Sejarah Pemberontakan GAM dan Dugaan Keterlibatan Libya
Rabu, 10 Agustus 2022 - 15:45 WIB
Sebelumnya, ada dugaan yang mengarah keterlibatan Libya dalam gerakan separatis tersebut. Presiden Libya kala itu Moammar Khadafi diduga membuka pelatihan militer khusus.
Pemimpin GAM yang tertarik akhirnya menghubungi Libya. Setelah mendapat persetujuan, barulah Hasan Tiro melakukan rekrutmen terhadap pemuda Aceh untuk menjalani pelatihan militer di Libya.
Perlahan, pemberontakan GAM mulai mereda. Namun, di tengah krisis yang dialami Indonesia sekitar tahun 1997, mereka kembali melakukan konfrontasi bersenjata. Sejak saat itu, berbagai upaya pendekatan diambil pemerintahan pasca lengsernya Soeharto.
Dari masa BJ Habibie, Gus Dur, hingga Megawati. Hanya saja, semua pendekatan tersebut tidak membuahkan hasil yang manis. Sebagai contoh, pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid diadakan dialog bertajuk Jeda Kemanusiaan I dan II. Sayangnya, sampai pada pemerintahan Megawati, masalah ini belum tuntas.
Baca juga : Kombatan GAM yang Pernah Dididik di Libya Gelar Silaturahmi, Polisi Siaga Satu
Pada tahun 2003, Megawati Soekarnoputri menetapkan status Darurat Militer di Aceh. Meski skalanya semakin mengecil, namun tetap saja api pemberontakan GAM belum sepenuhnya padam.
Saat Presiden SBY terpilih, dia melakukan pembicaraan formal dengan internal GAM. Dengan bantuan lembaga internasional yang dipimpin mantan Presiden Finlandia Martti Ahtisaari, akhirnya dicapai kesepakatan dalam sebuah MoU pada 15 Agustus 2005.
Nota kesepahaman tersebut dikenal sebagai MoU Helsinki. Beberapa keputusan yang disepakati diantaranya adalah penyelenggaraan pemerintahan Aceh, hak-hak ekonomi bagi Aceh, penyelesaian pelanggaran HAM, hingga pemberian amnesti kepada mantan anggota GAM.
Pemimpin GAM yang tertarik akhirnya menghubungi Libya. Setelah mendapat persetujuan, barulah Hasan Tiro melakukan rekrutmen terhadap pemuda Aceh untuk menjalani pelatihan militer di Libya.
Perlahan, pemberontakan GAM mulai mereda. Namun, di tengah krisis yang dialami Indonesia sekitar tahun 1997, mereka kembali melakukan konfrontasi bersenjata. Sejak saat itu, berbagai upaya pendekatan diambil pemerintahan pasca lengsernya Soeharto.
Dari masa BJ Habibie, Gus Dur, hingga Megawati. Hanya saja, semua pendekatan tersebut tidak membuahkan hasil yang manis. Sebagai contoh, pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid diadakan dialog bertajuk Jeda Kemanusiaan I dan II. Sayangnya, sampai pada pemerintahan Megawati, masalah ini belum tuntas.
Baca juga : Kombatan GAM yang Pernah Dididik di Libya Gelar Silaturahmi, Polisi Siaga Satu
Pada tahun 2003, Megawati Soekarnoputri menetapkan status Darurat Militer di Aceh. Meski skalanya semakin mengecil, namun tetap saja api pemberontakan GAM belum sepenuhnya padam.
Saat Presiden SBY terpilih, dia melakukan pembicaraan formal dengan internal GAM. Dengan bantuan lembaga internasional yang dipimpin mantan Presiden Finlandia Martti Ahtisaari, akhirnya dicapai kesepakatan dalam sebuah MoU pada 15 Agustus 2005.
Nota kesepahaman tersebut dikenal sebagai MoU Helsinki. Beberapa keputusan yang disepakati diantaranya adalah penyelenggaraan pemerintahan Aceh, hak-hak ekonomi bagi Aceh, penyelesaian pelanggaran HAM, hingga pemberian amnesti kepada mantan anggota GAM.
(bim)
tulis komentar anda