Mengenal Letkol Dhomber, Putra Asli Dayak Penguasa Perang Udara di Kalimantan

Selasa, 14 Juni 2022 - 06:09 WIB
Meski hanya berpangkat Letnan Kolonel (Letkol) Psk, Dhomber yang merupakan putra asli suku Dayak yang berasal dari Pulang Pisau Kalimantan Tengah menjadi salah satu kebanggaan TNI AU. Foto/TNI AU
JAKARTA - Meski hanya berpangkat Letnan Kolonel (Letkol) Psk, Dhomber yang merupakan putra asli suku Dayak yang berasal dari Pulang Pisau Kalimantan Tengah menjadi salah satu kebanggaan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara (TNI AU) . Namanya sejajar dengan tokoh besar TNI AU lainnya seperti Adi Sutjipto, Halim Perdanakusuma, R Soerjadi Soejardarma, atau Abdulrachman Saleh.

Keberaniannya dalam menghadapi penjajah Belanda tak perlu diragukan lagi. Dia merupakan salah satu yang berjasa mengorganisir pergerakan perjuangan di Kalimantan Timur guna mengusir Belanda dari Pulau Kalimantan.

Dikutip dari situs resmi TNI AU, kiprah Dhomber dalam perjuangan dimulai ketika ia berumur 15 tahun. Pada usia tersebut ia telah meninggalkan tanah kelahirannya Kalimantan menuju Pulau Jawa untuk bergabung dengan para pemuda asal Kalimantan lainnya dan berjuang bersama rakyat Surabaya mengusir penjajah.

Perjuangan Dhomber bersama para pemuda tersebut untuk merebut Pulau Kalimantan yang dikuasai oleh tentara NICA (Belanda). Pulau Kalimantan menjadi salah satu sasaran atau batu loncatan dari para penjajah untuk menguasai seluruh kepulauan Indonesia.

Pada perang Dunia II, Pulau Kalimantan menjadi rebutan Jepang dengan sekutu dan pada tahun 1943 Jepang berhasil merampas Pulau Kalimantan dari Belanda. Namun kekuasaan Jepang hanya bertahan 2 tahun.



Pada tahun 1945 Jepang kalah perang dengan Amerika, dan Pulau Kalimantan jatuh ke tangan Amerika. Bersamaan dengan masuknya tentara Amerika, tentara Belanda (NICA) ikut membonceng dan memperkuat kedudukannya di Kalimantan. Belanda pun melakukan tekanan-tekanan dengan kekerasan senjata terhadap rakyat Kalimantan.

Pada tanggal 24 Oktober 1945, Amerika menyerahkan Kalimantan kepada Tentara Belanda (Nica). Rakyat Kalimantan yang tidak menyukai tentara Belanda mulai mengadakan perlawanan-perlawanan terhadap tentara Belanda (NICA) dan meminta bala bantuan dari Pulau Jawa.

Kemudian dikirimlah ekspedisi-ekspedisi dari Pulau Jawa untuk merebut Pulau Kalimantan dari tangan NICA. Namun karena tidak ada kesatuan komando, ekspedisi-ekspedisi yang dikirim Pemerintah RI dari Pulau Jawa banyak yang gagal.

Kegagalan tersebut akibat blokade kapal-kapal perang Belanda disepanjang perairan Pulau Kalimantan. Blokade tersebut dimaksudkan untuk mencegah masuknya para pejuang Indonesia yang berasal dari daerah lain masuk ke Pulau Kalimantan. Oleh karena itu rakyat Kalimantan yang pada waktu itu dipimpin oleh Gubernur Kalimantan bernama Ir Mohammad Noor meminta bantuan dari Pulau Jawa untuk membantu rakyat Kalimantan mengusir Belanda.

Gubernur Kalimantan merasa bertanggung jawab atas bebasnya Pulau Kalimantan dari tangan Belanda dan ia mendapat dukungan moral dari seluruh masyarakat suku Dayak yang ada di Kalimantan. Ia menemui Mayor Tjilik Riwut seorang Perwira Markas Besar Tentara (MBT) yang baru saja memimpin rombongan kembali dari perjalanannya menerobos hutan belantara Kalimantan. Dari hasil pertemuan tersebut, Pangeran Muhammad Noor berkesimpulan bahwa satu-satunya alternatif untuk mendatangkan bantuan dari pulau Jawa lewat udara, yaitu dengan menerjunkan pasukan payung ke pedalaman Kalimantan.

Tanpa sengaja pada waktu perjalanan dari Yogyakarta menuju Jakarta sebagai salah satu anggota delegasi Pemerintah RI, Pangeran Mohammad Noor satu kereta dengan Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Komodor Udara Suryadi Suryadarma. Diungkapkan keinginannya untuk menerjunkan pasukan payung di hutan Kalimantan.

Niat baik Pangeran Mohammad Noor disetujui oleh Komodor Udara Suryadi Suryadarma. Dibentuklah Staf Khusus Pasukan Payung Republik Indonesia di bawah Komando Panglima Angkatan Udara Suryadi Suryadarma, dan sebagai Komando Pasukan ditunjuklah Mayor Tjilik Riwut yang lahir dan besar di Kalimantan.

Berdasarkan perintah harian Panglima Besar Jenderal Sudirman Nomor 232/PB/47/I, Komodor Udara Suryadi Suryadarma segera melaksanakan persiapan untuk menerjunkan pasukan payung ke Kotawaringin Kalimantan Timur. Dilaksanakanlah seleksi untuk 60 orang yang akan diterjunkan sebagai pasukan payung yang semuanya berasal dari Kalimantan termasuk Dhomber. Dua belas orang berasal dari Sulawesi dan beberapa orang dari Jawa.

Setelah diadakan seleksi, terpilihlah 12 personel yaitu Iskandar, Dachlan, J Bitak, C Willems, J Darius, Achmad Kosasih, Bachri, Ali Akbar, M Amiruddin, Emanuel, Morawi dan Djarni semuanya berasal dari Kalimantan. Mereka mengikuti pelatihan selama seminggu dengan para pelatih Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI) di bawah pimpinan Opsir Udara I Sudjono.

Pada tanggal 17 Oktober 1947 para peterjun dengan segala perlengkapannya melakukan persiapan di dekat landasan terbang Maguwo. Sesuai rencana mereka diterjunkan dengan pesawat Dakota C-47 RI-002 yang dipiloti Robert Earl Freberg seorang warga negara Amerika. Selain itu ikut pula anggota AURI yang mempunyai tugas khusus menangani PHB Radio ikut di pesawat tersebut, yaitu Kapten Udara Harry Hadisumantri seorang ahli montir radio dan Kapten FM Sujoto seorang ahli telegrafis Angkatan Laut Republik Indonesia (ALRI).

Sebelum mereka diberangkatkan, KSAU Komodor Udara Suryadi Suryadarma memberikan petunjuk kepada para penerjun. Dhomber tidak ikut dalam pasukan terjun payung yang dilepas oleh KSAU tersebut, namun sehari setelahnya pada tanggal 18 Oktober 1947 Dhomber disusupkan ke Kalimantan dengan menggunakan pesawat Dakota C-47 RI-002 melalui Philipina dan kemudian menyusup ke Kalimantan Timur dengan menggunakan kapal laut.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More