Kisah KSAD Ryamizard Ryacudu Dikepung Musuh, Jadi Sasaran Tembak dari Jarak 4 Meter
Selasa, 09 November 2021 - 05:20 WIB
Lulus AKABRI, Ryamizard Ryacudu melanjutkan pendidikannya mengikuti kursus dasar kecabangan infanteri (Sussarcabif) di Pusif Kobangdiklat, Bandung, Jawa Barat. Diakhir pendidikannya, Letda Inf. Ryamizard Ryacudu mendapat tugas menumpas gerombolan komunis sisa-sisa Pasukan Rakyat Kalimantan Utara (Paraku) di pedalaman Kalimantan yang berbatasan dengan Malaysia. Penugasan tersebut merupakan operasi militer pertama yang dijalani Ryamizard Ryacudu sebagai Komandan Peleton (Danton) Mo. 81 Yon 642/Kapuas.
Sejak itu, setiap tahun Ryamizard Ryacudu mendapat tugas operasi di berbagai daerah konflik di antaranya, Operasi Seroja Timor-Timur dan Operasi Militer di Aceh. Termasuk konflik berdarah di Kamboja. Saat itu, Yonif Linud 305/Tengkorak di bawah pimpinan Letkol Ryamizard Ryacudu dipercaya untuk melaksanakan misi perdamaian di bawah bendera PBB.
Keberhasilan Ryamizard Ryacudu menjalankan tugas di medan operasi membuat karier militernya melejit. Ryamizard Ryacudu kemudian dipercaya memangku jabatan sebagai Pangdam V/Brawijaya, kemudian Pangdam Jaya/Jayakarta. Selanjutnya naik menjadi Jenderal Bintang Tiga sebagai Pangkostrad. Hingga akhirnya terpilih sebagai KSAD.
Meski telah menjadi orang nomor satu di TNI Angkatan Darat (AD) di mana tugas-tugasnya lebih banyak di belakang meja, namun hal itu tidak menghilangkan naluri tempurnya. Hal itu terbukti saat Ryamizard Ryacudu memantau kegiatan Tentara Manunggal Membangun Desa (TMMD) dalam rangka proses rehabilitas wilayah Lhoknga, Aceh yang hancur akibat bencana tsunami.
Walaupun daerah tersebut masih terisolir dan rawan gangguan separatis GAM, namun Ryamizard Ryacudu memilih terjun langsung berada di tengah-tengah prajurit TNI dan ikut bermalam di Lhoknga membangun daerah yang porak-poranda akibat bencana alam. Baru beberapa hari kegiatan TMMD digelar, prajurit TNI yang bertugas mendapat gangguan dari kelompok bersenjata GAM.
Mendapat laporan tersebut, dengan mengendarai mobil pick up terbuka, Ryamizard Ryacudu yang membawa senjata laras panjang langsung melakukan pengejaran terhadap kelompok bersenjata yang melarikan diri ke hutan. Bahkan, pengejaran dilakukan hingga ke markas GAM yang berada di Cot Trieng, Kecamatan Lhoong Aceh Besar. Sejak peristiwa itu, gangguan keamanan oleh kelompok bersenjata terhadap prajurit TNI yang melakukan rehabilitas tidak terjadi lagi hingga penandatanganan perjanjian damai Helsinki pada 15 Agustus 2005.
Keberanian dan ketulusan Ryamizard Ryacudu di medan operasi membuat salah seorang insinyur yang memiliki akses dengan separatis GAM baik dari anggota terendah sampai tertinggi kagum. Bahkan, insinyur ini sempat mendatangi kediaman Ryamizard Ryacudu dan mengutarakan, jika saat itu dirinya bersama satu regu bersenjata lengkap telah mengepung Ryamizard Ryacudu.
”Seandainya mau menembak Jenderal Ryamizard pasti kena, karena satu regu dengan senjata lengkap dan jarak dekat hanya 4 meter. Melihat Jenderal Ryamizard yang kadang berjalan kaki, kadang mengendarai motor. Kami tidak jadi menembak Jenderal Ryamizard mengingat jasanya besar untuk Aceh. Yang membangun Aceh adalah Jenderal Ryamizard,” ucapnya.
Sejak itu, setiap tahun Ryamizard Ryacudu mendapat tugas operasi di berbagai daerah konflik di antaranya, Operasi Seroja Timor-Timur dan Operasi Militer di Aceh. Termasuk konflik berdarah di Kamboja. Saat itu, Yonif Linud 305/Tengkorak di bawah pimpinan Letkol Ryamizard Ryacudu dipercaya untuk melaksanakan misi perdamaian di bawah bendera PBB.
Keberhasilan Ryamizard Ryacudu menjalankan tugas di medan operasi membuat karier militernya melejit. Ryamizard Ryacudu kemudian dipercaya memangku jabatan sebagai Pangdam V/Brawijaya, kemudian Pangdam Jaya/Jayakarta. Selanjutnya naik menjadi Jenderal Bintang Tiga sebagai Pangkostrad. Hingga akhirnya terpilih sebagai KSAD.
Meski telah menjadi orang nomor satu di TNI Angkatan Darat (AD) di mana tugas-tugasnya lebih banyak di belakang meja, namun hal itu tidak menghilangkan naluri tempurnya. Hal itu terbukti saat Ryamizard Ryacudu memantau kegiatan Tentara Manunggal Membangun Desa (TMMD) dalam rangka proses rehabilitas wilayah Lhoknga, Aceh yang hancur akibat bencana tsunami.
Walaupun daerah tersebut masih terisolir dan rawan gangguan separatis GAM, namun Ryamizard Ryacudu memilih terjun langsung berada di tengah-tengah prajurit TNI dan ikut bermalam di Lhoknga membangun daerah yang porak-poranda akibat bencana alam. Baru beberapa hari kegiatan TMMD digelar, prajurit TNI yang bertugas mendapat gangguan dari kelompok bersenjata GAM.
Mendapat laporan tersebut, dengan mengendarai mobil pick up terbuka, Ryamizard Ryacudu yang membawa senjata laras panjang langsung melakukan pengejaran terhadap kelompok bersenjata yang melarikan diri ke hutan. Bahkan, pengejaran dilakukan hingga ke markas GAM yang berada di Cot Trieng, Kecamatan Lhoong Aceh Besar. Sejak peristiwa itu, gangguan keamanan oleh kelompok bersenjata terhadap prajurit TNI yang melakukan rehabilitas tidak terjadi lagi hingga penandatanganan perjanjian damai Helsinki pada 15 Agustus 2005.
Keberanian dan ketulusan Ryamizard Ryacudu di medan operasi membuat salah seorang insinyur yang memiliki akses dengan separatis GAM baik dari anggota terendah sampai tertinggi kagum. Bahkan, insinyur ini sempat mendatangi kediaman Ryamizard Ryacudu dan mengutarakan, jika saat itu dirinya bersama satu regu bersenjata lengkap telah mengepung Ryamizard Ryacudu.
”Seandainya mau menembak Jenderal Ryamizard pasti kena, karena satu regu dengan senjata lengkap dan jarak dekat hanya 4 meter. Melihat Jenderal Ryamizard yang kadang berjalan kaki, kadang mengendarai motor. Kami tidak jadi menembak Jenderal Ryamizard mengingat jasanya besar untuk Aceh. Yang membangun Aceh adalah Jenderal Ryamizard,” ucapnya.
tulis komentar anda