Jaksa Agung: Kerugian Kasus Korupsi Pengadaan Pesawat Garuda Rp8,8 Triliun
Senin, 27 Juni 2022 - 14:19 WIB
JAKARTA - Kasus korupsi pengadaan pesawat PT Garuda Indonesia kerugiannya mencapai Rp8,8 triliun. Kerugian tersebut diduga karena tingginya pengadaan pesawat CRJ 1000 dan ATR 72-600.
"Korupsi ini diduga telah merugikan keuangan negara hingga mencapai Rp8,8 triliun. Pengadaan pesawat itu diduga melawan hukum dan menguntungkan pihak Lessor," ujar Jaksa Agung ST Burhanuddin, Senin (27/6/2022).
Hasil tersebut setelah Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPPKP) menghitung kerugian negara. Kerugian tersebut terjadi karena pengadaan pesawat CRJ 1000 dan ATR 72-600.
"Kerugian negara ini dalam pengadaan CRJ dan ATR," kata Ketua BPKP Muhammad Yusuf Ateh.
Sebelumnya mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk Emirsyah Satar dan mantan Dirut PT Mugi Rekso Abadi (MRA) Soetikno Soedarjo ditetapkan sebagai sebagai tersangka dalam kasus tersebut. Penetapan tersangka setelah dilakukan ekspos pada Senin tanggal 27 Juni 2022
"Yaitu ES selaku Direktur Utama PT Garuda yang kedua adalah SS selaku Direktur PT Mugi Rekso Abadi," tambah dia.
Hingga saat ini total ada lima tersangka dari tiga orang tersangka yang sebelumnya telah dijerat, ketiganya Vice President Strategic Management PT Garuda Indonesia peridoe 2011-2012 Setijo Awibowo. Executive Project Manager Aircraft Delivery PT Garuda Indonesia periode 2009-2014 Agus Wahjudo dan Vice President Treasury Management PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk Albert Burhan yang telah dijerat.
Rencana Jangka Panjang perusahaan (RJPP) periode 2009 hingga 2014 semula merealisasikan beberapa jenis pesawat dalam pengadaan, yakni 50 unit pesawat ATR 72-600. Dimana lima di antaranya merupakan pesawat yang dibeli. Kemudian, 18 unit pesawat lain berjenis CRJ 1000. Dimana, enam di antara pesawat tersebut dibeli dan 12 lainnya disewa. Baca juga: Korupsi Garuda, Mantan Dirut PT MRA Soetikno Soedarjo juga Jadi Tersangka Baru
Namun demikian, diduga terjadi peristiwa pidana yang menimbulkan kerugian keuangan negara dalam proses pengadaan atau penyewaan pesawat tersebut. Kejagung menduga proses tersebut menguntungkan pihak Lessor.
"Korupsi ini diduga telah merugikan keuangan negara hingga mencapai Rp8,8 triliun. Pengadaan pesawat itu diduga melawan hukum dan menguntungkan pihak Lessor," ujar Jaksa Agung ST Burhanuddin, Senin (27/6/2022).
Baca Juga
Hasil tersebut setelah Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPPKP) menghitung kerugian negara. Kerugian tersebut terjadi karena pengadaan pesawat CRJ 1000 dan ATR 72-600.
"Kerugian negara ini dalam pengadaan CRJ dan ATR," kata Ketua BPKP Muhammad Yusuf Ateh.
Sebelumnya mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk Emirsyah Satar dan mantan Dirut PT Mugi Rekso Abadi (MRA) Soetikno Soedarjo ditetapkan sebagai sebagai tersangka dalam kasus tersebut. Penetapan tersangka setelah dilakukan ekspos pada Senin tanggal 27 Juni 2022
"Yaitu ES selaku Direktur Utama PT Garuda yang kedua adalah SS selaku Direktur PT Mugi Rekso Abadi," tambah dia.
Hingga saat ini total ada lima tersangka dari tiga orang tersangka yang sebelumnya telah dijerat, ketiganya Vice President Strategic Management PT Garuda Indonesia peridoe 2011-2012 Setijo Awibowo. Executive Project Manager Aircraft Delivery PT Garuda Indonesia periode 2009-2014 Agus Wahjudo dan Vice President Treasury Management PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk Albert Burhan yang telah dijerat.
Rencana Jangka Panjang perusahaan (RJPP) periode 2009 hingga 2014 semula merealisasikan beberapa jenis pesawat dalam pengadaan, yakni 50 unit pesawat ATR 72-600. Dimana lima di antaranya merupakan pesawat yang dibeli. Kemudian, 18 unit pesawat lain berjenis CRJ 1000. Dimana, enam di antara pesawat tersebut dibeli dan 12 lainnya disewa. Baca juga: Korupsi Garuda, Mantan Dirut PT MRA Soetikno Soedarjo juga Jadi Tersangka Baru
Namun demikian, diduga terjadi peristiwa pidana yang menimbulkan kerugian keuangan negara dalam proses pengadaan atau penyewaan pesawat tersebut. Kejagung menduga proses tersebut menguntungkan pihak Lessor.
(kri)
tulis komentar anda