KPK Tahan Petinggi Adhi Karya Terkait Dugaan Korupsi Pembangunan Kampus IPDN
Rabu, 10 November 2021 - 18:17 WIB
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ) melakukan penahanan terhadap Kepala Divisi Konstruksi VI PT Adhi Karya (Persero) Tbk Dono Purwoko (DP). Dono merupakan tersangka kasus dugaan korupsi pembangunan Kampus Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Minahasa, Sulawesi Utara tahun anggaran 2011.
"Untuk kepentingan proses penyidikan, tim penyidik melakukan upaya paksa penahanan pada tersangka DP selama 20 hari pertama terhitung mulai tanggal 10 November 2021 sampai dengan 29 November 2021 di Rutan KPK pada Pomdam Jaya Guntur," ujar Deputi Penindakan Karyoto dalam jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (10/11/2021).
Sebelum ditahan, Dono bakal menjalani isolasi mandiri selama 14 hari sebagai upaya antisipasi penyebaran Covid-19 di dalam lingkungan Rutan KPK. Dalam perkara ini, KPK telah menetapkan mantan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada Kemendagri Dudy Jocom (DJ).
Baca Juga: KPK Geledah Kantor PT Adhi Karya di Makassar
Dudy juga ditetapkan tersangka bersama Kepala Divisi I PT Waskita Karya (Persero) Tbk Adi Wibowo pada kasus dugaan korupsi pembangunan gedung IPDN di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, tahun anggaran 2011. Karyoto menjelaskan, sekitar awal tahun 2010 diadakan pertemuan terkait adanya rencana pengadaan dan pekerjaan pembangunan gedung Kampus IPDN di beberapa lokasi di Indonesia, salah satunya di Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara.
Pertemuan tersebut dihadiri oleh perwakilan dari Kementerian Dalam Negeri, perusahaan konsultan, dan perusahaan kontraktor, yang salah satunya adalah PT. Adhi Karya. Pertemuan lanjutan beberapa kali dilaksanakan di Kantor PT.Adhi Karya yang dihadiri oleh pihak PT.Adhi Karya dan pihak Kemendagri untuk membahas lebih rinci terkait proses lelang.
"Hasil dari pertemuan tersebut kemudian disepakati bahwa pengerjaan proyek pekerjaan konstruksi pembangunan gedung Kampus IPDN di Kabuapten Minahasa Sulawesi Utara akan dilaksanakan oleh PT AK, disertai adanya komitmen berupa pemberian sejumlah uang dalam bentuk fee proyek untuk pihak Kemendagri yang dimasukkan dalam rencana anggaran dan biaya (RAB) pekerjaan pembangunan Kampus IPDN di Sulawesi Utara TA 2011," kata Karyoto.
Terkait pemberian fee proyek tersebut, lanjut Karyoto, telah disetujui oleh Dono dan atas perintahnya kemudian dicantumkan dalam surat penawaran PT.Adhi Karya. Sekitar Desember 2011, Dono diduga mengajukan pembayaran pelaksanaan pekerjaan mencapai 100% kepada Dudy Jocom, namun progres pekerjaan baru terlaksana 89%.
"Ditindaklanjuti lagi oleh DJ dengan memerintahkan Panitia Penerima Barang menandatangani berita acara serah terima barang yang tidak sesuai dengan kondisi di lapangan," kata Karyoto.
Lalu, kata Karyoto, sekitar periode November 2011 hingga April 2012, Dono diduga telah menyerahkan sejumlah uang dari PT.Adhi Karya kepada Dudy Jocom sebagai imbalan fee atas dilaksanakannya proyek dimaksud. "Akibat perbuatan Tersangka DP dkk, diduga telah mengakibatkan kerugian keuangan negara sekitar sejumlah Rp19,7 Miliar dari nilai kontrak sebesar Rp124 miliar," ungkap Karyoto.
Atas perbuatannya, tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
"Untuk kepentingan proses penyidikan, tim penyidik melakukan upaya paksa penahanan pada tersangka DP selama 20 hari pertama terhitung mulai tanggal 10 November 2021 sampai dengan 29 November 2021 di Rutan KPK pada Pomdam Jaya Guntur," ujar Deputi Penindakan Karyoto dalam jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (10/11/2021).
Sebelum ditahan, Dono bakal menjalani isolasi mandiri selama 14 hari sebagai upaya antisipasi penyebaran Covid-19 di dalam lingkungan Rutan KPK. Dalam perkara ini, KPK telah menetapkan mantan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada Kemendagri Dudy Jocom (DJ).
Baca Juga: KPK Geledah Kantor PT Adhi Karya di Makassar
Dudy juga ditetapkan tersangka bersama Kepala Divisi I PT Waskita Karya (Persero) Tbk Adi Wibowo pada kasus dugaan korupsi pembangunan gedung IPDN di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, tahun anggaran 2011. Karyoto menjelaskan, sekitar awal tahun 2010 diadakan pertemuan terkait adanya rencana pengadaan dan pekerjaan pembangunan gedung Kampus IPDN di beberapa lokasi di Indonesia, salah satunya di Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara.
Pertemuan tersebut dihadiri oleh perwakilan dari Kementerian Dalam Negeri, perusahaan konsultan, dan perusahaan kontraktor, yang salah satunya adalah PT. Adhi Karya. Pertemuan lanjutan beberapa kali dilaksanakan di Kantor PT.Adhi Karya yang dihadiri oleh pihak PT.Adhi Karya dan pihak Kemendagri untuk membahas lebih rinci terkait proses lelang.
"Hasil dari pertemuan tersebut kemudian disepakati bahwa pengerjaan proyek pekerjaan konstruksi pembangunan gedung Kampus IPDN di Kabuapten Minahasa Sulawesi Utara akan dilaksanakan oleh PT AK, disertai adanya komitmen berupa pemberian sejumlah uang dalam bentuk fee proyek untuk pihak Kemendagri yang dimasukkan dalam rencana anggaran dan biaya (RAB) pekerjaan pembangunan Kampus IPDN di Sulawesi Utara TA 2011," kata Karyoto.
Terkait pemberian fee proyek tersebut, lanjut Karyoto, telah disetujui oleh Dono dan atas perintahnya kemudian dicantumkan dalam surat penawaran PT.Adhi Karya. Sekitar Desember 2011, Dono diduga mengajukan pembayaran pelaksanaan pekerjaan mencapai 100% kepada Dudy Jocom, namun progres pekerjaan baru terlaksana 89%.
"Ditindaklanjuti lagi oleh DJ dengan memerintahkan Panitia Penerima Barang menandatangani berita acara serah terima barang yang tidak sesuai dengan kondisi di lapangan," kata Karyoto.
Lalu, kata Karyoto, sekitar periode November 2011 hingga April 2012, Dono diduga telah menyerahkan sejumlah uang dari PT.Adhi Karya kepada Dudy Jocom sebagai imbalan fee atas dilaksanakannya proyek dimaksud. "Akibat perbuatan Tersangka DP dkk, diduga telah mengakibatkan kerugian keuangan negara sekitar sejumlah Rp19,7 Miliar dari nilai kontrak sebesar Rp124 miliar," ungkap Karyoto.
Atas perbuatannya, tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
(rca)
Lihat Juga :
tulis komentar anda