Soal Isu Reshuffle, SAS Soroti Kinerja Kementerian Koperasi dan UMKM
Senin, 29 Juni 2020 - 14:42 WIB
JAKARTA - Pidato Presiden Joko Widodo (Jokowi), pada Minggu 28 Juni 2020 di Istana Negara meninggalkan banyak tanda tanya. Publik menangkap ada sinyalemen kuat bahwa Presiden Jokowi akan melakukan perombakan kabinet.
Dalam penekanannya, Presiden Jokowi menilai masih banyak pejabat kementerian yang belum bisa merasakan suasana krisis, “sense of crisis”. Secara lugas, Presiden menegaskan akan mempertaruhkan “reputasi politiknya” demi melindungi 267 juta jiwa rakyat Indonesia.
Bahkan secara terang-terangan Presiden Jokowi menyebut kelambatan proses kerja Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Selain Kemenkes, kementerian yang bertanggung jawab dalam bidang penanggulangan ekonomi. Presiden Jokowi menilai bentuk stimulus dan proteksi terhadap masyarakat begitu lambat. Presiden menilai, masih ada Menteri yang gaya memimpinnya beranggapan pada situasi normal. Hal inilah yang membuat Presiden Jokowi cukup marah atas kelambatan kerja beberapa kementerian. (Baca juga: Jokowi Diuji Ganti Menteri dari Parpol)
Terkait hal itu, Deputi Kajian Said Aqil Siroj Institute, Abi Rekso lugas mengatakan Kementerian Koperasi dan UMKM adalah salah satu yang masuk catatan buruk. Dirinya mencatat ada banyak kelemahan Menteri Teten Masduki selama memimpin Kementerian Koperasi dan UMKM. Banyak hal yang lambat dalam mengambil keputusan di tengah situasi krisis. Sehingga program-program kementerian macet, karena lemahnya kepemimpinan lembaga Menteri Teten.
Pertama, hampir satu tahun memimpin, Menteri Teten dirasa belum melakukan dobrakan secara struktural maupun fungsional di jajaran birokrasinya. Lebih-lebih dalam situasi krisis begini, Menteri Teten tidak mengeluarkan sebuah peraturan menteri (Permen) ataupun keputusan menteri (kepmen) untuk membantu mempercepat proses kerja kementerian menghadapi pandemik. Padahal, itu secara penuh ada di bawah langsung kewenangannya.
“Jika mengutip dari pernyataan Presiden Jokowi kan jelas. Bahwa dirinya (Presiden) akan membuatkan Perpres, Perpu sebagai diskresi seorang Presiden untuk mempercepat proses kerja kementerian. Lah, ini kok bertolak belakang dengan Kemenkop dan UMKM. Malah belum pernah membuat sebuah diskresi terkait menghadapi situasi pandemic,” katanya. (Baca juga: Menteri Non Parpol Dinilai Lebih Berpotensi Kena Reshuffle)
Kedua, terkait soal serapan dana Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang dianggarkan sebesar Rp129 triliun. Jika memang belum bisa melakukan distribusi secara masif, setidaknya upaya kongkret harus ditunjukan kepada kalangan UMKM. Abi Rekso menjelaskan, data Badan Pusat Statistik (BPS) persentase pengangguran terbuka bulan ini mencapai 5% dari total angkatan kerja. Jumlahnya mencapai 6,9 juta jiwa, rata-rata mereka lulusan SMA dan Universitas.
Jika diambil Rp29 triliun dari platform KUR yang ada, bisa menjadi modal usaha dari 2% (2,7 juta jiwa) pengangguran terbuka itu. Jika dibagi rata saja, Rp29 triliun untuk 2,7 juta jiwa. Maka masing-masing akan menerima pinjaman senilai Rp10.700.000, dana ini bisa dikelola sebagai modal usaha komoditas pangan yang langsung berada di bawah pengawasan Kemkop dan UMKM. (Baca juga: Reshuffle Kabinet Mencuat, IPW Sarankan Jokowi Ganti 11 Menteri Ini)
“Kementerian tersebut juga lambat melakukan antisipasi dari lumpuhnya 50% sektor UMKM. Kalau kita dengar pernyataan beliau terkait hal ini, penjelasannya lebih seperti curhat dari pada menyelesaikan masalah. Menteri Teten menjanjikan, UMKM bisa menerima KUR sebesar 500 juta/UMKM dengan bunga tahunan 6%. Tetapi di waktu yang sama, dirinya mengeluhkan mekanisme pencairan dana yang harus menggunakan surat agunan. Lho, ya harusnya masalah-masalah teknis begitu segera diambil jalan keluar dengan permen, kepmen atau apapun diskresi seorang menteri. Bukan hanya menganalisis dan mengungkapkan masalah”, sanggah Abi Rekso.
