Kisah Jenderal Besar Soeharto Hadiahi Keponakan Tabanas saat Lebaran
Minggu, 08 Mei 2022 - 05:40 WIB
JAKARTA - Bagi-bagi angpau juga dilakukan Presiden Soeharto saat Hari Raya Idul Fitri alias Lebaran .Bukan uang lembaran baru, pemilik julukan The Smiling General itu memberikan hadiah lebaran dalam bentuk Tabungan Pembangunan Nasional (Tabanas) kepada keponakannya.
Soal hadiah lebaran ini dituturkan oleh mantan Rektor Mercu Buana Jakarta, Arissetyanto Nugroho dalam buku Pak Harto The Untold Stories (2012). Dia merupakan kerabat Cendana, putra pasangan Soehardjo Soebardi dan Noek Bressinah Soeharjo. Noek Bressinah adalah adik perempuan Soeharto.
Arissettyanto mengaku sering main ke rumah Soeharto sejak kecil. Pertemuan pertamanya dengan sang presiden terjadi saat usinya 2 tahun ketika ayah ibunya silaturahmi ke Cendana pada momen Idul Fitri pada 1971.
"Sejak saat itu hingga kami duduk di sekolah dasar, hampir dua sampai tiga kali seminggu, saya dan Yani (adik Ari), diajak sowan kepada Pakde dan Bude Harto," tutur Arissetyanto Nugroho dikutip, Minggu (8/5/2022).
Saat silaturahmi ke Cendana, ada kalimat tradisi yang selalu diucapkan Tien Soeharto. Ia selalu menanyakan apakah sudah makan atau belum. Meski dijawab sudah makan, tapi perempuan yang akrab disapa Ibu Tien itu sering kali tidak percaya.
"Kowe ora oleh mangan nang kene karo ibumu yo (kamu tidak boleh makan di sini sama ibumu ya)," tanya Ibu Tien.
Baca juga: 6 Presiden Indonesia Sudah Memiliki Julukan, Kira-kira Jokowi Nanti Apa Ya?
Arissetyanto menuturkan bahwa ia mulai puasa penuh satu bulan saat usia 10 tahun. Seperti lebaran tahun-tahun sebelumnya, dirinya bersama keluarga silaturahmi ke kediaman Presiden Soeharto. Pak Harto yang mengetahui dirinya mampu menjalankan puasa secara penuh akhirnya memberikan hadiah istimewa. Bukan uang tunai atau mainan untuk anak kecil tapi berupa tabungan.
"Melalui Ibu Tien, Pak Harto berkenan memberi saya hadiah berupa Tabanas," tutur Ari.
Dari hadiah itu, Ari mengaku mendapatkan pelajaran berharga. Bahwa orang yang berprestasi hendaknya diberikan penghargaan dan seseorang harus selalu mempersiapkan bekal untuk kehidupan hari esok dengan menabung.
Menjelang Hari Raya Idul Fitri, kata Ari, Pak Harto dan Ibu Tien biasanya membagi-bagikan bingkisan untuk keluarga, kerabat, dan karyawan. Masing-masing mendapatkan kain batik bagi wanita dan bahan jas bagi laki-laki. Kain dan bahan itu diharapkan dipakai saat bersilaturahmi ke Cendana.
"Di sini saya memahami bahwa penyeragaman tidak selalu berkonotasi buruk. Kami diajari bahwa walaupun dengan status sosial yang sudah sedemikian tinggi, kami harus tetap memiliki rasa kesetiakawanan sosial," katanya.
Soal hadiah lebaran ini dituturkan oleh mantan Rektor Mercu Buana Jakarta, Arissetyanto Nugroho dalam buku Pak Harto The Untold Stories (2012). Dia merupakan kerabat Cendana, putra pasangan Soehardjo Soebardi dan Noek Bressinah Soeharjo. Noek Bressinah adalah adik perempuan Soeharto.
Arissettyanto mengaku sering main ke rumah Soeharto sejak kecil. Pertemuan pertamanya dengan sang presiden terjadi saat usinya 2 tahun ketika ayah ibunya silaturahmi ke Cendana pada momen Idul Fitri pada 1971.
"Sejak saat itu hingga kami duduk di sekolah dasar, hampir dua sampai tiga kali seminggu, saya dan Yani (adik Ari), diajak sowan kepada Pakde dan Bude Harto," tutur Arissetyanto Nugroho dikutip, Minggu (8/5/2022).
Saat silaturahmi ke Cendana, ada kalimat tradisi yang selalu diucapkan Tien Soeharto. Ia selalu menanyakan apakah sudah makan atau belum. Meski dijawab sudah makan, tapi perempuan yang akrab disapa Ibu Tien itu sering kali tidak percaya.
"Kowe ora oleh mangan nang kene karo ibumu yo (kamu tidak boleh makan di sini sama ibumu ya)," tanya Ibu Tien.
Baca juga: 6 Presiden Indonesia Sudah Memiliki Julukan, Kira-kira Jokowi Nanti Apa Ya?
Arissetyanto menuturkan bahwa ia mulai puasa penuh satu bulan saat usia 10 tahun. Seperti lebaran tahun-tahun sebelumnya, dirinya bersama keluarga silaturahmi ke kediaman Presiden Soeharto. Pak Harto yang mengetahui dirinya mampu menjalankan puasa secara penuh akhirnya memberikan hadiah istimewa. Bukan uang tunai atau mainan untuk anak kecil tapi berupa tabungan.
"Melalui Ibu Tien, Pak Harto berkenan memberi saya hadiah berupa Tabanas," tutur Ari.
Dari hadiah itu, Ari mengaku mendapatkan pelajaran berharga. Bahwa orang yang berprestasi hendaknya diberikan penghargaan dan seseorang harus selalu mempersiapkan bekal untuk kehidupan hari esok dengan menabung.
Menjelang Hari Raya Idul Fitri, kata Ari, Pak Harto dan Ibu Tien biasanya membagi-bagikan bingkisan untuk keluarga, kerabat, dan karyawan. Masing-masing mendapatkan kain batik bagi wanita dan bahan jas bagi laki-laki. Kain dan bahan itu diharapkan dipakai saat bersilaturahmi ke Cendana.
"Di sini saya memahami bahwa penyeragaman tidak selalu berkonotasi buruk. Kami diajari bahwa walaupun dengan status sosial yang sudah sedemikian tinggi, kami harus tetap memiliki rasa kesetiakawanan sosial," katanya.
(abd)
tulis komentar anda