Menkumham Dicecar DPR soal Penangkapan Bahar Smith

Senin, 22 Juni 2020 - 18:19 WIB
FOTO/SINDOnews/Ilustrasi
JAKARTA - Sejumlah anggota Komisi III DPR mencecar Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly terkait penangkapan kembali serta pemindahan terpidana kasus penganiayaan anak, Habib Bahar bin Smith ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas I Batu Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah dalam Rapat Kerja (Raker) Komisi III DPR, Senin (22/6/2020).

Terlebih, pihak Kemenkumham menjelaskan bahwa salah satu alasan Bahar Smith ditangkap karena melanggar Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). (Baca juga: DPR-Menkumham Sepakat Lanjutkan RUU KUHP dan Pemasyarakatan)

Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Gerindra Habiburokhman mempertanyakan alasan Direktorat Jenderal Pemasyarakat (Ditjen PAS) Kemenkumham menangkap kembali Bahar setelah memberikan program asimilasi beberapa hari sebelumnya. Menurut dia, ceramah yang disampaikan Bahar setelah mendapatkan program asimilasi masih dalam bagian kritik.

Sebagai anggota DPR, Habiburokhman pun mengaku masih bisa menerima kritik Bahar tersebut. “Kalau pidato Bahar, saya juga ikuti, saya pikir itu masih dalam kritikan. Kami DPR juga termasuk bagian yang dikritik, masih bisa terima kritikan tersebut,” kata Habib dalam Raker di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.

“Dikatakan kami pejabat negara tidak berkorban untuk rakyat, tapi mengorbankan rakyat. Menurut kami, itu masukan supaya kami bisa lebih banyak bekerja untuk rakyat,” tambahnya.



Juru Bicara Khusus (Jubirsus) Partai Gerindra ini juga menyoroti dalih Ditjen PAS Kemenkumham yang menyebutkan bahwa Bahar melanggar aturan kebijakan PSBB untuk memutus rantai penyebaran virus corona (Covid-19) karena memberikan ceramah dengan mengumpulkan banyak orang.

Dia pun mempertanyakan dalih tersebut karena banyak orang yang melanggar PSBB tapi hanya mendapatkan peringatan. “Kalau PSBB yang dipersoalkan, banyak sekali yang melanggar PSBB tapi cuma dapat peringatan,” tandasnya.

Selanjutnya, Habib mempersoalkan langkah pemotongan rambut yang dilakukan terhadap Bahar seusai menghuni Lapas Nusakambangan. Menurut dia, hal tersebut harus dievaluasi bila sudah menjadi standar operasional prosedur (SOP) terhadap setiap narapidana yang baru masuk di Lapas Nusakambangan.

Dan hal itu mengingatkannya pada kisah pahit di masa lalu, karena pernah dialami oleh Presiden Indonesia Soekarno serta pada era Orde Baru (Orba). “Saya juga ingat jaman Orba kalau ada kriminal ditangkap, digunduli. Saya pikir itu tidak ada relevansi dengan identifikasi karena banyak cara lain. Cara seperti itu kalau sudah jadi pola saya minta tolong dievaluasi,” ujarnya.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More