Ketiga, adalah persoalan digitalisasi UMKM. Semangat untuk melakukan digitalisasi adalah baik, karena semua bisa berjalan dengan efektif dan transparan. Namun jika menunggu 100% UMKM di Indonesia terdigitalisasi, baru bantuan itu dilakukan, cara itu juga tidak tepat. Karena digitalisasi bukan hanya bergantung pada alat (device), namun juga daya kemampuan SDM (human resource). (Baca juga: Jokowi Ancam Reshuffle Kabinet, PAN: Tak Ada Yang Bisa Menghalangi)
”Dalam situasi krisis kita tidak bisa bergantung pada hal yang ideal. Harus ada terobosan yang berani. Saya mengutip pernyataan Pak Teten, bahwa baru 13% atau 64 juta entitas UMKM yang terdigitalisasi. Artinya masih ada 87% yang konvensional. Dalam pandemik seperti ini kan gak mungkin nunggu sampai 100%. Harusnya Menteri Teten bisa mencontoh Presiden Jokowi. Meskipun ada pelatihan digital melalui Program Prakerja. Namun juga ada Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan Bantuan Presiden (Banpres) yang langsung turun kebawah tetap dilakukan. Jadi tidak menunggu semua harus melek digital. Justru rakyat paling rentan, mereka yang jauh dari fasilitas digital. Harusnya Pak Menteri berfikir kearah sana,” tegas Deputi Kajian SAS Institute.
Abi Rekso menambahkan SAS Institute concern pada isu-isu koperasi dan usaha kecil mikro. Dia juga menyarankan kepada Kementerian Koperasi dan UMKM, untuk melibatkan ormas-ormas keagamaan seperti Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, PGI, Keuskupan Katolik, dan lain-lain. Karena organisasi keagamaan memiliki hubungan emosional yang baik kepada umat dan program KUR bisa tepat sasaran.
Dalam penekanannya, Presiden Jokowi menilai masih banyak pejabat kementerian yang belum bisa merasakan suasana krisis, “sense of crisis”. Secara lugas, Presiden menegaskan akan mempertaruhkan “reputasi politiknya” demi melindungi 267 juta jiwa rakyat Indonesia.
Bahkan secara terang-terangan Presiden Jokowi menyebut kelambatan proses kerja Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Selain Kemenkes, kementerian yang bertanggung jawab dalam bidang penanggulangan ekonomi. Presiden Jokowi menilai bentuk stimulus dan proteksi terhadap masyarakat begitu lambat. Presiden menilai, masih ada Menteri yang gaya memimpinnya beranggapan pada situasi normal. Hal inilah yang membuat Presiden Jokowi cukup marah atas kelambatan kerja beberapa kementerian. (Baca juga: Jokowi Diuji Ganti Menteri dari Parpol)
Terkait hal itu, Deputi Kajian Said Aqil Siroj Institute, Abi Rekso lugas mengatakan Kementerian Koperasi dan UMKM adalah salah satu yang masuk catatan buruk. Dirinya mencatat ada banyak kelemahan Menteri Teten Masduki selama memimpin Kementerian Koperasi dan UMKM. Banyak hal yang lambat dalam mengambil keputusan di tengah situasi krisis. Sehingga program-program kementerian macet, karena lemahnya kepemimpinan lembaga Menteri Teten.
Pertama, hampir satu tahun memimpin, Menteri Teten dirasa belum melakukan dobrakan secara struktural maupun fungsional di jajaran birokrasinya. Lebih-lebih dalam situasi krisis begini, Menteri Teten tidak mengeluarkan sebuah peraturan menteri (Permen) ataupun keputusan menteri (kepmen) untuk membantu mempercepat proses kerja kementerian menghadapi pandemik. Padahal, itu secara penuh ada di bawah langsung kewenangannya.
