Hasto Tegaskan PDIP Tolak Jabatan Presiden Tiga Periode
Sabtu, 18 September 2021 - 15:24 WIB
JAKARTA - PDI Perjuangan (PDIP) memastikan tidak menginginkan adanya aturan yang mengizinkan jabatan presiden tiga periode dan juga menolak penambahan masa kedudukan kepala negara lebih dari sepuluh tahun. PDIP juga menekankan calon presiden dan calon wakil presiden yang akan diusung pada 2024 tergantung hasil kontemplasi Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri di masa yang akan datang.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto mengatakan usulan amendemen terbatas Undang-Undang Dasar 1945 yang dilakukan pihaknya hanya menekankan soal Garis Besar Haluan Negara (GBHN). Dia memastikan PDIP dan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak menginginkan jabatan kepala negara ditambah masanya atau bisa diduduki tiga periode.
"PDI Perjuangan sejak awal taat pada konstitusi dan Pak Jokowi sudah menegaskan berulang kali. Karena ketika Bapak Jokowi dilantik sebagai presiden, salah satu sumpahnya di Jabatan itu menegaskan untuk taat kepada perintah konstitusi dan menjalankan konstitusi dengan selurus-lurusnya. Sehingga tidak ada gagasan dari PDI Perjuangan tentang jabatan presiden tiga periode atau perpanjangan masa jabatan," kata Hasto, Sabtu (18/9/2021).
Politikus asal Yogyakarta itu menilai konstitusi negara sudah memuat seluruh landasan falsafah kehidupan berbangsa. Di dalamnya diatur tata pemerintahan yang baik agar seluruh sendi-sendi kehidupan di dalam mengelola negara tetap mengabdikan diri kepada kepentingan Tanah Air. Hasto juga menyadari Presiden Jokowi merupakan sosok pemimpin yang merakyat, mampu bekerja dengan baik, berprestasi, dan visioner. Namun, pekerjaan rumah PDIP bukan mengenai sosok, melainkan melanjutkan estafet pembangunan yang sudah ditinggalkan oleh Presiden Jokowi kelak.
Justru, PDIP ingin meletakkan pembangunan yang dilakukan era Presiden Jokowi bisa menjadi haluan negara. PDI Perjuangan juga mengesampingkan adanya pembahasan calon presiden di internal partai dengan maksud berkontribusi pada pemerintahan Presiden Jokowi di masa pandemi ini.
"Kita punya jejak sejarah pada abad ke tujuh, yaitu pembangunan Candi Borobudur. Itu dibangun seratus tahun. Kami pun menginginkan pembangunan negara berkelanjutan. Kalau dulu bisa, mengapa sekarang tidak bisa. Sekarang karena kita tidak punya haluan, maka ganti kepemimpinan, berganti juga kebijakannya," kata Hasto.
Hasto menuturkan PDI Perjuangan saat ini fokus pada kaderisasi dan bekerja untuk rakyat. Meski demikian, akan tiba waktunya PDI Perjuangan untuk menentukan siapa calon presiden atau calon wakil presiden yang diusung. Seluruh kader PDI Perjuangan tentu akan menyerahkannya kepada Megawati. Hasto meyakini Presiden ke 5 RI itu akan memilih pemimpin nasional dengan melakukan kontemplasi, mendengarkan suara rakyat, dan mempertimbangkan banyak aspek strategis.
"Untuk menjadi presiden, wakil presiden, atau menteri sekalipun, keyakinan spiritual PDI Perjuangan selalu ada campur tangan Yang di Atas. Selalu ada suara arus bawah, suara rakyat yang kemudian terakumulasi membentuk keyakinan," jelas dia.
Alumnus Universitas Gajah Mada (UGM) itu juga menyadari sejumlah lembaga survei sudah merilis hasil riset mengenai elektabilitas beberapa kader PDI Perjuagan. Namun, Hasto memastikan partainya tidak akan menjadikan elektabilitas seseorang sebagai alat ukur. Hasto mengingat pesan Megawati bahwa menjadi presiden itu mudah, tetapi menjadi pemimpin yang sangat sulit. Sebab, di tangannya bergantung hajat hidup 270 juta lebih rakyat Indonesia.
