Tamasya Filsafat
Sabtu, 22 Januari 2022 - 08:59 WIB
Keasyikan perjalanan dalam menyusuri sudut-sudut kota dan desa di berbagai belahan dunia tempat para filsuf-filsuf yang dibahas buku ini membuat kita lupa sudah berapa halaman yang kita baca. Tak mengherankan mengapa raja-raja filsuf di Indonesia seperti Bambang Sugiharto, Martin Suryajaya, atau lainnya sangat menikmati karya ini dan berkata “buku ini membuat filsafat intim, hangat, dan menyegarkan”.
Kembali ke definisi filsafat bagi Eric Weiner yang katanya adalah berpikir bagaimana cara hidup di tengah dunia ini. Hal tersebut membuat The Socrates Express dipenuhi dengan pertanyaan “bagaimana”. Setiap tajuk babnya dimulai dengan “bagaimana”. “Bagaimana Bangun dari Rebahan seperti Marcus Aurelius”, “Bagaimana Menikmati seperti Epicurus”, “Bagaimana Hidup Tanpa Penyesalan seperti Nietzsche”, dan lain sebagainya.
Eric Weiner mencoba menyuguhkan eksposisi laku hidup para filsuf secara singkat dan menarik. Lebih tepatnya, Eric Weiner menjawab pertanyaan di kepala kita tentang “apa dan bagaimana yang dilakukan orang-orang yang kita sebut filsuf itu menemukan ide-ide besarnya?”. Eric Weiner mencoba menjadi Socrates zaman modern dengan mengembalikan pertanyaan-pertanyaan untuk dan kepada diri sendiri, di tengah riuh rendah kepenatan zaman ini.
Ya, kita butuh perenungan-perenungan di masa ini, butuh peneguhan harapan ditengah-tengah zaman superfisial melalui berbagai perspektif yang ada seperti Thoreau menciptakan perspektif dan persepsinya sendiri di dunianya kala itu. Akhirnya, buku berisi 14 bab ini menjadi salah satu buku yang akan membuat kita berfilsafat dengan riang gembira. Eric Weiner meyakini bahwa terkadang filsuf memang rentan berpikir kelewat batas.
Bersemangat menemukan kedalaman, mereka menempuh risiko mengalami halusinasi intelektual; tekadang cahaya yang berkilauan itu bukan sebuah oase, melainkan pikiranmu yang sedang mengecohmu, dan terkadang penjelasan sederhanalah yang terbaik (h.410). Dari keyakinan itu menghadirkan kesantaian buku ini, sederhana, tanpa perlu mengernyitkan dahi bagi pembaca pemula dan menyenangkan.
Judul : The Socrates Expres
Penulis : Eric Weiner, Perj. Reinitha Amalia
Penerbit : Qanita;
Tebal : 520 hlm
ISBN : 978-602-402-191-7
Kembali ke definisi filsafat bagi Eric Weiner yang katanya adalah berpikir bagaimana cara hidup di tengah dunia ini. Hal tersebut membuat The Socrates Express dipenuhi dengan pertanyaan “bagaimana”. Setiap tajuk babnya dimulai dengan “bagaimana”. “Bagaimana Bangun dari Rebahan seperti Marcus Aurelius”, “Bagaimana Menikmati seperti Epicurus”, “Bagaimana Hidup Tanpa Penyesalan seperti Nietzsche”, dan lain sebagainya.
Eric Weiner mencoba menyuguhkan eksposisi laku hidup para filsuf secara singkat dan menarik. Lebih tepatnya, Eric Weiner menjawab pertanyaan di kepala kita tentang “apa dan bagaimana yang dilakukan orang-orang yang kita sebut filsuf itu menemukan ide-ide besarnya?”. Eric Weiner mencoba menjadi Socrates zaman modern dengan mengembalikan pertanyaan-pertanyaan untuk dan kepada diri sendiri, di tengah riuh rendah kepenatan zaman ini.
Ya, kita butuh perenungan-perenungan di masa ini, butuh peneguhan harapan ditengah-tengah zaman superfisial melalui berbagai perspektif yang ada seperti Thoreau menciptakan perspektif dan persepsinya sendiri di dunianya kala itu. Akhirnya, buku berisi 14 bab ini menjadi salah satu buku yang akan membuat kita berfilsafat dengan riang gembira. Eric Weiner meyakini bahwa terkadang filsuf memang rentan berpikir kelewat batas.
Bersemangat menemukan kedalaman, mereka menempuh risiko mengalami halusinasi intelektual; tekadang cahaya yang berkilauan itu bukan sebuah oase, melainkan pikiranmu yang sedang mengecohmu, dan terkadang penjelasan sederhanalah yang terbaik (h.410). Dari keyakinan itu menghadirkan kesantaian buku ini, sederhana, tanpa perlu mengernyitkan dahi bagi pembaca pemula dan menyenangkan.
Judul : The Socrates Expres
Penulis : Eric Weiner, Perj. Reinitha Amalia
Penerbit : Qanita;
Tebal : 520 hlm
ISBN : 978-602-402-191-7
tulis komentar anda