Hindari Pembengkakan Anggaran, DPD Sarankan Pilkada Digelar Tahun Depan
Selasa, 09 Juni 2020 - 11:32 WIB

Ilustrasi/SINDOnews
JAKARTA - Banyak kalangan menilai pelaksanaan pilkada di tengah pandemi corona berisiko menjadi salah satu sumber penyebaran wabah. Apalagi, data dari sejumlah daerah yang akan menyelenggarakan pilkada masih berjuang mengatasi penyebaran virus Covid-19 karena angka kasusnya masih tinggi.
Selain itu, konsekuensi membengkaknya anggaran tidak dapat dihindari. KPU mengajukan tambahan anggaran sampai Rp5 triliun untuk penyediaan Alat Pelindung Diri (APD) dan menambah jumlah Tempat Pemungutan Suara (TPS).
Wakil Ketua Komite I DPD Abdul Kholik mengatakan, pembengkakan anggaran dapat dihindari apabila penyelenggaraan pilkada tidak dipaksakan di era pandemi. Dalam skema pilkada yang dibahas DPD, pilihan waktunya lebih tepat pada 2021. Tahapan dimulai pada Oktober 2020, dan pencoblosan pada Maret 2021. Skema lain pilkada diselenggarakan pada September 2021 dengan awal tahapan pada Maret 2021.
"Diperkirakan suasana suasana pandemi lebih terkendali, dan kemungkinan vaksin sudah mulai dapat tersedia pada tahun depan," ujar Kholik, Selasa (9/6/2020). (Baca juga: Tantangan Pilkada di Tengah Pandemi Covid-19 ).
Menurutnya, penyelenggaraan pilkada pada 2021 akan memberikan waktu yang cukup untuk persiapan termasuk dengan menggunakan skema pandemi. Jangka waktu persiapan tersebut dinilai cukup memungkinkan untuk dilakukan berbagai perbaikan tahapan pilkada, terutama yang berisiko tinggi karena mengharuskan pertemuan langsung.
"Terbuka peluang untuk menyederhanakan tahapan demi keamanan dan peningkatan kualitas pilkada, serta penghematan biaya," ujarnya.
Salah satu tahapan yang dapat disederhanakan adalah penetapan daftar pemilih yang semula lima tahap cukup dua tahap, yaitu dari DP4 (Daftar Penduduk Potensial Pemilih Pemilu) cukup dilakukan analisis/perbaikan oleh KPU/Bawaslu sesuai tingkatan untuk selanjutnya ditetapkan sebagai DPT.
Selain itu, konsekuensi membengkaknya anggaran tidak dapat dihindari. KPU mengajukan tambahan anggaran sampai Rp5 triliun untuk penyediaan Alat Pelindung Diri (APD) dan menambah jumlah Tempat Pemungutan Suara (TPS).
Wakil Ketua Komite I DPD Abdul Kholik mengatakan, pembengkakan anggaran dapat dihindari apabila penyelenggaraan pilkada tidak dipaksakan di era pandemi. Dalam skema pilkada yang dibahas DPD, pilihan waktunya lebih tepat pada 2021. Tahapan dimulai pada Oktober 2020, dan pencoblosan pada Maret 2021. Skema lain pilkada diselenggarakan pada September 2021 dengan awal tahapan pada Maret 2021.
"Diperkirakan suasana suasana pandemi lebih terkendali, dan kemungkinan vaksin sudah mulai dapat tersedia pada tahun depan," ujar Kholik, Selasa (9/6/2020). (Baca juga: Tantangan Pilkada di Tengah Pandemi Covid-19 ).
Menurutnya, penyelenggaraan pilkada pada 2021 akan memberikan waktu yang cukup untuk persiapan termasuk dengan menggunakan skema pandemi. Jangka waktu persiapan tersebut dinilai cukup memungkinkan untuk dilakukan berbagai perbaikan tahapan pilkada, terutama yang berisiko tinggi karena mengharuskan pertemuan langsung.
"Terbuka peluang untuk menyederhanakan tahapan demi keamanan dan peningkatan kualitas pilkada, serta penghematan biaya," ujarnya.
Salah satu tahapan yang dapat disederhanakan adalah penetapan daftar pemilih yang semula lima tahap cukup dua tahap, yaitu dari DP4 (Daftar Penduduk Potensial Pemilih Pemilu) cukup dilakukan analisis/perbaikan oleh KPU/Bawaslu sesuai tingkatan untuk selanjutnya ditetapkan sebagai DPT.
Lihat Juga :