Cegah Radikalisme lewat 'Vaksin' dan Semangat Kebersamaan
Jum'at, 19 Juni 2020 - 02:38 WIB
JAKARTA - Pandemi virus Corona (Covid-19) bukan hanya masalah kesehatan. Dampak sosial pandemi ini juga memunculkan penyakit sosial dan kultural yang bisa mengarah ke pandangan ekslusif dan radikal dalam rangka memprovokasi dan meradikalisasi masyarakat.
Karena itu penting untuk memiliki pandangan moderasi (washatiyah) yang merupakan "vaksin" menjaga keberagamaan.
Ketua Bidang Garapan Hubungan Lembaga dan Organisasi (Garhubanlog) Pengurus Pusat Persatuan Islam (PP Persis), Mohamad Faisal Nursyamsi mengatakan jika bicara mengenai virus, harus ada vaksinnya, baik itu Covid-19 atau yang lainnya.
“Persoalan selama ini yang muncul terutama berkaitan dengan adanya upaya dari berbagai pihak untuk mencoba merongrong kebijakan pemerintah. Memang harus ada 'vaksinnya' untuk hal-hal yang seperti itu. 'Vaksin' dalam bentuk Islam yang rahmatan lil alamin sebagai bentuk rahmat dan rasa kasih sayang Allah SWT,” tutur Mohamad Faisal di Jakarta, Rabu 17 Juni 2020.
Pria yang biasa disapa Ustaz Faisal ini setuju dengan adanya istilah virus radikalisme yang harus terus diwaspadai oleh mayarakat. Karena virus radikalisme secara diam-diam terus berusaha merongrong keberlangsungan hidup bangsa Indonesia di kala pandemi dengan mencoba untuk meradikalisasi masyarakat.
“Virus radikalisme tidak boleh didiamkan, karena virus-virus seperti itu juga berbahaya bagi keberlangsungan bangsa ini, apalagi kalau sampai mempengaruhi pemikiran manusia. Nah untuk mengatasinya diperlukan vaksin dalam bentuk Islam yang rahmatan lil alamin tadi yang harus ditanamkan kepada diri masyarakat utamanya umat Islam,” katanya.
Jika di bidang kedokteran, kata dia, dokter membutuhkan vaksin untuk menyembuhkan pasiennya, maka virus yang merongrong pemerintah tentunya juga dibutuhkan vaksin yang berisi nilai-nilai Islam yang rahmatan lil alamin.
“Istilahnya kalau di bidang kedokteran, vaksin tersebut istilahnya disuntik ke pasien. Nah berarti nilai-nilai Islam yang rahmatan lil alamin ini menjadi vaksin dan harus ditanamkan kepada diri umat muslim itu bahwa Islam tidak mengajarkan pembunuhan ataupun teror. Kalaupun ada perbedaan pendapat ya harus diluruskan cara yang baik, bukan melalui teror atau provokasi,” katanya
Dia mengakui sebetulnya di dalam Islam sendiri diperbolehkan adanya perbedaan dan perdebatan karena itu tidak bisa dihindari. “Dalam Islam memang boleh ada perbedaan, dan itu memang satu hal wajar. Di agama apa pun, perbedaan juga pasti ada. Tetapi setelah selesai perdebatan itu, ketika memang ada satu pihak yang tidak bisa meloloskan kehendaknya, ya mau tidak mau dia yang harus mengikuti hasil yang disetujui banyak pihak. Itu yang seharusnya menjadi prinsip,” tuturnya.
Karena itu penting untuk memiliki pandangan moderasi (washatiyah) yang merupakan "vaksin" menjaga keberagamaan.
Ketua Bidang Garapan Hubungan Lembaga dan Organisasi (Garhubanlog) Pengurus Pusat Persatuan Islam (PP Persis), Mohamad Faisal Nursyamsi mengatakan jika bicara mengenai virus, harus ada vaksinnya, baik itu Covid-19 atau yang lainnya.
“Persoalan selama ini yang muncul terutama berkaitan dengan adanya upaya dari berbagai pihak untuk mencoba merongrong kebijakan pemerintah. Memang harus ada 'vaksinnya' untuk hal-hal yang seperti itu. 'Vaksin' dalam bentuk Islam yang rahmatan lil alamin sebagai bentuk rahmat dan rasa kasih sayang Allah SWT,” tutur Mohamad Faisal di Jakarta, Rabu 17 Juni 2020.
Pria yang biasa disapa Ustaz Faisal ini setuju dengan adanya istilah virus radikalisme yang harus terus diwaspadai oleh mayarakat. Karena virus radikalisme secara diam-diam terus berusaha merongrong keberlangsungan hidup bangsa Indonesia di kala pandemi dengan mencoba untuk meradikalisasi masyarakat.
“Virus radikalisme tidak boleh didiamkan, karena virus-virus seperti itu juga berbahaya bagi keberlangsungan bangsa ini, apalagi kalau sampai mempengaruhi pemikiran manusia. Nah untuk mengatasinya diperlukan vaksin dalam bentuk Islam yang rahmatan lil alamin tadi yang harus ditanamkan kepada diri masyarakat utamanya umat Islam,” katanya.
Jika di bidang kedokteran, kata dia, dokter membutuhkan vaksin untuk menyembuhkan pasiennya, maka virus yang merongrong pemerintah tentunya juga dibutuhkan vaksin yang berisi nilai-nilai Islam yang rahmatan lil alamin.
“Istilahnya kalau di bidang kedokteran, vaksin tersebut istilahnya disuntik ke pasien. Nah berarti nilai-nilai Islam yang rahmatan lil alamin ini menjadi vaksin dan harus ditanamkan kepada diri umat muslim itu bahwa Islam tidak mengajarkan pembunuhan ataupun teror. Kalaupun ada perbedaan pendapat ya harus diluruskan cara yang baik, bukan melalui teror atau provokasi,” katanya
Dia mengakui sebetulnya di dalam Islam sendiri diperbolehkan adanya perbedaan dan perdebatan karena itu tidak bisa dihindari. “Dalam Islam memang boleh ada perbedaan, dan itu memang satu hal wajar. Di agama apa pun, perbedaan juga pasti ada. Tetapi setelah selesai perdebatan itu, ketika memang ada satu pihak yang tidak bisa meloloskan kehendaknya, ya mau tidak mau dia yang harus mengikuti hasil yang disetujui banyak pihak. Itu yang seharusnya menjadi prinsip,” tuturnya.
tulis komentar anda