Komisi I DPR Tegaskan Tidak Tepat Bandingkan Kasus Floyd dengan Papua
Kamis, 11 Juni 2020 - 10:58 WIB
JAKARTA - Tindakan rasisme terhadap George Floyd di Amerika Serikat tidak bisa disangkutpautkan dengan permasalahan yang terjadi di Papua. (Baca juga: Kasus Rasial di Amerika Jangan Dibawa ke Tanah Papua)
Wakil Ketua Komisi 1 DPR Fraksi PKS Abdul Kharis Almasyhari mengatakan, isu Papua sering diidentikkan dengan persoalan disintegrasi karena tuntutan merdeka. ”Sangat sulit untuk menggandengkan dua isu (rasisme dan separatisme) secara bersamaan, karena terdapat perbedaan konteks sejarah dan kepentingan,” katanya, Kamis (11/6/2020). (Baca juga: Kasus Rasisme, Tokoh Adat Sentani Minta Polisi Bertindak Tegas)
Dalam konteks Papua, sambung dia, masyarakat merasa mendapatkan perlakuan diskriminatif khususnya terkait dengan proses hukum kasus rasisme di Surabaya. ”Konstitusi negara tegas disampaikan persamaan hak setiap warga negara. Jadi menurut saya kurang tepat membandingkan kasus Floyd dengan Papua,” ucapnya.
Meski demikian, dia mengakui, berdasarkan pengalaman dari beberapa negara, rasisme cenderung dibangun secara sistemik oleh sistem pemerintahan maupun masyarakat. Dengan demikian, untuk memahami praktik rasisme diperlukan pemahaman mengenai konteks dan kepentingan. (Baca juga: Pengamat Beberkan Perbedaan Kasus Rasialis Flyod di Amerika dan Papua)
”Dampak dari sistem yang rasis adalah terjadinya pembelahan masyarakat dan ketimpangan ekonomi, politik, dan sosial budaya sehingga rentan dimanipulasi untuk kepentingan-kepentingan jangka pendek dan juga ideologis jangka panjang. Indonesia juga mewarisi persoalan sistem kolonialis Belanda terkait etnis misalnya, pribumi dan non pribumi,” ucapnya.
Wakil Ketua Komisi 1 DPR Fraksi PKS Abdul Kharis Almasyhari mengatakan, isu Papua sering diidentikkan dengan persoalan disintegrasi karena tuntutan merdeka. ”Sangat sulit untuk menggandengkan dua isu (rasisme dan separatisme) secara bersamaan, karena terdapat perbedaan konteks sejarah dan kepentingan,” katanya, Kamis (11/6/2020). (Baca juga: Kasus Rasisme, Tokoh Adat Sentani Minta Polisi Bertindak Tegas)
Dalam konteks Papua, sambung dia, masyarakat merasa mendapatkan perlakuan diskriminatif khususnya terkait dengan proses hukum kasus rasisme di Surabaya. ”Konstitusi negara tegas disampaikan persamaan hak setiap warga negara. Jadi menurut saya kurang tepat membandingkan kasus Floyd dengan Papua,” ucapnya.
Meski demikian, dia mengakui, berdasarkan pengalaman dari beberapa negara, rasisme cenderung dibangun secara sistemik oleh sistem pemerintahan maupun masyarakat. Dengan demikian, untuk memahami praktik rasisme diperlukan pemahaman mengenai konteks dan kepentingan. (Baca juga: Pengamat Beberkan Perbedaan Kasus Rasialis Flyod di Amerika dan Papua)
”Dampak dari sistem yang rasis adalah terjadinya pembelahan masyarakat dan ketimpangan ekonomi, politik, dan sosial budaya sehingga rentan dimanipulasi untuk kepentingan-kepentingan jangka pendek dan juga ideologis jangka panjang. Indonesia juga mewarisi persoalan sistem kolonialis Belanda terkait etnis misalnya, pribumi dan non pribumi,” ucapnya.
(cip)
tulis komentar anda