ASN Tak Kompeten Jadikan Pilkada untuk Kembangkan Karir
Selasa, 30 Juni 2020 - 16:52 WIB
JAKARTA - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron mengatakan karir aparatur sipil negara (ASN) di daerah seringkali bergantung pada dinamika politik lokal. Hal inilah yang membuat hidup ASN tak tenang saat pilkada.
“Ketika kami diskusi dengan PNS di daerah, mereka katakan usia ketenangan kami sebagai seorang ASN hanya tiga tahunan. Dua tahun setelahnya sudah diintervensi atau ditarik-tarik ke momentum pilkada ,” katanya alam kampanye virtual Gerakan Nasional Netralitas ASN, Selasa (30/6/2020).
(Baca: 283 ASN Langgar Netralitas, Sebagian Besar Pejabat Pimpinan Tinggi)
Dia mengatakan bahwa bagaimanapun sikap ASN saat pilkada akan menjadi serba salah dan penuh risiko. Bahkan ASN yang netral dan diam pun tak bisa lolos dari risiko politisasi birokrasi.
Jika ASN mengambil langkah netral maka akan dianggap tidak mendukung petahana. Sementara jika mendukung ada risiko kalah dan karirnya tak terjamin saat kepala daerah yang baru sudah menjabat.
“Bahwa memilih yang menang bukan berarti ketenangan. Apalagi yang kalah. Netral saja dianggap tidak berkontribusi, tidak berkeringat kepada pemenangnya. Sehingga situasinya menjadi rumit kalau sudah ditentukan menang kalahnya. Ini fakta kondisi ASN berhadapan dengan pilkada,” jelasnya.
(Baca: Langgar Netralitas ASN, Dua Calon Wali Kota Tangsel Dilaporkan ke KASN)
Kondisi ini seringkali menjadi momentum ASN tak kompeten untuk mengembangkan karirnya. Pasalnya ASN yang tak kompeten akan lebih suka bermain-main dibandingkan harus bersikap profesional.
“ASN yang profesional malah kehilangan pegangan. Sementara yang tidak kompeten senang karena ini bisa untuk mengembangkan karirnya. Kalau kondisi tarik menarik politik di lokal malah menyuburkan ASN tak profesional yang mengembangkan karirnya dengan tanpa peduli asas profesional, kompetensi dan kedisiplinan,” katanya.
“Ketika kami diskusi dengan PNS di daerah, mereka katakan usia ketenangan kami sebagai seorang ASN hanya tiga tahunan. Dua tahun setelahnya sudah diintervensi atau ditarik-tarik ke momentum pilkada ,” katanya alam kampanye virtual Gerakan Nasional Netralitas ASN, Selasa (30/6/2020).
(Baca: 283 ASN Langgar Netralitas, Sebagian Besar Pejabat Pimpinan Tinggi)
Dia mengatakan bahwa bagaimanapun sikap ASN saat pilkada akan menjadi serba salah dan penuh risiko. Bahkan ASN yang netral dan diam pun tak bisa lolos dari risiko politisasi birokrasi.
Jika ASN mengambil langkah netral maka akan dianggap tidak mendukung petahana. Sementara jika mendukung ada risiko kalah dan karirnya tak terjamin saat kepala daerah yang baru sudah menjabat.
“Bahwa memilih yang menang bukan berarti ketenangan. Apalagi yang kalah. Netral saja dianggap tidak berkontribusi, tidak berkeringat kepada pemenangnya. Sehingga situasinya menjadi rumit kalau sudah ditentukan menang kalahnya. Ini fakta kondisi ASN berhadapan dengan pilkada,” jelasnya.
(Baca: Langgar Netralitas ASN, Dua Calon Wali Kota Tangsel Dilaporkan ke KASN)
Kondisi ini seringkali menjadi momentum ASN tak kompeten untuk mengembangkan karirnya. Pasalnya ASN yang tak kompeten akan lebih suka bermain-main dibandingkan harus bersikap profesional.
“ASN yang profesional malah kehilangan pegangan. Sementara yang tidak kompeten senang karena ini bisa untuk mengembangkan karirnya. Kalau kondisi tarik menarik politik di lokal malah menyuburkan ASN tak profesional yang mengembangkan karirnya dengan tanpa peduli asas profesional, kompetensi dan kedisiplinan,” katanya.
(muh)
tulis komentar anda