Soal Panglima TNI Harus Bergilir Antarmatra, Demokrat: Beda Presiden, Beda Kebijakan
Selasa, 02 November 2021 - 16:36 WIB
JAKARTA - Surat Presiden (Surpres) dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) tentang calon Panglima TNI menjadi hal yang ditunggu-tunggu oleh DPR RI.
Pasalnya, Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto akan memasuki masa pensiun dalam hitungan hari. Banyak sekali pendapat bahwa Panglima TNI harus bergilir antarmatra.
Anggota Komisi I DPR RI Syarief Hasan mengatakan, pihaknya tidak bisa berandai-andai. Karena, semua calon dari Kepala Staf Angkatan di TNI sekarang ini bagus. Tapi, tentu sikap finalnya tergantung Presiden Jokowi.
“Finalnya sama Pak Presiden, kita tunggu aja, sabar aja,” kata Syarief di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (2/11/2021). Adapun keharusan bergiliran dan saat ini menjadi jatah Angkatan Laut (AL), menurut dia, itu kata orang. Yang jelas, soal Panglima TNI ini tergantung presiden, meskipun diakuinya ada pandangan-pandangan harus bergiliran antarmatra.
“Ya tergantung Pak Presiden lah, ada yang berpendapat siklusnya harus siapa, sekarang angkatan udara, harusnya siapa, sebelum ini siapa. analisanya kan begitu. Tapi, lagi-lagi kan keputusannya kembali kepada presiden,” terangnya.
Yang jelas, kata Wakil Ketua MPR RI ini, soal Panglima TNI ini karena hak prerogatif presiden dan DPR akan memproses siapa pun yang dicalonkan. Pastinya, berbeda presiden, akan berbeda juga kebijakannya. “Tentunya kita ikut presiden dong, itu kan hak prerogatifnya presiden. Saya pikir beda presiden, beda kebijakan,” ujar Anggota Majelis tinggi Partai Demokrat ini.
Soal isu ada adanya dua surat pencalonan, Syarief memastikan hal itu tidak benar. Menurut dia, hal itu tidak mungkin terjadi. “Ya nggak mungkin dong, satu dong. Satu, peluangnya sama pak Jokowi,” tegasnya.
Adapun tahapannya, Syarief menguraikan, setelah surpres masuk akan dibahas di rapat Badan Musyawarah (Bamus) DPR, kemudian dibacakan di Rapat Paripurna DPR untuk kemudian diserahkan ke Komisi I DPR untuk diuji kepatutan dan kelayakan, dan diberikan rekomendasi kepada Presiden. “Oiya, mungkin di Bamus dulu sebelum masuk paripurna, lalu dibacakan, kemudian dibahas Komisi I,” urainya.
Pasalnya, Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto akan memasuki masa pensiun dalam hitungan hari. Banyak sekali pendapat bahwa Panglima TNI harus bergilir antarmatra.
Anggota Komisi I DPR RI Syarief Hasan mengatakan, pihaknya tidak bisa berandai-andai. Karena, semua calon dari Kepala Staf Angkatan di TNI sekarang ini bagus. Tapi, tentu sikap finalnya tergantung Presiden Jokowi.
“Finalnya sama Pak Presiden, kita tunggu aja, sabar aja,” kata Syarief di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (2/11/2021). Adapun keharusan bergiliran dan saat ini menjadi jatah Angkatan Laut (AL), menurut dia, itu kata orang. Yang jelas, soal Panglima TNI ini tergantung presiden, meskipun diakuinya ada pandangan-pandangan harus bergiliran antarmatra.
Baca Juga
“Ya tergantung Pak Presiden lah, ada yang berpendapat siklusnya harus siapa, sekarang angkatan udara, harusnya siapa, sebelum ini siapa. analisanya kan begitu. Tapi, lagi-lagi kan keputusannya kembali kepada presiden,” terangnya.
Yang jelas, kata Wakil Ketua MPR RI ini, soal Panglima TNI ini karena hak prerogatif presiden dan DPR akan memproses siapa pun yang dicalonkan. Pastinya, berbeda presiden, akan berbeda juga kebijakannya. “Tentunya kita ikut presiden dong, itu kan hak prerogatifnya presiden. Saya pikir beda presiden, beda kebijakan,” ujar Anggota Majelis tinggi Partai Demokrat ini.
Soal isu ada adanya dua surat pencalonan, Syarief memastikan hal itu tidak benar. Menurut dia, hal itu tidak mungkin terjadi. “Ya nggak mungkin dong, satu dong. Satu, peluangnya sama pak Jokowi,” tegasnya.
Adapun tahapannya, Syarief menguraikan, setelah surpres masuk akan dibahas di rapat Badan Musyawarah (Bamus) DPR, kemudian dibacakan di Rapat Paripurna DPR untuk kemudian diserahkan ke Komisi I DPR untuk diuji kepatutan dan kelayakan, dan diberikan rekomendasi kepada Presiden. “Oiya, mungkin di Bamus dulu sebelum masuk paripurna, lalu dibacakan, kemudian dibahas Komisi I,” urainya.
(cip)
tulis komentar anda