Menyiapkan Ekosistem Baru bagi Generasi Muda PNS
Rabu, 01 September 2021 - 15:57 WIB
Husni Rohman
Perencana Madya, Kementerian PPN/Bappenas
PADA 2 September besok peserta seleksi Calon Aparatur Sipil Negara (CASN) 2021 akan melaksanakan tes seleksi kompetensi dasar (SKD) yang merupakan salah satu rangkaian seleksi penerimaan CASN. Jumlah pelamar CASN 2021, berdasarkan data Badan Kepegawaian Negara (BKN), tercatat 4,5 juta orang, terdiri atas ±3,5 juta pelamar calon pegawai negeri sipil (CPNS) dan ± 1 juta pelamar pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK). Sebanyak 4,5 juta pelamar tersebut akan memperebutkan ± 700.000 formasi yang tersebar di 564 instansi pemerintah, baik kementerian/lembaga, maupun pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota. Dari sekian banyak pelamar tersebut, ± 2,2 juta peserta telah lolos seleksi administrasi dan akan mengikuti rangkaian tes, yang dimulai 2 September 2021.
Besarnya jumlah pelamar memperlihatkan bahwa profesi sebagai PNS masih diminati oleh banyak generasi muda, walaupun beberapa kalangan menganggap bahwa kultur dan pola kerja birokrasi tidak cocok dengan karakter generasi muda yang cenderung straight-forward, fleksibel, dan tidak suka rutinitas. Merujuk beberapa studi dalam administrasi publik, beberapa hal yang menjadi motivasi bagi individu untuk bekerja sebagai pegawai pemerintah, antara lain karena keinginan untuk terlibat dalam proses pembuatan kebijakan publik (policy makin process), serta keinginan untuk melayani kepentingan umum (serving public interest).
Dalam konteks kekinian, apakah motivasi normatif seperti itu masih relevan? Menjadi menarik ketika sebuah akun Instragram bernama @liputankerja belum lama ini mengunggah gambar/ilustrasi yang sifatnya karikatural, namun tampaknya justru sangat relevan dengan konteks kita. Gambar tersebut menunjukkan beberapa keuntungan menjadi PNS, dari “mudah ambil cicilan”, “disukai calon mertua”, “terlihat mapan”, sampai “terjamin saat hari tua”. Walapun terlihat seperti stereotyping, faktanya atribut-atribut seperti itu yang pertama muncul ketika kita mendengar istilah PNS.
Akan tetapi, belum lama ini fakta terbaru dari survei yang dilaksanakan oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB) sungguh menarik. Survei yang melibatkan ± 15.000 responden menghasilkan fakta bahwa motivasi terbesar individu untuk menjadi PNS berturut-turut adalah karena ingin berkontribusi terhadap negara (84%), peningkatan kesejahteraan (51%), dan pengembangkan karier (49%). Temuan ini sejalan dengan hasil penelitian di level global tentang perbedaan motivasi individu yang bekerja di sektor publik/pemerintahan dengan yang bekerja di sektor privat/swasta. Pegawai pemerintah di 28 dari 30 negara yang diteliti menyampaikan bahwa motivasi terbesar adalah keinginan memberikan pelayanan kepada masyarakat (Bullock, Stritch, Rainey, 2015).
Motivasi yang begitu luhur tersebut dapat dipelihara dan diperkuat jika ada ekosistem yang kondusif dalam tubuh birokrasi. Untuk itu, pemerintah sedang melakukan pembenahan manajemen kepegawaian di lingkungan birokrasi, yang meliputi tiga aspek utama, yaitu pengembangan manajemen talenta PNS, perbaikan mekanisme penilaian kinerja PNS, dan perbaikan kesejahteraan PNS.
Pertama, manajemen talenta PNS. Agenda inimerupakan penerjemahan agenda prioritas Presiden Joko Widodo untuk membangun SDM pekerja keras yang dinamis, produktif, terampil, dan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), termasuk ASN. Pemerintah sedang menyiapkan sistem manajemen talenta sebagai mekanisme untuk mengoptimalkan peran PNS-PNS berprestasi dalam transformasi birokrasi pemerintahan. PNS-PNS bertalenta ini akan diproyeksikan menjadi tulang punggung organisasi dan berperan sebagai role model bagi PNS generasi mendatang. Para PNS dari beragam profesi, seperti peneliti, guru, dosen, auditor, dokter, bidan, analisis kebijakan, penyuluh pertanian, dan sebagainya, yang telah terbukti berkontribusi signifikan bagi organisasi dan masyarakat, perlu diberi ruang agar mampu mendorong perubahan di birokrasi.
