Pemerintah Genjot Produksi Pangan Lokal Pengganti Komoditas Impor
Sabtu, 13 Agustus 2022 - 02:14 WIB
Pemerintah menggenjot produksi beberapa pangan lokal sebagai upaya melepas ketergantungan impor. Apalagi imbas perang antara Rusia dengan Ukraina, sejumlah komoditas pangan impor seperti gandum sempat terkendala.
Direktur Serealia, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Kementerian Pertanian (Kementan) M Ismail Wahab mengatakan, Indonesia tidak lagi mengimpor beras medium sejak 2019 karena produksi padi yang masih tinggi, sehingga mampu mengimbangi kebutuhan dalam negeri. Namun untuk jagung, kedelai, dan gandum masih bergantung dari impor.
Maka itu, kata dia, Kementan menyiapkan strategi berupa peningkatan produktivitas dan diversifikasi pangan lokal di tengah-tengah potensi munculnya krisis pangan dunia. "Tidak cukup kita meningkatkan produksi pangan kita, kalau tanpa ada diversifikasi," kata Ismail pada Jumat (12/8/2022).
Untuk jagung, Indonesia masih mengandalkan impor guna memenuhi kebutuhan jagung pangan. Sedangkan jagung pakan tercatat tidak ada lagi impor dalam tiga tahun terakhir.
"Kita masih mengimpor jagung untuk pangan. Ini yang cukup besar. Tahun ini kita mencoba bagaimana jagung pakan ini bisa mensubstitusi jagung untuk pangan," ujarnya.
Dia menuturkan, mulai tahun ini pemerintah berupaya mendongkrak produksi jagung rendah aflatoksin untuk menggantikan jagung pangan impor. "Ini akan kita lakukan sehingga impornya bisa dikurangi dengan adanya produksi dalam negeri," tuturnya.
Adapun strategi yang disiapkan Kementan untuk meningkatkan produksi jagung rendah aflatoksin, yakni menerapkan kewajiban serap jagung lokal, melakukan duplikasi produk jagung rendah aflatoksin di daerah sentra jagung, dan penggunaan benih jagung yang memiliki kandungan pati tinggi.
Uji coba produksi akan dilakukan di Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat. Bedasarkan data yang dipaparkan Ismail, impor jagung di 2021 mencapai 987.005 ton atau senilai Rp1,2 triliun. Di sisi lain, ia mengakui bahwa stok jagung dalam negeri masih relatif baik.
Bahkan ada pengajuan dari beberapa pengusaha dan pengepul jagung untuk mengekspor jagung sebanyak 5.000 ton. Tapi permintaan itu belum diberi lampu hijau oleh pemerintah karena khawatir stok di dalam negeri tidak cukup.
Direktur Serealia, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Kementerian Pertanian (Kementan) M Ismail Wahab mengatakan, Indonesia tidak lagi mengimpor beras medium sejak 2019 karena produksi padi yang masih tinggi, sehingga mampu mengimbangi kebutuhan dalam negeri. Namun untuk jagung, kedelai, dan gandum masih bergantung dari impor.
Maka itu, kata dia, Kementan menyiapkan strategi berupa peningkatan produktivitas dan diversifikasi pangan lokal di tengah-tengah potensi munculnya krisis pangan dunia. "Tidak cukup kita meningkatkan produksi pangan kita, kalau tanpa ada diversifikasi," kata Ismail pada Jumat (12/8/2022).
Untuk jagung, Indonesia masih mengandalkan impor guna memenuhi kebutuhan jagung pangan. Sedangkan jagung pakan tercatat tidak ada lagi impor dalam tiga tahun terakhir.
"Kita masih mengimpor jagung untuk pangan. Ini yang cukup besar. Tahun ini kita mencoba bagaimana jagung pakan ini bisa mensubstitusi jagung untuk pangan," ujarnya.
Dia menuturkan, mulai tahun ini pemerintah berupaya mendongkrak produksi jagung rendah aflatoksin untuk menggantikan jagung pangan impor. "Ini akan kita lakukan sehingga impornya bisa dikurangi dengan adanya produksi dalam negeri," tuturnya.
Adapun strategi yang disiapkan Kementan untuk meningkatkan produksi jagung rendah aflatoksin, yakni menerapkan kewajiban serap jagung lokal, melakukan duplikasi produk jagung rendah aflatoksin di daerah sentra jagung, dan penggunaan benih jagung yang memiliki kandungan pati tinggi.
Uji coba produksi akan dilakukan di Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat. Bedasarkan data yang dipaparkan Ismail, impor jagung di 2021 mencapai 987.005 ton atau senilai Rp1,2 triliun. Di sisi lain, ia mengakui bahwa stok jagung dalam negeri masih relatif baik.
Bahkan ada pengajuan dari beberapa pengusaha dan pengepul jagung untuk mengekspor jagung sebanyak 5.000 ton. Tapi permintaan itu belum diberi lampu hijau oleh pemerintah karena khawatir stok di dalam negeri tidak cukup.
tulis komentar anda