Menelaah Lebih Jauh Stereotip Gender Sejak Anak-Anak
Sabtu, 23 Oktober 2021 - 09:07 WIB
Dr Muhammad Sufyan Abdurrahman
Dosen Digital PR Telkom University & Esti Fauziyah, Alumni Digital PR Telkom University
AKHIR-akhir ini, stereotip mengenai perbedaan gender di masyarakat menjadi perbincangan yang sering muncul. Jika pada zaman dahulu yang hanya dapat memakai rok adalah perempuan dan celana untuk laki-laki, kini sering dijumpai perempuan yang menyerupai laki-laki begitupun sebaliknya.
baca juga: Menteri PPPA: Pembangunan di Indonesia Masih Belum Perhatikan Kesetaraan Gender
Perubahan yang seperti ini tentu tidak semua masyarakat dapat menerimanya, tetap saja ada pihak yang pro dan kontra terhadap perubahan ini. Stereotip gender yang sudah berkembang dalam berbagai budaya menunjukkan bahwa masyarakat memberikan perlakuan berbeda terhadap laki-laki dan perempuan. Tidak hanya pakaian, ketidaksetaraan gender juga membatasi perempuan terhadap pendidikan, pekerjaan, serta potensi yang dimiliki setiap individu.
baca juga: Jangan Diremehkan, Transgender Ini Resmi Dilantik Jadi Laksamana Bintang Empat
Berkaca pada keadaan yang sebenarnya, banyak masyarakat yang masih memiliki persepsi bahwa memasak, mengurus rumah, mengasuh anak adalah pekerjaan perempuan. Sedangkan laki-laki berperan dalam mencari nafkah dan pemimpin keluarga. Begitupun dalam hal hobi, perempuan diharapkan lebih terlibat dalam bidang seni, bahasa serta keperawatan, dan laki-laki diharapkan lebih terlibat dalam kegiatan olahraga, teknik, dan mesin. Akibatnya, banyak individu yang merasa terbatasi hanya karena stereotip yang ada.
Meskipun stereotip memiliki sifat-sifat positif, tetapi stereotip berupa sifat negatif lebih banyak dihasilkan dan digunakan untuk membenarkan diskriminasi terhadap individu ataupun anggota kelompok tertentu. Walaupun pada dasarnya stereotip mengeneralisasikan suatu individu atapun anggota kelompok, namun bisa saja stereotip ini menjadi akurat dan tidak akurat. Maka dari itu, perlu dilakukan upaya untuk memperbaiki persepsi masyarakat mengenai stereotip gender ini.
Dosen Digital PR Telkom University & Esti Fauziyah, Alumni Digital PR Telkom University
AKHIR-akhir ini, stereotip mengenai perbedaan gender di masyarakat menjadi perbincangan yang sering muncul. Jika pada zaman dahulu yang hanya dapat memakai rok adalah perempuan dan celana untuk laki-laki, kini sering dijumpai perempuan yang menyerupai laki-laki begitupun sebaliknya.
baca juga: Menteri PPPA: Pembangunan di Indonesia Masih Belum Perhatikan Kesetaraan Gender
Perubahan yang seperti ini tentu tidak semua masyarakat dapat menerimanya, tetap saja ada pihak yang pro dan kontra terhadap perubahan ini. Stereotip gender yang sudah berkembang dalam berbagai budaya menunjukkan bahwa masyarakat memberikan perlakuan berbeda terhadap laki-laki dan perempuan. Tidak hanya pakaian, ketidaksetaraan gender juga membatasi perempuan terhadap pendidikan, pekerjaan, serta potensi yang dimiliki setiap individu.
baca juga: Jangan Diremehkan, Transgender Ini Resmi Dilantik Jadi Laksamana Bintang Empat
Berkaca pada keadaan yang sebenarnya, banyak masyarakat yang masih memiliki persepsi bahwa memasak, mengurus rumah, mengasuh anak adalah pekerjaan perempuan. Sedangkan laki-laki berperan dalam mencari nafkah dan pemimpin keluarga. Begitupun dalam hal hobi, perempuan diharapkan lebih terlibat dalam bidang seni, bahasa serta keperawatan, dan laki-laki diharapkan lebih terlibat dalam kegiatan olahraga, teknik, dan mesin. Akibatnya, banyak individu yang merasa terbatasi hanya karena stereotip yang ada.
Meskipun stereotip memiliki sifat-sifat positif, tetapi stereotip berupa sifat negatif lebih banyak dihasilkan dan digunakan untuk membenarkan diskriminasi terhadap individu ataupun anggota kelompok tertentu. Walaupun pada dasarnya stereotip mengeneralisasikan suatu individu atapun anggota kelompok, namun bisa saja stereotip ini menjadi akurat dan tidak akurat. Maka dari itu, perlu dilakukan upaya untuk memperbaiki persepsi masyarakat mengenai stereotip gender ini.
tulis komentar anda