Dexamethasone dan Hydroxychloroquine Hanya untuk Pasien COVID-19 Berat

Senin, 29 Juni 2020 - 14:17 WIB
Pakar Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, dr Agus Dwi Susanto menegaskan bahwa obat Dexamethasone dan Hydroxychloroquine hanya untuk pasien COVID-19 berat. Foto/SINDOnews
JAKARTA - Pakar Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 sekaligus Ketua Umum Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, dr Agus Dwi Susanto menegaskan bahwa obat Dexamethasone dan Hydroxychloroquine hanya untuk pasien COVID-19 berat.

Agus menjelaskan bahwa di dalam buku panduan WHO ataupun di dalam pedoman profesi ataupun Kementerian Kesehatan, kedua obat ini masuk kelompok kortikosteroid. “Jadi dalam kelompok asteroid ini di awal dalam panduan tersebut dinyatakan bahwa tidak direkomendasikan penggunaannya pada pasien COVID-19 di awal,” ujarnya dalam diskusi di Media Center Gugus Tugas Nasional Percepatan Penanganan COVID-19 Graha BNPB Jakarta, Senin (29/6/2020). (Baca juga: Jokowi ke Menkes Terawan: Anggaran Rp75 Triliun Baru keluar 1,53% Coba)

Penggunaan obat ini, kata Agus, juga diperkuat dengan keluarnya hasil riset yang terbaru recovery trail dari Eropa. Riset itu menyebutkan bahwa Dexamethasone ini memberikan dampak yang positif pada pasien-pasien dalam menurunkan mortalitas.

Terutama pada pasien yang menggunakan ventilator dan pasien-pasien yang menggunakan oksigen. Pasien berat yang menggunakan alat bantu mesin, menggunakan oksigen, dan terapi oksigen.

“Tetapi yang tidak menggunakan obat itu pada pasiennya positif kemudian ada keluhan tetapi ringan atau sedang tanpa pemberian oksigen yang tidak memberikan dampak yang baik ya. Artinya hasil riset tersebut menunjukkan penggunaan Dexamethasone itu hanya direkomendasikan pada pasien berat yang menggunakan terapi oksigen dan menggunakan ventilator atau alat bantu napas,” jelas Agus.



Agus pun menjelaskan efek samping dari obat ini. Satu dari sisi efikasi, terlihat tidak ada manfaatnya. Kedua, tentu nanti bicara soal efek sampingnya. "Kita tahu bahwa kortikosteroid ini efek samping yang cukup banyak. Tentunya akhirnya sesuatu hal yang diberikan tidak ada manfaatnya, tapi justru muncul efek samping yang banyak,” papar dia.

Sementara terkait penggunaan Klorokuin atau Hydroxychloroquine, Agus menuturkan sejak bulan April ada lima profesi yaitu perhimpunan paru, penyakit dalam, jantung kemudian anestesi dan anak, sudah mengeluarkan buku pedoman tata laksana COVID-19 pada praktik di rumah sakit.

“Dan di situ disampaikan salah satunya adalah penggunaan Klorokuin maupun Hydroxychloroquine dengan dosis yang sudah disebutkan. Tentu berbeda sesuai berat badan, kemudian tidak disarankan pada pasien-pasien dengan masalah jantung, di situ. Jadi karena kita tahu karena samping dari Klorokuin adalah ada efek samping pada jantung,” kata Agus. (Baca juga: Jokowi: Tenaga Medis Pusat Bisa Dikirim ke Daerah Kasus Corona Tinggi)

Agus pun menambahkan bahwa penggunaan kedua obat ini sudah sesuai dengan kajian awal pada awal bulan Juni masih aman digunakan. “Dan kami juga sudah mengeluarkan surat resmi kepada Kementerian Kesehatan kepada Gugus Tugas hasil evaluasi awal menunjukkan bahwa Klorokuin maupun Hydroxychloroquine masih aman digunakan pada populasi di Indonesia,” tutupnya.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
(kri)
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More