Kedua, penilaian kinerja PNS. Sudah sejak lama atribut “pemalas” menempel di individu PNS. Terlepas banyaknya prestasi yang diraih ataupun kontribusi yang diberikan oleh PNS-PNS lain, atribut ini seolah menutupi nilai-nilai positif tersebut. Memang harus diakui bahwa penilaian kinerja PNS belum berjalan sempurna dan terus diperbaiki secara bertahap. Perbaikan-perbaikan itu diarahkan untuk menghilangkan lelucon PGPS (Pinter Goblok Penghasilan Sama) yang selama ini menjadi semboyan di kalangan PNS. Ke depan, penilaian kinerja akan menjadi dasar untuk memberikan reward and punishment, serta mengembangkan karier seorang PNS. Untuk itu, penilaian kinerja ini juga akan sangat terkait dengan pembenahan aspek-aspek lain, seperti sistem pengembangan kompetensi, sistem pola karir, dan tentu saja sistem penghargaan.
Ketiga, aspek penghargaan bagi PNS. Ini cukup pelik karena jangankan diberi penghargaan, masyarakat mungkin akan lebih setuju jika para PNS dihukum karena kemalasan mereka. Sekali lagi, tidak semua PNS seperti itu karena banyak PNS yang berkinerja baik, berprestasi dan berkontribusi bagi masyarakat. PNS-PNS tersebut yang akan diberi penghargaan sesuai dengan kinerja yang dicapai.
Bentuk penghargaan atau kompensasi berupa insentif finansial maupun non-finansial. Hasil kajian Lembaga Administrasi Negara pada 2020, menyimpulkan bahwa kompensasi yang menerapkan asas keadilan mampu memotivasi kinerja pegawai. Sistem penghargaan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja individu (Gibson, 2008).
Tiga aspek perubahan tersebut merupakan bagian dari reformasi manajemen kepegawaian secara keseluruhan, mulai dari pengadaan CPNS, pengembangan karier, penggajian, sampai sistem pensiun. Kita telah melihat perubahan signifkan di beberapa aspek tersebut, seperti transparansi dalam pengadaan CPNS, rekrutmen terbuka untuk jabatan pimpinan tinggi, hingga masuknya kalangan profesional dalam jabatan-jabatan tertentu dalam birokrasi. Kabar-kabar baik tersebut perlu diperbanyak sehingga gairah perubahan yang dibawa generasi muda untuk ikut berkontribusi kepada negara dan masyarakat melalui jalur birokrasi dapat tersalurkan, terpelihara, dan terwujud.
Perencana Madya, Kementerian PPN/Bappenas
PADA 2 September besok peserta seleksi Calon Aparatur Sipil Negara (CASN) 2021 akan melaksanakan tes seleksi kompetensi dasar (SKD) yang merupakan salah satu rangkaian seleksi penerimaan CASN. Jumlah pelamar CASN 2021, berdasarkan data Badan Kepegawaian Negara (BKN), tercatat 4,5 juta orang, terdiri atas ±3,5 juta pelamar calon pegawai negeri sipil (CPNS) dan ± 1 juta pelamar pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK). Sebanyak 4,5 juta pelamar tersebut akan memperebutkan ± 700.000 formasi yang tersebar di 564 instansi pemerintah, baik kementerian/lembaga, maupun pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota. Dari sekian banyak pelamar tersebut, ± 2,2 juta peserta telah lolos seleksi administrasi dan akan mengikuti rangkaian tes, yang dimulai 2 September 2021.
Besarnya jumlah pelamar memperlihatkan bahwa profesi sebagai PNS masih diminati oleh banyak generasi muda, walaupun beberapa kalangan menganggap bahwa kultur dan pola kerja birokrasi tidak cocok dengan karakter generasi muda yang cenderung straight-forward, fleksibel, dan tidak suka rutinitas. Merujuk beberapa studi dalam administrasi publik, beberapa hal yang menjadi motivasi bagi individu untuk bekerja sebagai pegawai pemerintah, antara lain karena keinginan untuk terlibat dalam proses pembuatan kebijakan publik (policy makin process), serta keinginan untuk melayani kepentingan umum (serving public interest).
Dalam konteks kekinian, apakah motivasi normatif seperti itu masih relevan? Menjadi menarik ketika sebuah akun Instragram bernama @liputankerja belum lama ini mengunggah gambar/ilustrasi yang sifatnya karikatural, namun tampaknya justru sangat relevan dengan konteks kita. Gambar tersebut menunjukkan beberapa keuntungan menjadi PNS, dari “mudah ambil cicilan”, “disukai calon mertua”, “terlihat mapan”, sampai “terjamin saat hari tua”. Walapun terlihat seperti stereotyping, faktanya atribut-atribut seperti itu yang pertama muncul ketika kita mendengar istilah PNS.
