Segudang Asa Pengembangan Energi Nuklir di Indonesia
Selasa, 25 Januari 2022 - 15:23 WIB
Lyudmila Vorobieva
Duta Besar Rusia untuk Indonesia
PANDEMI Covid-19 telah memengaruhi banyak aspek kehidupan kita. Banyak yang beralih ke pekerjaan daring, mengurangi perjalanan bisnis dan tanpa kita sadari betapa rapuhnya keseimbangan global tempat kita hidup. Pasokan listrik yang stabil merupakan salah satu fondasi yang membantu menjaga standar hidup yang lumrah. Pandemi sekali lagi menegaskan pentingnya generasi yang seimbang, selalu siap 24 jam, 7 hari seminggu.
Di banyak negara, sistem energi masih bertumpu pada sumber-sumber energi tradisional – batu bara, minyak, gas. Tetapi semua sudah tahu dan bukan lagi rahasia bahwa pembakaran mereka menghasilkan emisi CO2 yang tinggi ke atmosfer. Indonesia di mana peran utama dalam keseimbangan energi negara dimainkan oleh batu bara bukan pengecualian.
Sehingga masyarakat dunia dihadapkan pada pertanyaan bagaimana meminimalkan kerusakan lingkungan saat menggunakan sumber energi tradisional dari hidrokarbon dan pada saat yang sama tidak menghambat pertumbuhan ekonomi.
Berdasarkan pengalaman dunia atas penerapan energi terbarukan (renewable energy) dalam skala besar, terlihat jelas bahwa kita tidak mungkin meninggalkan dengan cepat generasi bahan bakar yang berasal dari fosil, dikarenakan sumber energi terbarukan bergantung pada kondisi cuaca dan belum ada solusi efektif untuk mengakumulasi dan menyimpan energi mereka dalam jumlah besar.
Pengembangan energi nuklir menjadi jalan keluar dari situasi ini. Pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) dapat beroperasi hingga 100 tahun, jadi 5 kali lebih lama dari panel surya dan turbin angin. Keuntungan lain dari energi nuklir adalah memberikan biaya listrik yang stabil. Sebagian besar teknologi pembangkit listrik cenderung sangat sensitif terhadap fluktuasi harga bahan bakar, sedangkan harga bahan bakar nuklir cenderung tidak memengaruhi biaya listrik.
Penting untuk dicatat bahwa energi yang diterima dari PLTN adalah energi bersih. Dalam sebuah studi baru-baru ini, Komisi Ekonomi PBB untuk Eropa (UNECE) telah menilai berapa banyak emisi yang dihasilkan oleh berbagai teknologi dan mendapati bahwa energi nuklir memiliki nilai jejak karbon terendah – satu tablet bahan bakar uranium menghasilkan energi sebanyak 400 kg batu bara. Siklus hidup emisi CO2 energi nuklir mencapai 5,1-6,4 gram CO2 dalam ukuran per kilowatt-jam, sedangkan batas bawah indikator ini adalah 7,8 untuk energi angin lepas pantai. Saat ini, pengoperasian semua pembangkit listrik tenaga nuklir di dunia memungkinkan untuk mencegah emisi CO2 ke atmosfer planet dalam jumlah yang sebanding dengan daya serap semua hutan di bumi.
Perlu menjadi perhatian bahwa PLTN menempati area yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan ladang angin PLTB atau pembangkit listrik tenaga surya. PLTN, sebagai proyek infrastruktur skala besar dapat menarik investasi, merangsang pembangunan di sektor-sektor seperti konstruksi, industri, ilmu pengetahuan, pendidikan dan teknologi tinggi, sehingga berkontribusi pada pertumbuhan PDB negara, menciptakan industri teknologi tinggi dan generasi baru pakar-pakar di bidang teknologi nuklir.
Duta Besar Rusia untuk Indonesia
PANDEMI Covid-19 telah memengaruhi banyak aspek kehidupan kita. Banyak yang beralih ke pekerjaan daring, mengurangi perjalanan bisnis dan tanpa kita sadari betapa rapuhnya keseimbangan global tempat kita hidup. Pasokan listrik yang stabil merupakan salah satu fondasi yang membantu menjaga standar hidup yang lumrah. Pandemi sekali lagi menegaskan pentingnya generasi yang seimbang, selalu siap 24 jam, 7 hari seminggu.
Di banyak negara, sistem energi masih bertumpu pada sumber-sumber energi tradisional – batu bara, minyak, gas. Tetapi semua sudah tahu dan bukan lagi rahasia bahwa pembakaran mereka menghasilkan emisi CO2 yang tinggi ke atmosfer. Indonesia di mana peran utama dalam keseimbangan energi negara dimainkan oleh batu bara bukan pengecualian.
Sehingga masyarakat dunia dihadapkan pada pertanyaan bagaimana meminimalkan kerusakan lingkungan saat menggunakan sumber energi tradisional dari hidrokarbon dan pada saat yang sama tidak menghambat pertumbuhan ekonomi.
Berdasarkan pengalaman dunia atas penerapan energi terbarukan (renewable energy) dalam skala besar, terlihat jelas bahwa kita tidak mungkin meninggalkan dengan cepat generasi bahan bakar yang berasal dari fosil, dikarenakan sumber energi terbarukan bergantung pada kondisi cuaca dan belum ada solusi efektif untuk mengakumulasi dan menyimpan energi mereka dalam jumlah besar.
Pengembangan energi nuklir menjadi jalan keluar dari situasi ini. Pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) dapat beroperasi hingga 100 tahun, jadi 5 kali lebih lama dari panel surya dan turbin angin. Keuntungan lain dari energi nuklir adalah memberikan biaya listrik yang stabil. Sebagian besar teknologi pembangkit listrik cenderung sangat sensitif terhadap fluktuasi harga bahan bakar, sedangkan harga bahan bakar nuklir cenderung tidak memengaruhi biaya listrik.
Penting untuk dicatat bahwa energi yang diterima dari PLTN adalah energi bersih. Dalam sebuah studi baru-baru ini, Komisi Ekonomi PBB untuk Eropa (UNECE) telah menilai berapa banyak emisi yang dihasilkan oleh berbagai teknologi dan mendapati bahwa energi nuklir memiliki nilai jejak karbon terendah – satu tablet bahan bakar uranium menghasilkan energi sebanyak 400 kg batu bara. Siklus hidup emisi CO2 energi nuklir mencapai 5,1-6,4 gram CO2 dalam ukuran per kilowatt-jam, sedangkan batas bawah indikator ini adalah 7,8 untuk energi angin lepas pantai. Saat ini, pengoperasian semua pembangkit listrik tenaga nuklir di dunia memungkinkan untuk mencegah emisi CO2 ke atmosfer planet dalam jumlah yang sebanding dengan daya serap semua hutan di bumi.
Perlu menjadi perhatian bahwa PLTN menempati area yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan ladang angin PLTB atau pembangkit listrik tenaga surya. PLTN, sebagai proyek infrastruktur skala besar dapat menarik investasi, merangsang pembangunan di sektor-sektor seperti konstruksi, industri, ilmu pengetahuan, pendidikan dan teknologi tinggi, sehingga berkontribusi pada pertumbuhan PDB negara, menciptakan industri teknologi tinggi dan generasi baru pakar-pakar di bidang teknologi nuklir.
tulis komentar anda