Gandeng Netflix, Kemendikbud Dinilai Tidak Beri Ruang kepada Anak Bangsa
Kamis, 18 Juni 2020 - 11:48 WIB
JAKARTA - Komisi X DPR RI mengkritik keras langkah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) yang mengandeng Netflix untuk menyajikan film dokumenter selama pelaksanaan Belajar dari Rumah.
Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda menilai, film dokumenter yang bakal diputar melalui TVRI itu tidak akan memberikan ruang bagi tumbuhnya kreativitas anak bangsa. "Kami merasa banyak anak bangsa yang lebih kreatif untuk membuat film dokumenter, film pendek, hingga panduan belajar bagi peserta didik selama masa belajar dari rumah. Ini kenapa Kemendikbud sebagai rumah besar pendidikan di tanah malah mengandeng penyedia layanan streaming dari luar negeri untuk sekadar menyediakan film dokumenter," ujar Huda kepada wartawan, Kamis (18/6/2020).
Huda menyebutkan, selama proses belajar dari rumah, siswa memang membutuhkan hiburan-hiburan berkualitas yang memuat unsur pendidikan. Namun demikian, harusnya kebutuhan tersebut diberikan kepada talent maupun rumah produksi lokal untuk memenuhinya.
"Kami menilai usaha menghadirkan hiburan berkualitas bagi siswa selama belajar di rumah merupakan terobosan yang baik. Tapi apa harus mengandeng layanan video streaming yang masih belum jelas kontribusi bagi pendapatan negara," tuturnya.
"Kita masih punya Pusat Film Nasional (PFN), kita masih punya banyak mahasiswa dari Desain Komunikasi Visual. Kenapa tidak diberikan kesempatan bagi mereka," imbuhnya. ( ).
Ia menyebutkan, keputusan Kemendikbud dalam bekerja sama dengan Netflix sejak awal tahun lalu sempat memicu kontroversi di masyarakat. Pasalnya, penyedia layanan streaming tersebut dinilai belum memenuhi kewajibannya sebelum memulai bisnis di Indonesia.
Selain itu, lanjut Huda, Netflix juga dinilai bisa mengancam eksistensi berbagai badan usaha lokal yang bergerak di bidang industri kreatif. "Ini agak aneh, institusi bisnis yang jelas belum memenuhi kewajibannya malah digandeng instansi negara. Ini kan seolah melegitimasi institusi lain untuk mangkir kewajiban, toh nantinya tetap bisa bergandengan tangan dengan pemerintah," tegasnya.
Huda mengatakan, Kemendikbud harusnya segera melakukan perbaikan kurikulum agar sesuai dengan situasi pandemi. Ia berkata, kurikulum yang adaptif dengan situasi pandemi jauh lebih penting bagi peserta didik daripada sekadar film dokumenter yang tayang seminggu sekali.
"Kurikulum pandemi ini akan memberikan panduan bagi stakeholder pendidikan untuk memberikan kejelasan target kompetensi dan metode belajar yang sesuai dengan kebutuhan serta kondisi peserta didik," pungkasnya.
Untuk diketahui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengumumkan akan menghadirkan film dokumenter Netflix yang ditayangkan melalui program Belajar dari Rumah (BDR) yang ditayangkan melalui TVRI mulai 20 Juni 2020.
Upaya itu dilakukan Kemendikbud untuk memastikan agar dalam masa yang sulit ini masyarakat terus mendapatkan kesempatan untuk melakukan pembelajaran dari rumah, salah satunya melalui media televisi dengan jangkauan terluas di Indonesia.
Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda menilai, film dokumenter yang bakal diputar melalui TVRI itu tidak akan memberikan ruang bagi tumbuhnya kreativitas anak bangsa. "Kami merasa banyak anak bangsa yang lebih kreatif untuk membuat film dokumenter, film pendek, hingga panduan belajar bagi peserta didik selama masa belajar dari rumah. Ini kenapa Kemendikbud sebagai rumah besar pendidikan di tanah malah mengandeng penyedia layanan streaming dari luar negeri untuk sekadar menyediakan film dokumenter," ujar Huda kepada wartawan, Kamis (18/6/2020).
Huda menyebutkan, selama proses belajar dari rumah, siswa memang membutuhkan hiburan-hiburan berkualitas yang memuat unsur pendidikan. Namun demikian, harusnya kebutuhan tersebut diberikan kepada talent maupun rumah produksi lokal untuk memenuhinya.
"Kami menilai usaha menghadirkan hiburan berkualitas bagi siswa selama belajar di rumah merupakan terobosan yang baik. Tapi apa harus mengandeng layanan video streaming yang masih belum jelas kontribusi bagi pendapatan negara," tuturnya.
"Kita masih punya Pusat Film Nasional (PFN), kita masih punya banyak mahasiswa dari Desain Komunikasi Visual. Kenapa tidak diberikan kesempatan bagi mereka," imbuhnya. ( ).
Ia menyebutkan, keputusan Kemendikbud dalam bekerja sama dengan Netflix sejak awal tahun lalu sempat memicu kontroversi di masyarakat. Pasalnya, penyedia layanan streaming tersebut dinilai belum memenuhi kewajibannya sebelum memulai bisnis di Indonesia.
Selain itu, lanjut Huda, Netflix juga dinilai bisa mengancam eksistensi berbagai badan usaha lokal yang bergerak di bidang industri kreatif. "Ini agak aneh, institusi bisnis yang jelas belum memenuhi kewajibannya malah digandeng instansi negara. Ini kan seolah melegitimasi institusi lain untuk mangkir kewajiban, toh nantinya tetap bisa bergandengan tangan dengan pemerintah," tegasnya.
Huda mengatakan, Kemendikbud harusnya segera melakukan perbaikan kurikulum agar sesuai dengan situasi pandemi. Ia berkata, kurikulum yang adaptif dengan situasi pandemi jauh lebih penting bagi peserta didik daripada sekadar film dokumenter yang tayang seminggu sekali.
"Kurikulum pandemi ini akan memberikan panduan bagi stakeholder pendidikan untuk memberikan kejelasan target kompetensi dan metode belajar yang sesuai dengan kebutuhan serta kondisi peserta didik," pungkasnya.
Untuk diketahui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengumumkan akan menghadirkan film dokumenter Netflix yang ditayangkan melalui program Belajar dari Rumah (BDR) yang ditayangkan melalui TVRI mulai 20 Juni 2020.
Upaya itu dilakukan Kemendikbud untuk memastikan agar dalam masa yang sulit ini masyarakat terus mendapatkan kesempatan untuk melakukan pembelajaran dari rumah, salah satunya melalui media televisi dengan jangkauan terluas di Indonesia.
(zik)
Lihat Juga :
tulis komentar anda