juga membutuhkan penanganan dengan metode yang tepat, agar tak menyebabkan disintegrasi bangsa. ”Indonesia saat ini kerapkali hadapi konflik ideologi yang berwujud anti dan pro Pancasila. Di sini Polri dituntut tegas terhadap segala hal yang yang mengganggu keutuhan NKRI serta segala hal yang berafiliasi dengan radikalisme,” ucapnya.
Terakhir yang tidak kalah pentingnya, kata Nuning, anggota Polri pun harus meningkatkan kemampuan Bela Diri karena semakin banyaknya anggota Polri diserang orang yang tidak bertanggung jawab.
(cip)
tulis komentar anda