Murka Dituduh Berpolitik, Jenderal Top AD Ini Berani Gebrak Meja Pak Harto
Kamis, 18 November 2021 - 05:27 WIB
JAKARTA - Keputusan Presiden Soeharto menunjuk Jenderal M Jusuf sebagai Panglima ABRI pada Maret 1978 mengejutkan banyak kalangan. Bukan apa-apa, Jusuf telah 13 tahun tak berdinas di militer.
Selepas menjadi Pangdam XIV Hasanuddin, jenderal bangsawan Bugis itu ditarik ke kabinet sebagai menteri perindustrian ringan oleh Presiden Soekarno. Setelah itu menteri perindustrian dasar dan menteri perdagangan. Karier itu berlanjut saat Soeharto naik takhta. Jusuf kembali dikaryakan menjadi perindustrian, tepatnya pada 6 Juni 1968. Atas dasar itu banyak orang tak menyangka ketika Soeharto mengumumkannya sebagai Panglima ABRI/Menhankam menggantikan Jenderal Maraden Panggabean.
“Dibanding Maraden Panggabean yang digantikan, dia (Jusuf) kalah lengkap karier militernya terutama di bidang staf dan teritorial. Tetapi siapa yang berani melawan kehendak Soeharto?,” kata Atmadji Sumarkidjo dalam buku Jenderal M Jusuf: Panglima Para Prajurit, dikutip Sabtu (12/11/2021).
Dalam perjalanannya, Jusuf dikenal sebagai orang dekat Pak Harto. Kendati demikian, David Jenkins dalam tulisannya Soeharto & Barisan Jenderal Orba: Rezim Militer Indonesia 1975-1983 menggambarkan Jusuf masih sebagai ‘jenderal lingkaran luar Soeharto’.
Popularitas Jusuf sebagai orang nomor satu di ABRI melesat cepat. Dia dianggap bisa menerjemahkan tugas yang diberikan langsung oleh Soeharto yakni manunggal dengan rakyat. Tak hanya itu, mantan ajudan Kahar Muzakkar ini juga dikenal sangat dekat dengan prajurit.
Ancaman bagi Soeharto?
Popularitas itu ternyata membawa konsekuensi. Karena terlalu sukses, jaringan intelijen Soeharto yang dimotori Letjen Leonardus Benyamin Moerdani memasok informasi ke Istana. Jusuf dinilai memiliki ‘ambisi politik’.
Selepas menjadi Pangdam XIV Hasanuddin, jenderal bangsawan Bugis itu ditarik ke kabinet sebagai menteri perindustrian ringan oleh Presiden Soekarno. Setelah itu menteri perindustrian dasar dan menteri perdagangan. Karier itu berlanjut saat Soeharto naik takhta. Jusuf kembali dikaryakan menjadi perindustrian, tepatnya pada 6 Juni 1968. Atas dasar itu banyak orang tak menyangka ketika Soeharto mengumumkannya sebagai Panglima ABRI/Menhankam menggantikan Jenderal Maraden Panggabean.
“Dibanding Maraden Panggabean yang digantikan, dia (Jusuf) kalah lengkap karier militernya terutama di bidang staf dan teritorial. Tetapi siapa yang berani melawan kehendak Soeharto?,” kata Atmadji Sumarkidjo dalam buku Jenderal M Jusuf: Panglima Para Prajurit, dikutip Sabtu (12/11/2021).
Dalam perjalanannya, Jusuf dikenal sebagai orang dekat Pak Harto. Kendati demikian, David Jenkins dalam tulisannya Soeharto & Barisan Jenderal Orba: Rezim Militer Indonesia 1975-1983 menggambarkan Jusuf masih sebagai ‘jenderal lingkaran luar Soeharto’.
Popularitas Jusuf sebagai orang nomor satu di ABRI melesat cepat. Dia dianggap bisa menerjemahkan tugas yang diberikan langsung oleh Soeharto yakni manunggal dengan rakyat. Tak hanya itu, mantan ajudan Kahar Muzakkar ini juga dikenal sangat dekat dengan prajurit.
Ancaman bagi Soeharto?
Popularitas itu ternyata membawa konsekuensi. Karena terlalu sukses, jaringan intelijen Soeharto yang dimotori Letjen Leonardus Benyamin Moerdani memasok informasi ke Istana. Jusuf dinilai memiliki ‘ambisi politik’.
Lihat Juga :
tulis komentar anda