"Untuk menjadi presiden, banyak faktornya. Bagi Bu Mega hal tersebut juga dilakukan dengan kontemplasi, memohon petunjuk Tuhan Yang Maha Kuasa, Allah SWT. Karena itulah tradisi itu dijalani Bu Mega. Dalam kongres juga disebutkan itu hak prerogatif Bu Mega sehingga pada waktunya pasti diumumkan calonnya," ujar Hasto.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto mengatakan usulan amendemen terbatas Undang-Undang Dasar 1945 yang dilakukan pihaknya hanya menekankan soal Garis Besar Haluan Negara (GBHN). Dia memastikan PDIP dan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak menginginkan jabatan kepala negara ditambah masanya atau bisa diduduki tiga periode.
"PDI Perjuangan sejak awal taat pada konstitusi dan Pak Jokowi sudah menegaskan berulang kali. Karena ketika Bapak Jokowi dilantik sebagai presiden, salah satu sumpahnya di Jabatan itu menegaskan untuk taat kepada perintah konstitusi dan menjalankan konstitusi dengan selurus-lurusnya. Sehingga tidak ada gagasan dari PDI Perjuangan tentang jabatan presiden tiga periode atau perpanjangan masa jabatan," kata Hasto, Sabtu (18/9/2021).
Baca Juga
Politikus asal Yogyakarta itu menilai konstitusi negara sudah memuat seluruh landasan falsafah kehidupan berbangsa. Di dalamnya diatur tata pemerintahan yang baik agar seluruh sendi-sendi kehidupan di dalam mengelola negara tetap mengabdikan diri kepada kepentingan Tanah Air. Hasto juga menyadari Presiden Jokowi merupakan sosok pemimpin yang merakyat, mampu bekerja dengan baik, berprestasi, dan visioner. Namun, pekerjaan rumah PDIP bukan mengenai sosok, melainkan melanjutkan estafet pembangunan yang sudah ditinggalkan oleh Presiden Jokowi kelak.
Justru, PDIP ingin meletakkan pembangunan yang dilakukan era Presiden Jokowi bisa menjadi haluan negara. PDI Perjuangan juga mengesampingkan adanya pembahasan calon presiden di internal partai dengan maksud berkontribusi pada pemerintahan Presiden Jokowi di masa pandemi ini.
Baca Juga
"Kita punya jejak sejarah pada abad ke tujuh, yaitu pembangunan Candi Borobudur. Itu dibangun seratus tahun. Kami pun menginginkan pembangunan negara berkelanjutan. Kalau dulu bisa, mengapa sekarang tidak bisa. Sekarang karena kita tidak punya haluan, maka ganti kepemimpinan, berganti juga kebijakannya," kata Hasto.
Hasto menuturkan PDI Perjuangan saat ini fokus pada kaderisasi dan bekerja untuk rakyat. Meski demikian, akan tiba waktunya PDI Perjuangan untuk menentukan siapa calon presiden atau calon wakil presiden yang diusung. Seluruh kader PDI Perjuangan tentu akan menyerahkannya kepada Megawati. Hasto meyakini Presiden ke 5 RI itu akan memilih pemimpin nasional dengan melakukan kontemplasi, mendengarkan suara rakyat, dan mempertimbangkan banyak aspek strategis.
"Untuk menjadi presiden, wakil presiden, atau menteri sekalipun, keyakinan spiritual PDI Perjuangan selalu ada campur tangan Yang di Atas. Selalu ada suara arus bawah, suara rakyat yang kemudian terakumulasi membentuk keyakinan," jelas dia.
Alumnus Universitas Gajah Mada (UGM) itu juga menyadari sejumlah lembaga survei sudah merilis hasil riset mengenai elektabilitas beberapa kader PDI Perjuagan. Namun, Hasto memastikan partainya tidak akan menjadikan elektabilitas seseorang sebagai alat ukur. Hasto mengingat pesan Megawati bahwa menjadi presiden itu mudah, tetapi menjadi pemimpin yang sangat sulit. Sebab, di tangannya bergantung hajat hidup 270 juta lebih rakyat Indonesia.
"Untuk menjadi presiden, banyak faktornya. Bagi Bu Mega hal tersebut juga dilakukan dengan kontemplasi, memohon petunjuk Tuhan Yang Maha Kuasa, Allah SWT. Karena itulah tradisi itu dijalani Bu Mega. Dalam kongres juga disebutkan itu hak prerogatif Bu Mega sehingga pada waktunya pasti diumumkan calonnya," ujar Hasto.
(cip)
tulis komentar anda