Muktamar ke-34 NU, Akankah KH Said Aqil Siradj Menyamai Gus Dur?
Rabu, 22 Desember 2021 - 16:08 WIB
JAKARTA - Dalam Muktamar ke-34 Nahdlatul Ulama ( NU ) di Lampung yang dibuka Presiden Jokowi tadi pagi, nama KH Said Aqil Siradj menjadi salah satu calon kuat ketua umum PBNU periode selanjutnya. Dikenal dengan gaya bicara yang lugas dan blak-blakan, Said Aqil mengklaim didukung sejumlah wilayah dan cabang pemilik suara agar mencalonkan diri untuk ketiga kalinya. Seperti apa sosoknya?
KH Said Aqil Siradj lahir di Desa Kempek, Palimanan, Cirebon, Jawa Barat pada 3 Juli 1953. Ayahnya adalah KH Aqil Siradj, pengasuh Pondok Pesantren Kempek. Dikutip dari NU Online, Aqil Siradj adalah putra Kiai Siroj, yang masih keturunan dari Kiai Muhammad Said Gedongan, ulama penyebar Islam lewat pendidikan pesantren yang turut berjuang melawan penjajah Belanda.
Tumbuh di lingkungan pesantren, Kiai Said memperoleh ilmu dasar-dasar keislaman dari sang ayah dan para ulama di Cirebon. Setelah merampungkan ”mengaji” dari sang ayahandanya, Kiai Said lalu belajar di Pesantren Lirboyo, Kediri, Jawa Timur. Di sana Kiai Said, belajar dari KH Mahrus Ali, KH Marzuki Dahlan, juga Kiai Muzajjad Nganjuk.
Lepas dari Lirboyo, Kiai Said melanjutkan belajar di Pesantren Al-Munawwir, Krapyak, di bawah bimbingan KH Ali Maksum (Rais Aam PBNU 1981-1984). Dalam kurun waktu bersamaan, dia juga belajar di IAIN Sunan Kalijaga. Belum puas belajar di dalam negeri, Kiai Said berangkat ke Mekkah ditemani istrinya Nurhayati, pada 1980.
Di tanah kelahiran Nabi Muhammad itu, Kiai Said belajar di Universitas King Abdul Aziz dan Ummul Qurra, dari jenjang sarjana hingga doktoral. Di Mekkah itulah, Kiai Said menjalin hubungan dengan almarhum KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. Setelah merampungkan meraih gelar doktor pada 1994, Kiai Said kembali ke Indonesia. Gus Dur lalu mengajaknya aktif di NU setelah berhasil menjadi ketua PBNU dalam Muktamar ke-29 Cipasung. Kiai Said dipercaya menjadi Wakil Katib ‘Aam PBNU.
Hubungan yang cukup lama dengan Gus Dur banyak memberi pengaruh pada Kiai Said. Ini pun diakui sejumlah kiai, salah satunya KH Nawawi Abdul Jalil, pengasuh Pesantren Sidogiri, Pasuruan. Menurut dia, pandangan Kiai Said mirip dengan Gus Dur. “Nyeleneh-nya pun juga sama,” ungkap Kiai Nawawi pada saat berkunjung ke kantor PBNU pada 25 Juli 2011, seperti ditulis NU Online.
Pada Muktamar ke-32 di Makassar tahun 2010, Kiai Said terpilih pertama kalinya sebagi Ketua Umum PBNU untuk periode 2010-2015. Di Asrama Haji Sudiang, Makassar, Sulawesi Selatan saat itu, Kiai Said unggul dengan perolehan 294 suara dari Slamet Effendi Yusuf yang mendapat 201 suara. Pada 2015, Kiai Said kembali terpilih sebagai ketua umum PBNU dalam Muktamar ke-33 di Jombang, Jawa Timur. Di bawah kepemimpinan Kiai Said, corak pandangan keislaman NU dan relasi negara-agama (ad-dien wa daulah) terus dijaga dan dikembangkan.
KH Said Aqil Siradj lahir di Desa Kempek, Palimanan, Cirebon, Jawa Barat pada 3 Juli 1953. Ayahnya adalah KH Aqil Siradj, pengasuh Pondok Pesantren Kempek. Dikutip dari NU Online, Aqil Siradj adalah putra Kiai Siroj, yang masih keturunan dari Kiai Muhammad Said Gedongan, ulama penyebar Islam lewat pendidikan pesantren yang turut berjuang melawan penjajah Belanda.
Tumbuh di lingkungan pesantren, Kiai Said memperoleh ilmu dasar-dasar keislaman dari sang ayah dan para ulama di Cirebon. Setelah merampungkan ”mengaji” dari sang ayahandanya, Kiai Said lalu belajar di Pesantren Lirboyo, Kediri, Jawa Timur. Di sana Kiai Said, belajar dari KH Mahrus Ali, KH Marzuki Dahlan, juga Kiai Muzajjad Nganjuk.
Lepas dari Lirboyo, Kiai Said melanjutkan belajar di Pesantren Al-Munawwir, Krapyak, di bawah bimbingan KH Ali Maksum (Rais Aam PBNU 1981-1984). Dalam kurun waktu bersamaan, dia juga belajar di IAIN Sunan Kalijaga. Belum puas belajar di dalam negeri, Kiai Said berangkat ke Mekkah ditemani istrinya Nurhayati, pada 1980.
Di tanah kelahiran Nabi Muhammad itu, Kiai Said belajar di Universitas King Abdul Aziz dan Ummul Qurra, dari jenjang sarjana hingga doktoral. Di Mekkah itulah, Kiai Said menjalin hubungan dengan almarhum KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. Setelah merampungkan meraih gelar doktor pada 1994, Kiai Said kembali ke Indonesia. Gus Dur lalu mengajaknya aktif di NU setelah berhasil menjadi ketua PBNU dalam Muktamar ke-29 Cipasung. Kiai Said dipercaya menjadi Wakil Katib ‘Aam PBNU.
Hubungan yang cukup lama dengan Gus Dur banyak memberi pengaruh pada Kiai Said. Ini pun diakui sejumlah kiai, salah satunya KH Nawawi Abdul Jalil, pengasuh Pesantren Sidogiri, Pasuruan. Menurut dia, pandangan Kiai Said mirip dengan Gus Dur. “Nyeleneh-nya pun juga sama,” ungkap Kiai Nawawi pada saat berkunjung ke kantor PBNU pada 25 Juli 2011, seperti ditulis NU Online.
Pada Muktamar ke-32 di Makassar tahun 2010, Kiai Said terpilih pertama kalinya sebagi Ketua Umum PBNU untuk periode 2010-2015. Di Asrama Haji Sudiang, Makassar, Sulawesi Selatan saat itu, Kiai Said unggul dengan perolehan 294 suara dari Slamet Effendi Yusuf yang mendapat 201 suara. Pada 2015, Kiai Said kembali terpilih sebagai ketua umum PBNU dalam Muktamar ke-33 di Jombang, Jawa Timur. Di bawah kepemimpinan Kiai Said, corak pandangan keislaman NU dan relasi negara-agama (ad-dien wa daulah) terus dijaga dan dikembangkan.
tulis komentar anda