Pemerintah Teken Perjanjian Timbal Balik Hukum Pidana dengan Rusia, Ini Alasannya

Rabu, 01 September 2021 - 15:03 WIB
Menkumham Yasonna H Laoly saat Raker dengan Komisi III DPR. Foto/SINDOnews
JAKARTA - Dalam Rapat Kerja (Raker) dengan Komisi III DPR, Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna H Laoly sebagai perwakilan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjelaskan mengenai dasar dan landasan RI membuat Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perjanjian Bantuan Hukum Timbal Balik RI dan Federasi Rusia dalam Masalah Pidana/Mutual Legal Assistance (MLA) in Criminal Matters.

“Sebagaimana diketahui RUU telah disampaikan Presiden melalui Ketua DPR tanggal 8 Juni 2021 dan di dalam surat tersebut preaiden menugaskan Menlu dan Menkumham baik sendiri-sendiri atau bersama-sama untuk mewakili presiden melakukan pembahasan RUU ini,” kata Yasonna di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (1/9/2021).

Dalam rangka mewujudkan tujuan negara dalam alinea ke-4 Pembukaan UUD 1945, Yasonna melanjutkan, Indonesia memiliki komitmen yang kukuh untuk melaksanakan penegakan hukum terhadap kejahatan lintas negara melalui perjanjian internasional. Kerja sama hukum lintas negara semakin penting seiring dengan meningkatnya hubungan antar negara seperti investasi, perdagangan, kerja sama di bidang perbankan dan didukung teknologi informasi yang berkembang pesat dan canggih. “Kerja sama di bidang hukum diharapkan akan dapat memberikan kepastian hukum dan meningkatkan perlindungan antara investor dan pelaku usaha asing di Indonesia maupun pelaku usaha di luar negeri,” paparnya.



Menurut politikus PDIP ini, hal ini mencerminkan negara hadir untuk kepentingan warga negara Indonesia (WNI) dan badan hukum Indonesia. Di samping itu, untuk menanggulangi berbagai kejahatan termasuk lintas negara yang cenderung meningkat seiring dengan meningkatnya interaksi antar masyarakat. Para pelaku kejahatan seringkali memanfaatkan celah perbedaan hukum dan sistem antara negara dan keterbatasan yuridiksi untuk pelaku tindak pidana. “Kerja sama hukum yang dimaksud dalam hal ini melalui mekanisme bantuan hukum timbal balik dalam hukum pidana akan menjadi insrumen yang mampu menjawab keterbatasan yuridiksi dan perbedaan sistem hukum,” ujar Yasonna.

Mantan politikus Senayan ini menuturkan, pemerintah memandang penting pembentukan perjanjian bilateral antara RI dan Federasi Rusia untuk mendukung kemutraan strategis antara kedua negara yang diharapkan dapat segera ditandatangani antara kedua negara, hubungan diplomatik anatar kedua negara telah terjalin sejak 1950. Sebagai anggota tetap Dewan Keamanan (DK) PBB, Federasi Rusia pada saat itu masih tergabung dalam Uni Soviet seringkali mengangkat masalah Indonesia dan menuntut PBB untuk menghentikan agresi militer Belanda. Juga mengimbau dunia internasional untuk mengakui Indonesia sebagai negara merdeka.

Selain itu, sambung dia, Federasi Rusia juga mendukung RI dalam merebut kembali Irian Barat. Federasi Rusia memiliki peran strategis mengingat posisinya sebagai negara G20 dan memiliki pengaruh di Geo Politik dan Geo Ekonomi yang penting di kawasan Eropa Timur. Bagi Indonesia, Federasi Rusia adalah mitra dagang terbesar di Eropa Timur.

“Pada 2020, nilai ekspor Indoensia mencapai USD 1,93 miliar dengan tren peningkatan perdagangan selama 5 tahun terakhir sebesar rata-rata 7,78% per tahun,” imbuhnya.

Sementara itu, Yasonna menambahkan, Indonesia menjadi salah satu tujuan investasi Rusia. Seperti investasi kilang minyak USD 16 miliar di Tuban. Perjanjian hukum timbal balik tentang masalah pidana dengan negara-negara strategis akan mendukung upaya pemerintah untuk menjadi anggota Financial Action Tax Force (FATF) yang merupakan organisasi dunia untuk menerapkan standar pelaksanaan yang efektif dalam upaya tindak pidana pencucian uang, pendanaan teorisme dan ancaman lainnya terkait integritas sistem keuangan internasional.

“Keanggotaan Indonesia dalam FATF akan meningkatkan persepsi positif Indonesia dalam hal ini menjadi tujuan bisnis dan investasi diharapkan dapat memberikan kontribusi penting dalam memberikan kemudahan berusaha yang pada saat ini Indonesia masih berada pada tingkat ke-73 dan diharapkan ada pada peringkat di bawah 40,” ungkapnya.
(cip)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More