Permenhub 18 Akan Bikin Susah Daerah Rumuskan Pelaksanaan PSBB

Senin, 13 April 2020 - 23:08 WIB
Pengendara sepeda motor melintasi gerbang sterilisasi di salah satu perumahan di Jakarta. Foto/SINDOnews
JAKARTA - Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 18 Tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi dalam Rangka Pencegahan Penyebaran Covid-19 menjadi perbincangan publik.

Permenhub memperbolehkan ojek online (ojol) mengangkut penumpang di masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) pencegahan penyebaran virus Corona.

Aturan itu menjadi kontroversi karena bertolak belakang dengan PSBB yang mengacu atas Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 9 Tahun 2020. Dalam PSBB, ojek online hanya boleh beroperasi mengangkut barang, bukan orang.

Peneliti Pusat Kajian kebijakan Publik dan Hukum (Puskapkum), Ferdian Andi menilai Permenhub 18/2020 telah menabrak sejumlah aturan lainnya, baik aturan di atasnya maupun aturan yang setara dengannya.



"Terbitnya Permenhub ini menjadikan wajah politik hukum pemerintah dalam upaya pencegahan penyebaran Covid-19 tidak jelas dan tidak terarah. Permenhub ini memukul mundur semangat sejumlah pihak dalam pencegahan penyebaran Covid-19," tutur Ferdian kepada SINDOnews, Senin (13/4/2020).

Menurut dia, diperbolehkannya sepeda motor untuk mengangkut penumpang sebagaimana diatur dalam Permenhub 18/2020 dengan syarat memenuhi protokol kesehatan ini hakikatnya menabrak spirit PSBB itu sendiri, yakni seruan social distancing dan physical distancing.

Permenhub 18/2020, kata dia, juga menabrak spirit sejumlah norma seperti PP No 21/2020 tentang PSBB, Permenkes 9/2020 tentang Pedoman PSBB serta peraturan Gubernur DKI Jakarta 33/2020 sebagai dasar PSBB di DKI Jakarta.

Menurut dia, dampak dari Permenhub tersebut akan menjadi masalah serius, baik secara teknis perundang-undangan maupun teknis pelaksanaan PSBB. Belum lagi menyusul penerapan PSBB di wilayah Depok, Bogor dan Bekasi serta wilayah Tangerang Raya (kabupaten/kota Tangerang dan Kota Tangerang Selatan).

"Daerah-daerah yang akan menerapkan PSBB akan kesulitan merumuskan kebijakannya imbas ambiguitas peraturan pemerintah ini," kata pengajar hukum tata negara di Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara Jakarta Raya ini.

Dia memaparkan, Kementerian hukum dan HAM sebagai leading sector pemerintah di bidang peraturan perundang-undangan semestinya dapat mencegah munculnya norma yang ambigu ini.

Menurut Ferdian, disharmoni sejumlah aturan ini harus segera diharmonikan agar tidak membingungkan pemerintah daerah, aparat kepolisian, dan pemangku kepentingan lainnya khususnya dalam teknis pelaksanaan PSBB di sejumlah daerah.
(dam)
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More