Mahfud MD: Waspadai Potensi Industrialisasi Hukum dalam Penerapan Keadilan Restoratif
Kamis, 04 November 2021 - 16:17 WIB
JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menegaskan perlunya mewaspadai potensi industrialisasi hukum di mana penerapan keadilan restoratif menjadi sarana transaksional baru dalam penyelesaian perkara.
"Perlu diwaspadai adalah penerapan keadilan restoratif yang berpotensi menjadi sarana transaksional baru dalam penyelesaian perkara," kata Mahfud dalam Focus Grup Discussion (FGD) virtual, Kamis (4/11/2021).
Mahfud menegaskan apa yang dilakukan Polri, Kejaksaan RI dan Mahkamah Agung RI dalam penerapan keadilan restoratif tersebut, perlu disambut baik sebagai salah satu terobosan dalam mengatasi problematika dalam sistem peradilan pidana.
"Penerapan keadilan restoratif perlu kita sambut baik sebagai salah satu terobosan dalam mengatasi problematika dalam sistem peradilan pidana, antara lain dalam mengatasi luapan narapidana di lembaga pemasyarakatan karena hukuman penjara yang masih menjadi model penghukuman favorit dari peradilan," ucapnya.
Kemudian, Mahfud mengatakan dalam menerapkan keadilan restoratif hal lain yang perlu diperhatikan adalah koordinasi. Terutama antara institusi Polri dan Kejaksaan RI pada saat penerapan keadilan restroratif dalam setiap tahapan penanganan perkara yang menjadi tanggung jawab dan wewenang masing-masing.
"Dalam kaitan tersebut, saya selaku Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan menyambut baik pelaksanaan Focus Group Discussion dengan tema 'Penyamaan Persepsi Aparat Penegak Hukum Terkait Penegakan Hukum Pidana dalam Perspektif Keadilan Restoratif' yang diinisiasi oleh Deputi Bidkoor Hukum dan HAM ini," terangnya.
Lebih lanjut, Mahfud mengharapkan dari forum tersebut menjadi sarana untuk menyatukan persepsi demi terwujudnya kesamaan paradigma aparat penegak hukum yang responsif terhadap perkembangan teori pemidanaan dan praktik penegakan hukum yang telah beralih dari retributif menuju restoratif. Sebab, perdebatan mengenai konsep pemidanaan yang sesuai untuk dipergunakan oleh sistem peradilan pidana mengacu kepada konsep keadilan.
Terdapat dua arus utama perspektif dalam melihat konsep keadilan, yaitu keadilan retributif dan keadilan restoratif. "Konsep pemidanaan dalam perspektif keadilan retributif mengacu pada tujuan penjatuhan pidana yaitu pembalasan, pencegahan, dan efek jera serta rehabilitasi. Dalam konsep ini, negara merupakan satu-satunya pranata yang berwenang untuk menjatuhkan pidana," tuturnya.
Sementara itu, perspektif keadilan restoratif menolak gagasan negara sebagai satu-satunya yang berhak menjatuhkan pidana. "Persoalan proporsionalitas kurang penting daripada konsiliasi dan penciptaan kedamaian, sejauh korban dan pelanggar percaya mereka telah menyelesaikan secara adil, meskipun terjadi perbedaan di antara kelompok pelanggar yang telah melakukan pelanggaran yang serupa. Kesamaan bukanlah bentuk keadilan yang hendak dicapai dalam proses pemidanaan," ucapnya.
Lihat Juga: Riwayat Kepolisian Ahmad Dofiri, Komisaris Jenderal Polisi yang Baru Diangkat Jadi Wakapolri
"Perlu diwaspadai adalah penerapan keadilan restoratif yang berpotensi menjadi sarana transaksional baru dalam penyelesaian perkara," kata Mahfud dalam Focus Grup Discussion (FGD) virtual, Kamis (4/11/2021).
Mahfud menegaskan apa yang dilakukan Polri, Kejaksaan RI dan Mahkamah Agung RI dalam penerapan keadilan restoratif tersebut, perlu disambut baik sebagai salah satu terobosan dalam mengatasi problematika dalam sistem peradilan pidana.
"Penerapan keadilan restoratif perlu kita sambut baik sebagai salah satu terobosan dalam mengatasi problematika dalam sistem peradilan pidana, antara lain dalam mengatasi luapan narapidana di lembaga pemasyarakatan karena hukuman penjara yang masih menjadi model penghukuman favorit dari peradilan," ucapnya.
Kemudian, Mahfud mengatakan dalam menerapkan keadilan restoratif hal lain yang perlu diperhatikan adalah koordinasi. Terutama antara institusi Polri dan Kejaksaan RI pada saat penerapan keadilan restroratif dalam setiap tahapan penanganan perkara yang menjadi tanggung jawab dan wewenang masing-masing.
"Dalam kaitan tersebut, saya selaku Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan menyambut baik pelaksanaan Focus Group Discussion dengan tema 'Penyamaan Persepsi Aparat Penegak Hukum Terkait Penegakan Hukum Pidana dalam Perspektif Keadilan Restoratif' yang diinisiasi oleh Deputi Bidkoor Hukum dan HAM ini," terangnya.
Lebih lanjut, Mahfud mengharapkan dari forum tersebut menjadi sarana untuk menyatukan persepsi demi terwujudnya kesamaan paradigma aparat penegak hukum yang responsif terhadap perkembangan teori pemidanaan dan praktik penegakan hukum yang telah beralih dari retributif menuju restoratif. Sebab, perdebatan mengenai konsep pemidanaan yang sesuai untuk dipergunakan oleh sistem peradilan pidana mengacu kepada konsep keadilan.
Terdapat dua arus utama perspektif dalam melihat konsep keadilan, yaitu keadilan retributif dan keadilan restoratif. "Konsep pemidanaan dalam perspektif keadilan retributif mengacu pada tujuan penjatuhan pidana yaitu pembalasan, pencegahan, dan efek jera serta rehabilitasi. Dalam konsep ini, negara merupakan satu-satunya pranata yang berwenang untuk menjatuhkan pidana," tuturnya.
Sementara itu, perspektif keadilan restoratif menolak gagasan negara sebagai satu-satunya yang berhak menjatuhkan pidana. "Persoalan proporsionalitas kurang penting daripada konsiliasi dan penciptaan kedamaian, sejauh korban dan pelanggar percaya mereka telah menyelesaikan secara adil, meskipun terjadi perbedaan di antara kelompok pelanggar yang telah melakukan pelanggaran yang serupa. Kesamaan bukanlah bentuk keadilan yang hendak dicapai dalam proses pemidanaan," ucapnya.
Lihat Juga: Riwayat Kepolisian Ahmad Dofiri, Komisaris Jenderal Polisi yang Baru Diangkat Jadi Wakapolri
(cip)
tulis komentar anda