Hari Cinta Satwa dan Puspa Nasional, FPLI Ajak Generasi Muda Lestarikan Pohon Lokal
Sabtu, 06 November 2021 - 18:20 WIB
JAKARTA - Forum Pohon Langka Indonesia (FPLI) menyebut keberadaan pohon lokal Indonesia kini semakin langka. Padahal, pohon telah jadi identitas nama wilayah-wilayah Indonesia.
Seperti halnya nama Semarang (Pohon Asam), Kota Solo (Pohon Sala), Majalengka (buah Maja), Jakarta (Pohon Kemang, Tanaman Gambir, dll). Saat ini, nama-nama itu tidak lagi dikenali sebagai nama pepohonan. Sebaliknya, jenis-jenis pohon asing seperti Ketapang Kencana, Akasia lebih dikenali dan banyak ditanam oleh masyarakat.
Hal itu terungkap dalam diskusi virtual yang digelar FPLI, Ayo Ke Taman dan berbagai kelompok peduli pelestarian pohon Indonesia dalam rangka memperingati Hari Cinta Satwa dan Puspa Nasional setiap tanggal 5 November. Diskusi yang mengambil tema “Kita Jaga Pohon Lokal Indonesia” juga merupakan rangkaian kampanye “Ayo Tanam Pohon Lokal”.
Pengajar Program Studi Biologi, Fakultas Teknik, Universitas Samudra Wendy Achmmad mengatakan, generasi saat ini relatif tidak mengenal pohon asli Indonesia. Hal ini berakibat pada lebih populernya penanaman jenis pohon asing, seperti Trembesi, Mahoni. “Kondisi ini salah satunya dipengaruhi oleh belum adanya wadah pengenalan biodiversitas Indonesia dalam kurikulum pendidikan dasar Indonesia,” ucapnya, Sabtu (6/11/2021).
Menurut Wendy, pelestarian pohon merupakan tiang pelestarian lingkungan. Dengan melestarikan pohon lokal berarti menyelamatkan lingkungan sekaligus melestarikan budaya Indonesia seperti, Rumah Adat Kalimantan yang dibangun dari Kayu Ulin. ”Di sisi lain, pohon lokal juga memiliki nilai ekonomi tinggi. Seperti Pohon Damar Matakucing yang jadi sumber pendapatan masyarakat lampung atau kayu kamper yang merupakan salah satu komoditas perdagangan Indonesia,” ucapnya.
Wendy menambahkan, pelestarian pohon lokal Indonesia dapat dilakukan siapa pun dengan mengenali pohon di sekitar dan membagikan pengetahuannya ke publik. ”Gerakan Ayo Tanam Pohon Lokal akan dilanjutkan dengan penanaman pohon lokal di Jakarta dan berbagai daerah Indonesia secara serentak sampai momentum Hari Menanam Pohon Nasional pada 28 November 2021,” paparnya.
Senada, Prof. Dr. Tukirin Partomihardjo mengatakan, meskipun Indonesia merupakan negara dengan keanekaragaman hayati terbesar ke-2 di dunia, kepedulian terhadap kekayaan tersebut masih sangat rendah. ”Banyak dari kita yang tidak lagi tahu, jenis tanaman yang merupakan nama daerah Indonesia , seperti Maja, Kemang, Gambir, dan lain-lain. Jangan sampai terjadi kepunahan seperti jenis fauna Indonesia yang saat ini tinggal sejarah saja misalnya, Harimau,” tegasnya.
Untuk itu, Tukirin mengapresiasi kepedulian anak muda yang peduli pada pelestarian pohon lokal agar keberadaan pohon tersebut dapat terus diwariskan ke generasi mendatang. ”Siapa pun perlu peduli terhadap pohon lokal yang Indonesia miliki. Menjaga dan melestarikan kekayaan pohon Indonesia merupakan tanggung jawab kita bersama. Diharapkan gerakan Ayo Tanam Pohon Lokal dalam berkembang ke seluruh daerah Indonesia,” katanya.
Seperti halnya nama Semarang (Pohon Asam), Kota Solo (Pohon Sala), Majalengka (buah Maja), Jakarta (Pohon Kemang, Tanaman Gambir, dll). Saat ini, nama-nama itu tidak lagi dikenali sebagai nama pepohonan. Sebaliknya, jenis-jenis pohon asing seperti Ketapang Kencana, Akasia lebih dikenali dan banyak ditanam oleh masyarakat.
Hal itu terungkap dalam diskusi virtual yang digelar FPLI, Ayo Ke Taman dan berbagai kelompok peduli pelestarian pohon Indonesia dalam rangka memperingati Hari Cinta Satwa dan Puspa Nasional setiap tanggal 5 November. Diskusi yang mengambil tema “Kita Jaga Pohon Lokal Indonesia” juga merupakan rangkaian kampanye “Ayo Tanam Pohon Lokal”.
Pengajar Program Studi Biologi, Fakultas Teknik, Universitas Samudra Wendy Achmmad mengatakan, generasi saat ini relatif tidak mengenal pohon asli Indonesia. Hal ini berakibat pada lebih populernya penanaman jenis pohon asing, seperti Trembesi, Mahoni. “Kondisi ini salah satunya dipengaruhi oleh belum adanya wadah pengenalan biodiversitas Indonesia dalam kurikulum pendidikan dasar Indonesia,” ucapnya, Sabtu (6/11/2021).
Menurut Wendy, pelestarian pohon merupakan tiang pelestarian lingkungan. Dengan melestarikan pohon lokal berarti menyelamatkan lingkungan sekaligus melestarikan budaya Indonesia seperti, Rumah Adat Kalimantan yang dibangun dari Kayu Ulin. ”Di sisi lain, pohon lokal juga memiliki nilai ekonomi tinggi. Seperti Pohon Damar Matakucing yang jadi sumber pendapatan masyarakat lampung atau kayu kamper yang merupakan salah satu komoditas perdagangan Indonesia,” ucapnya.
Wendy menambahkan, pelestarian pohon lokal Indonesia dapat dilakukan siapa pun dengan mengenali pohon di sekitar dan membagikan pengetahuannya ke publik. ”Gerakan Ayo Tanam Pohon Lokal akan dilanjutkan dengan penanaman pohon lokal di Jakarta dan berbagai daerah Indonesia secara serentak sampai momentum Hari Menanam Pohon Nasional pada 28 November 2021,” paparnya.
Senada, Prof. Dr. Tukirin Partomihardjo mengatakan, meskipun Indonesia merupakan negara dengan keanekaragaman hayati terbesar ke-2 di dunia, kepedulian terhadap kekayaan tersebut masih sangat rendah. ”Banyak dari kita yang tidak lagi tahu, jenis tanaman yang merupakan nama daerah Indonesia , seperti Maja, Kemang, Gambir, dan lain-lain. Jangan sampai terjadi kepunahan seperti jenis fauna Indonesia yang saat ini tinggal sejarah saja misalnya, Harimau,” tegasnya.
Untuk itu, Tukirin mengapresiasi kepedulian anak muda yang peduli pada pelestarian pohon lokal agar keberadaan pohon tersebut dapat terus diwariskan ke generasi mendatang. ”Siapa pun perlu peduli terhadap pohon lokal yang Indonesia miliki. Menjaga dan melestarikan kekayaan pohon Indonesia merupakan tanggung jawab kita bersama. Diharapkan gerakan Ayo Tanam Pohon Lokal dalam berkembang ke seluruh daerah Indonesia,” katanya.
tulis komentar anda