Tanggapi Mahfud MD, DPR Tegaskan FIR RI-Singapura Harus Diratifikasi ke UU

Jum'at, 18 Februari 2022 - 07:44 WIB
Politikus PKS Sukamta mengingatkan bahwa perjanjian FIR dengan Singapura mesti diratifikasi ke dalam UU, bukan produk hukum yang lain. Foto/dok.SINDOnews
JAKARTA - Anggota Komisi I DPR dari Fraksi PKS Sukamta mengkritisi pernyataan Menko Polhukam Mahfud MD soal ratifikasi tiga perjanjian Indonesia dengan Singapura. Menurut dia, perjanjian Penyesuaian Area Layanan Navigasi Penerbangan atau Flight Information Region (FIR), perjanjian Defense Coperation Agreement (DCA) dan ekstradisi mesti diratifikasi dalam bentuk produk hukum yang sama, yaitu undang-undang (UU).

"Perjanjian FIR dengan Singapura ini harus diatur dengan UU. Setidaknya ada 3 alasan : soal kedaulatan wilayah, amanat UUD NRI tahun 1945 dan amanat Putusan Mahkamah Konstitusi (MK)," kata Sukamta kepada wartawan, Jumat (18/2/2022).



Alsan pertama, kata Sukamta, FIR merupakan kontrol wilayah udara yang wilayahnya ada dalam wilayah NKRI. Maka ini termasuk urusan strategis, terkait kedaulatan wilayah. Negara asing melakukan kontrol di atas wilayah negara Indonesia itu cukup strategis, jika tidak dikatakan cukup berbahaya.

"Bisa saja ada 55 negara lain yang mendelegasikan FIR-nya kepada negara lain. Tapi kita ingin Indonesia terus berdaulat untuk mengontrol wilayahnya," tegasnya.



Kedua, sambung dia, amanat UUD NRI Tahun 1945 Pasal 11 ayat (1) mengamanatkan Presiden dengan persetujuan DPR menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain.

Ketiga, kata Sukamta, UUNo. 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional Pasal 10 sudah digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada tahun 2018 yang kemudian MK mengabulkan gugatan tersebut.

Oleh karena itu, Ketua Bidang Pembinaan dan Pengembangan Luar Negeri DPP PKS ini menjelaskan bahwa amanat UUD NRI Tahun 1945 pasal 11 ayat (1) tadi tegas mengatur perjanjian dengan negara lain harus melalui persetujuan DPR. Perjanjian FIR dengan Singapura termasuk kategori perjanjian dengan negara lain.

Sehingga, dia melanjutkan, MK dalam putusannya tahun 2018 menegaskan, norma hukum Pasal 10 tersebut bertentangan dengan UUD NRI tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang ditafsirkan bahwa hanya jenis-jenis perjanjian internasional sebagaimana yang disebut dalam pasal 10 huruf A-F yang di antaranya mencakup bidang kedaulatan, pertahanan, dan keamanan negara yang harus mendapat persetujuan DPR, sehingga hanya jenis perjanjian internasional tersebut yang diatur dengan UU.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More