Akan tetapi, belum lama ini fakta terbaru dari survei yang dilaksanakan oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB) sungguh menarik. Survei yang melibatkan ± 15.000 responden menghasilkan fakta bahwa motivasi terbesar individu untuk menjadi PNS berturut-turut adalah karena ingin berkontribusi terhadap negara (84%), peningkatan kesejahteraan (51%), dan pengembangkan karier (49%). Temuan ini sejalan dengan hasil penelitian di level global tentang perbedaan motivasi individu yang bekerja di sektor publik/pemerintahan dengan yang bekerja di sektor privat/swasta. Pegawai pemerintah di 28 dari 30 negara yang diteliti menyampaikan bahwa motivasi terbesar adalah keinginan memberikan pelayanan kepada masyarakat (Bullock, Stritch, Rainey, 2015).
Motivasi yang begitu luhur tersebut dapat dipelihara dan diperkuat jika ada ekosistem yang kondusif dalam tubuh birokrasi. Untuk itu, pemerintah sedang melakukan pembenahan manajemen kepegawaian di lingkungan birokrasi, yang meliputi tiga aspek utama, yaitu pengembangan manajemen talenta PNS, perbaikan mekanisme penilaian kinerja PNS, dan perbaikan kesejahteraan PNS.
Pertama, manajemen talenta PNS. Agenda inimerupakan penerjemahan agenda prioritas Presiden Joko Widodo untuk membangun SDM pekerja keras yang dinamis, produktif, terampil, dan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), termasuk ASN. Pemerintah sedang menyiapkan sistem manajemen talenta sebagai mekanisme untuk mengoptimalkan peran PNS-PNS berprestasi dalam transformasi birokrasi pemerintahan. PNS-PNS bertalenta ini akan diproyeksikan menjadi tulang punggung organisasi dan berperan sebagai role model bagi PNS generasi mendatang. Para PNS dari beragam profesi, seperti peneliti, guru, dosen, auditor, dokter, bidan, analisis kebijakan, penyuluh pertanian, dan sebagainya, yang telah terbukti berkontribusi signifikan bagi organisasi dan masyarakat, perlu diberi ruang agar mampu mendorong perubahan di birokrasi.
Kedua, penilaian kinerja PNS. Sudah sejak lama atribut “pemalas” menempel di individu PNS. Terlepas banyaknya prestasi yang diraih ataupun kontribusi yang diberikan oleh PNS-PNS lain, atribut ini seolah menutupi nilai-nilai positif tersebut. Memang harus diakui bahwa penilaian kinerja PNS belum berjalan sempurna dan terus diperbaiki secara bertahap. Perbaikan-perbaikan itu diarahkan untuk menghilangkan lelucon PGPS (Pinter Goblok Penghasilan Sama) yang selama ini menjadi semboyan di kalangan PNS. Ke depan, penilaian kinerja akan menjadi dasar untuk memberikan reward and punishment, serta mengembangkan karier seorang PNS. Untuk itu, penilaian kinerja ini juga akan sangat terkait dengan pembenahan aspek-aspek lain, seperti sistem pengembangan kompetensi, sistem pola karir, dan tentu saja sistem penghargaan.
Ketiga, aspek penghargaan bagi PNS. Ini cukup pelik karena jangankan diberi penghargaan, masyarakat mungkin akan lebih setuju jika para PNS dihukum karena kemalasan mereka. Sekali lagi, tidak semua PNS seperti itu karena banyak PNS yang berkinerja baik, berprestasi dan berkontribusi bagi masyarakat. PNS-PNS tersebut yang akan diberi penghargaan sesuai dengan kinerja yang dicapai.
Bentuk penghargaan atau kompensasi berupa insentif finansial maupun non-finansial. Hasil kajian Lembaga Administrasi Negara pada 2020, menyimpulkan bahwa kompensasi yang menerapkan asas keadilan mampu memotivasi kinerja pegawai. Sistem penghargaan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja individu (Gibson, 2008).
Tiga aspek perubahan tersebut merupakan bagian dari reformasi manajemen kepegawaian secara keseluruhan, mulai dari pengadaan CPNS, pengembangan karier, penggajian, sampai sistem pensiun. Kita telah melihat perubahan signifkan di beberapa aspek tersebut, seperti transparansi dalam pengadaan CPNS, rekrutmen terbuka untuk jabatan pimpinan tinggi, hingga masuknya kalangan profesional dalam jabatan-jabatan tertentu dalam birokrasi. Kabar-kabar baik tersebut perlu diperbanyak sehingga gairah perubahan yang dibawa generasi muda untuk ikut berkontribusi kepada negara dan masyarakat melalui jalur birokrasi dapat tersalurkan, terpelihara, dan terwujud.
(bmm)
tulis komentar anda