DPR Pertanyakan Urgensi Perubahan Logo Halal

Rabu, 16 Maret 2022 - 14:23 WIB
Anggota Komisi VIII DPR RI Fraksi Demokrat Achmad mempertanyakan urgensi perubahan logo label halal. Foto/ist
JAKARTA - Logo label halal yang baru diluncurkan Badan Pengelola Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama ( Kemenag ) terus menuai kritikan. Kali ini, kritikan dari Anggota Komisi VIII DPR RI Fraksi Demokrat Achmad.

Bahkan, Achmad mempertanyakan urgensi perubahan logo halal tersebut. Sebab, penggantian label lama yang dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) ke label baru juga butuh disosialisasikan lagi kepada masyarakat dan memakan biaya yang seharusnya anggaran tersebut bisa dimanfaatkan untuk program lain.

"Label halal yang dari MUI itu sudah sangat jelas, tidak ada perdebatan selama ini. Lagian apa sih urgensinya? Mengganti logo halal itu butuh biaya besar termasuk untuk sosialisasinya. Harusnya Menag cari kegiatan lain yang bermanfaat untuk pembangunan umat. Itu yang harus dipikirkan," katanya wartawan, Rabu (16/3/2022).





Menurutnya, kewenangan MUI menetapkan kehalalan produk diatur di Pasal 76 Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2021 Tentang Pelaksanaan UU Jaminan Produk Halal. Dalam pasal itu disebutkan bahwa penetapan kehalalan produk dilaksanakan oleh MUI melalui sidang fatwa halal.

"Saya minta Kemenag kembalikan fungsi MUI lagi sebagai lembaga yang berjalan di bawah Undang-Undang. Jangan sampai rakyat mikir karena MUI sering tidak sepemikiran dengan kebijakan Kemenag. Jadi perlahan dicabut kewenangannya," tuturnya.

Dia pun menilai tindakan dan langkah yang dilakukan oleh Kemenag sebagai lembaga negara merupakan tindakan tidak arif dan diskriminatif. Sebab, pemilihan label halal Indonesia diidentikkan dengan suku Jawa.

"Ini terlalu dipaksakan dengan mengambil filosofi budaya Jawa. Indonesia itu terdiri dari berbagai suku dan budaya. Ada Melayu, Sunda, Bugis, Dayak dan lainnya. Jadi jangan mengotak-ngotakkan lagi. Katanya Bhineka Tunggal Ika," imbuhnya.

Lebih lanjut dia mengatakan bahwa bahasa dan tulisan Arab adalah pemersatu bagi umat muslim dan itu tidak bisa ditawar lagi. Dia berpendapat bahwa sah-sah saja jika mau memasukkan unsur kearifan lokal, tetapi tidak dalam hal seperti itu.

"Bahasa Arab dan tulisan Arab itu adalah pemersatu umat muslim di seluruh penjuru dunia. Itu tidak bisa dibantah lagi. Karena kitab suci kita bertuliskan Arab dan berbahasa Arab. Jadi bagaimana bisa itu kita pisah. Kemenag berhentilah membuat gaduh,” katanya.

Dia meminta Kemenag fokus kerja untuk umat. “Jangan mengurus yang atau merubah yang sudah bagus dan selama ini tidak pernah dipermasalahkan," pungkasnya.
(rca)
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More