“Jika mengutip dari pernyataan Presiden Jokowi kan jelas. Bahwa dirinya (Presiden) akan membuatkan Perpres, Perpu sebagai diskresi seorang Presiden untuk mempercepat proses kerja kementerian. Lah, ini kok bertolak belakang dengan Kemenkop dan UMKM. Malah belum pernah membuat sebuah diskresi terkait menghadapi situasi pandemic,” katanya. (Baca juga: Menteri Non Parpol Dinilai Lebih Berpotensi Kena Reshuffle)
Kedua, terkait soal serapan dana Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang dianggarkan sebesar Rp129 triliun. Jika memang belum bisa melakukan distribusi secara masif, setidaknya upaya kongkret harus ditunjukan kepada kalangan UMKM. Abi Rekso menjelaskan, data Badan Pusat Statistik (BPS) persentase pengangguran terbuka bulan ini mencapai 5% dari total angkatan kerja. Jumlahnya mencapai 6,9 juta jiwa, rata-rata mereka lulusan SMA dan Universitas.
Jika diambil Rp29 triliun dari platform KUR yang ada, bisa menjadi modal usaha dari 2% (2,7 juta jiwa) pengangguran terbuka itu. Jika dibagi rata saja, Rp29 triliun untuk 2,7 juta jiwa. Maka masing-masing akan menerima pinjaman senilai Rp10.700.000, dana ini bisa dikelola sebagai modal usaha komoditas pangan yang langsung berada di bawah pengawasan Kemkop dan UMKM. (Baca juga: Reshuffle Kabinet Mencuat, IPW Sarankan Jokowi Ganti 11 Menteri Ini)
“Kementerian tersebut juga lambat melakukan antisipasi dari lumpuhnya 50% sektor UMKM. Kalau kita dengar pernyataan beliau terkait hal ini, penjelasannya lebih seperti curhat dari pada menyelesaikan masalah. Menteri Teten menjanjikan, UMKM bisa menerima KUR sebesar 500 juta/UMKM dengan bunga tahunan 6%. Tetapi di waktu yang sama, dirinya mengeluhkan mekanisme pencairan dana yang harus menggunakan surat agunan. Lho, ya harusnya masalah-masalah teknis begitu segera diambil jalan keluar dengan permen, kepmen atau apapun diskresi seorang menteri. Bukan hanya menganalisis dan mengungkapkan masalah”, sanggah Abi Rekso.
Ketiga, adalah persoalan digitalisasi UMKM. Semangat untuk melakukan digitalisasi adalah baik, karena semua bisa berjalan dengan efektif dan transparan. Namun jika menunggu 100% UMKM di Indonesia terdigitalisasi, baru bantuan itu dilakukan, cara itu juga tidak tepat. Karena digitalisasi bukan hanya bergantung pada alat (device), namun juga daya kemampuan SDM (human resource). (Baca juga: Jokowi Ancam Reshuffle Kabinet, PAN: Tak Ada Yang Bisa Menghalangi)
”Dalam situasi krisis kita tidak bisa bergantung pada hal yang ideal. Harus ada terobosan yang berani. Saya mengutip pernyataan Pak Teten, bahwa baru 13% atau 64 juta entitas UMKM yang terdigitalisasi. Artinya masih ada 87% yang konvensional. Dalam pandemik seperti ini kan gak mungkin nunggu sampai 100%. Harusnya Menteri Teten bisa mencontoh Presiden Jokowi. Meskipun ada pelatihan digital melalui Program Prakerja. Namun juga ada Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan Bantuan Presiden (Banpres) yang langsung turun kebawah tetap dilakukan. Jadi tidak menunggu semua harus melek digital. Justru rakyat paling rentan, mereka yang jauh dari fasilitas digital. Harusnya Pak Menteri berfikir kearah sana,” tegas Deputi Kajian SAS Institute.
Abi Rekso menambahkan SAS Institute concern pada isu-isu koperasi dan usaha kecil mikro. Dia juga menyarankan kepada Kementerian Koperasi dan UMKM, untuk melibatkan ormas-ormas keagamaan seperti Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, PGI, Keuskupan Katolik, dan lain-lain. Karena organisasi keagamaan memiliki hubungan emosional yang baik kepada umat dan program KUR bisa tepat sasaran.
(cip)
tulis komentar anda