Kartu Prakerja Diubah Jadi Pelatihan Offline, PKS: Banyak Catatan dari KPK dan BPK
Jum'at, 15 Juli 2022 - 14:15 WIB
JAKARTA - Pemerintah berencana mengubah program Kartu Prakerja dari awalnya bantuan sosial menjadi pelatihan. Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PKS Kurniasih Mufidayati mengingatkan pengelola kartu prakerja lebih dulu menyelesaikan berbagai catatan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Badan Pengawas Keuangan (BPK).
Kurniasih menyatakan, ada dugaan pemborosan dan tidak tepat sasaran bagi program Kartu Pra Kerja. BPS juga menyebut survei 66,47 persen penerima Kartu Prakerja itu statusnya adalah pekerja.
Secara resmi, BPK memberikan rekomendasi agar Menko Perekonomian memerintahkan direktur eksekutif Manajemen Pelaksana Program Kartu Prakerja (MPPKP) untuk mempertanggungjawabkan pembayaran kepada penerima kartu prakerja sebesar Rp390,32 miliar.
"Rekomendasi BPK sudah dilakukan belum? Ini BPK yang memberikan catatan jadi jangan tidak dianggap. Itu dilakukan dulu sebelum melaksanakan program lain," cetus Kurniasih dalam keterangannya, Kamis (14/7/2022).
Kurniasih meminta agar pelaksanaan pelatihan kartu prakerja offline tidak bertabrakan dengan program pelatihan kerja yang sudah ada seperti BLK di Kemenaker.
"Catatan-catatan sebelumnya soal penggunaan dan pemborosan anggaran. Jadi jika nanti fokus ke pelatihan offline apa tidak overlapping dengan yang sudah dilakukan kementerian dan lembaga lain. Lalu dengan catatan penggunaan anggaran, tentu publik akan bertanya apakah biaya pelatihan offlinenya akan jauh lebih besar dibanding manfaat yang diterima peserta?" ungkap Kurniasih.
Terlebih, Kartu Prakerja ini telah menjadi janji politik Presiden Joko Widodo yang akan memberikan insentif kepada pengangguran. "Sebagai janji politik tentu publik berhak mengawal dan menagih, jika formatnya berubah dan beda maka wajar jika kembali publik mempertanyakan janji politik presiden," urai Kurniasih.
Kurniasih menyatakan, ada dugaan pemborosan dan tidak tepat sasaran bagi program Kartu Pra Kerja. BPS juga menyebut survei 66,47 persen penerima Kartu Prakerja itu statusnya adalah pekerja.
Secara resmi, BPK memberikan rekomendasi agar Menko Perekonomian memerintahkan direktur eksekutif Manajemen Pelaksana Program Kartu Prakerja (MPPKP) untuk mempertanggungjawabkan pembayaran kepada penerima kartu prakerja sebesar Rp390,32 miliar.
Baca Juga
"Rekomendasi BPK sudah dilakukan belum? Ini BPK yang memberikan catatan jadi jangan tidak dianggap. Itu dilakukan dulu sebelum melaksanakan program lain," cetus Kurniasih dalam keterangannya, Kamis (14/7/2022).
Kurniasih meminta agar pelaksanaan pelatihan kartu prakerja offline tidak bertabrakan dengan program pelatihan kerja yang sudah ada seperti BLK di Kemenaker.
"Catatan-catatan sebelumnya soal penggunaan dan pemborosan anggaran. Jadi jika nanti fokus ke pelatihan offline apa tidak overlapping dengan yang sudah dilakukan kementerian dan lembaga lain. Lalu dengan catatan penggunaan anggaran, tentu publik akan bertanya apakah biaya pelatihan offlinenya akan jauh lebih besar dibanding manfaat yang diterima peserta?" ungkap Kurniasih.
Terlebih, Kartu Prakerja ini telah menjadi janji politik Presiden Joko Widodo yang akan memberikan insentif kepada pengangguran. "Sebagai janji politik tentu publik berhak mengawal dan menagih, jika formatnya berubah dan beda maka wajar jika kembali publik mempertanyakan janji politik presiden," urai Kurniasih.
(muh)
tulis komentar anda