Golkar Beberkan Tiga Manfaat Maraknya Relawan Capres 2024
Kamis, 11 November 2021 - 15:59 WIB
JAKARTA - Maraknya kelompok relawan pendukung bakal kandidat Pilpres 2024 direspons positif oleh Wakil Ketua Umum Partai Golkar Nurdin Halid . Dia justru menilai ada tiga manfaat dari kemunculan kelompok relawan pendukung bakal capres ini.
“Pertama, membranding tokoh yang dikehendaki. Kedua, manfaatnya menurut saya munculnya relawan secara dini untuk menekan politik identitas. Ketiga, relawan ini akan menjadi pengawas informal terhadap pemimpin yang terpilih,” ujar Nurdin dalam Dialektika Demokrasi bertajuk “Fenomena Kemunculan Relawan Capres Sejak Dini: Siapa Punya Ambisi?” di Media Center DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (11/11/2021).
Apakah terlalu dini atau terlalu cepat, Nurdin menilai itu semua tergantung pada pilihan-pilihan strategi, berkaitan dengan kepentingan politik yang dikehendaki terhadap tokoh yang dijagokan. Jadi, fenomena munculnya relawan bakal capres secara dini adalah fenomena demokrasi yang sangat positif. “Karena, relawan tersebut bisa menjadi mesin pemanas untuk demokrasi bergerak secara dinamis, dan itu bergairah,” katanya.
Baca juga: Marak Deklarasi Capres 2024, Cuma Test The Water atau Serius?
Menurut dia, di dalam era demokratisasi dengan multipartai, maka pendidikan politik itu sangat penting. “Karena, pendidikan politik akan melahirkan partisipasi politik, partisipasi politik tentu akan melahirkan pemimpin yang ideal menurut relawan yang mengatakan itu dan itu dibenarkan oleh pakar, pemikir politik Friedrich Naumann,” kata Nurdin.
Maka itu, Nurdin melanjutkan, banyak pengamat dan pemerhati politik yang mengatakan kemenangan Jokowi di Pilpres 2014 dilahirkan oleh para relawan yang mampu menciptakan, menggerakkan masyarakat yang militian dan kemudian dikonversi menjadi kemenangan suara. “Apakah ini sesuatu yang ambisi atau adakah yang ambisi? Pandangan saya, ketika kita sepakat bahwa seorang politisi cita-citanya yang paling akhir adalah kekuasaan, maka untuk merebut kekuasaan dibutuhkan komunikasi politik yang strategis,” ungkapnya.
Dia menambahkan, kalau sepakat akan hal itu, maka tidak relevan pertanyaan siapa yang berambisi atau memiliki ambisi di balik menjamurnya kelompok relawan. “Karena seorang politisi cita-citanya adalah kekuasaan, kekuasaan itu mesti direbut, kekuasaan tidak diberikan, kekuasaan tidak datang secara tiba-tiba, tapi kekuasaan harus direbut. Ketika ingin merebut kekuasaan dibutuhkan komunikasi yang strategis,” pungkasnya.
“Pertama, membranding tokoh yang dikehendaki. Kedua, manfaatnya menurut saya munculnya relawan secara dini untuk menekan politik identitas. Ketiga, relawan ini akan menjadi pengawas informal terhadap pemimpin yang terpilih,” ujar Nurdin dalam Dialektika Demokrasi bertajuk “Fenomena Kemunculan Relawan Capres Sejak Dini: Siapa Punya Ambisi?” di Media Center DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (11/11/2021).
Apakah terlalu dini atau terlalu cepat, Nurdin menilai itu semua tergantung pada pilihan-pilihan strategi, berkaitan dengan kepentingan politik yang dikehendaki terhadap tokoh yang dijagokan. Jadi, fenomena munculnya relawan bakal capres secara dini adalah fenomena demokrasi yang sangat positif. “Karena, relawan tersebut bisa menjadi mesin pemanas untuk demokrasi bergerak secara dinamis, dan itu bergairah,” katanya.
Baca juga: Marak Deklarasi Capres 2024, Cuma Test The Water atau Serius?
Menurut dia, di dalam era demokratisasi dengan multipartai, maka pendidikan politik itu sangat penting. “Karena, pendidikan politik akan melahirkan partisipasi politik, partisipasi politik tentu akan melahirkan pemimpin yang ideal menurut relawan yang mengatakan itu dan itu dibenarkan oleh pakar, pemikir politik Friedrich Naumann,” kata Nurdin.
Maka itu, Nurdin melanjutkan, banyak pengamat dan pemerhati politik yang mengatakan kemenangan Jokowi di Pilpres 2014 dilahirkan oleh para relawan yang mampu menciptakan, menggerakkan masyarakat yang militian dan kemudian dikonversi menjadi kemenangan suara. “Apakah ini sesuatu yang ambisi atau adakah yang ambisi? Pandangan saya, ketika kita sepakat bahwa seorang politisi cita-citanya yang paling akhir adalah kekuasaan, maka untuk merebut kekuasaan dibutuhkan komunikasi politik yang strategis,” ungkapnya.
Dia menambahkan, kalau sepakat akan hal itu, maka tidak relevan pertanyaan siapa yang berambisi atau memiliki ambisi di balik menjamurnya kelompok relawan. “Karena seorang politisi cita-citanya adalah kekuasaan, kekuasaan itu mesti direbut, kekuasaan tidak diberikan, kekuasaan tidak datang secara tiba-tiba, tapi kekuasaan harus direbut. Ketika ingin merebut kekuasaan dibutuhkan komunikasi yang strategis,” pungkasnya.
(rca)
tulis komentar anda