Jelang Muktamar NU ke-34, Gus Yahya Serukan soal Peradaban Baru ke Nahdliyin
Rabu, 22 Desember 2021 - 02:07 WIB
Kemudian, salah satu pendiri NU KH Wahab Chasbullah yang sempat berada di Arab menyatakan bahwa Arab Saudi tidak bisa dijadikan model. Sehingga akhirnya bersama-sama mendirikan NU ini.
“Kesimpulan deduktif saya, pendirian NU ini adalah upaya menemukan format peradaban baru. Pasti skalanya global. Maka lambang yang dipilih adalah lambang jagad, bola dunia,” jelasnya.
Atas dasar itu, Gus Yahya yakin, bahwa memang NU didirikan sebagai upaya merintis, dan menemukan format peradaban yang baru untuk menggantikan format lama yang runtuh. “Mandat NU adalah mandat peradaban. Sebuah mandat raksasa,” tegasnya.
Dia pun mengajak kader-kader NU berani berpikir soal ini. Sebab jika tidak, nanti hanya berebut remeh temeh seperti yang selama ini terjadi.
“Maka mulai sekarang, kita harus membangun mentalitas dan mindset untuk berpikir soal mandat peradaban itu,” sebutnya.
Apalagi, di generasinya ke bawah, hal ini bukan sesuatu yang sulit. Sebab sudah ada sosok yang memulai, sehingga tinggal meneruskan.
Sosok tersebut adalah KH Abdurahman Wahid (Gus Dur). “Gus Dur sudah memulai. Pergulatan politik, pemikirannya sudah bisa kita lihat. Bahwa Gus Dur melakukan perjuangan peradaban,” katanya.
Atas dasar itu, kata Gus Yahya, sosok Gus Dur akan selalu dibutuhkan. Sayang, sosoknya sudah tidak ada di dunia ini. “Apa yang bisa kita lakukan? Kita tidak punya pilihan. Kita harus menghidupkan Gus Dur, dengan cara menghidupkan pemikiran dan idealismenya di organisasi. Maka ber NU, sama dengan ber Gus Dur,” jelasnya.
Gus Yahya mengakui, upaya untuk menjadikan NU sebagai model peradaban di masa depan butuh perjuangan. Namun dengan trigger yang kuat, komunikasi, dan kerja sama, semua itu bisa dilakukan.
“Saya sudah bertemu dengan sekitar 474 pengurus cabang se-Indonesia. Lalu terbangun kesepakatan. Bukan soal memilih ketua umum, tapi sepakat untuk bekerja bersama membangun NU. Ini saja sudah sangat transformatif,” katanya.
“Kesimpulan deduktif saya, pendirian NU ini adalah upaya menemukan format peradaban baru. Pasti skalanya global. Maka lambang yang dipilih adalah lambang jagad, bola dunia,” jelasnya.
Atas dasar itu, Gus Yahya yakin, bahwa memang NU didirikan sebagai upaya merintis, dan menemukan format peradaban yang baru untuk menggantikan format lama yang runtuh. “Mandat NU adalah mandat peradaban. Sebuah mandat raksasa,” tegasnya.
Dia pun mengajak kader-kader NU berani berpikir soal ini. Sebab jika tidak, nanti hanya berebut remeh temeh seperti yang selama ini terjadi.
“Maka mulai sekarang, kita harus membangun mentalitas dan mindset untuk berpikir soal mandat peradaban itu,” sebutnya.
Apalagi, di generasinya ke bawah, hal ini bukan sesuatu yang sulit. Sebab sudah ada sosok yang memulai, sehingga tinggal meneruskan.
Sosok tersebut adalah KH Abdurahman Wahid (Gus Dur). “Gus Dur sudah memulai. Pergulatan politik, pemikirannya sudah bisa kita lihat. Bahwa Gus Dur melakukan perjuangan peradaban,” katanya.
Atas dasar itu, kata Gus Yahya, sosok Gus Dur akan selalu dibutuhkan. Sayang, sosoknya sudah tidak ada di dunia ini. “Apa yang bisa kita lakukan? Kita tidak punya pilihan. Kita harus menghidupkan Gus Dur, dengan cara menghidupkan pemikiran dan idealismenya di organisasi. Maka ber NU, sama dengan ber Gus Dur,” jelasnya.
Gus Yahya mengakui, upaya untuk menjadikan NU sebagai model peradaban di masa depan butuh perjuangan. Namun dengan trigger yang kuat, komunikasi, dan kerja sama, semua itu bisa dilakukan.
“Saya sudah bertemu dengan sekitar 474 pengurus cabang se-Indonesia. Lalu terbangun kesepakatan. Bukan soal memilih ketua umum, tapi sepakat untuk bekerja bersama membangun NU. Ini saja sudah sangat transformatif,” katanya.
Lihat Juga :
tulis komentar anda