Arsitek Wajib Miliki STRA, Ini Penjelasan Dewan Arsitek Indonesia
Jum'at, 13 Agustus 2021 - 17:11 WIB
JAKARTA - Sekretaris Dewan Arsitek Indonesia (DAI) , Steve J Manahampi menegaskan bahwa setiap orang yang berprofesi sebagai arsitek wajib memiliki Surat Tanda Registrasi Arsitek (STRA). Ketentuan ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2017 tentang Arsitek.
Menurut Steve, STRA merupakan bukti tertulis untuk dapat melakukan praktik arsitek. Pemegang STRA bertanggung jawab, baik secara moril maupun materiil, atas aspek keandalan dan keselamatan pada bangunan yang dirancangnya.
"Tanggung jawab ini berlaku di hadapan hukum, sehingga dapat memberikan perlindungan kepada masyarakat juga terhadap karya arsitektur Indonesia," kata Steve dalam keterangan tertulisnya, Jumat (13/8/2021).
Baca juga: Govindan Gopalakrishnan, Pria Hindu yang Arsiteki Puluhan Masjid
Dijelaskan Steve, kewajiban seorang arsitek memiliki STRA mulai berlaku Februari 2021, sejak Presiden Jokowi menandatangani Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2017 tentang Arsitek dan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Selain syarat dan tata cara penerbitan STRA, beleid tersebut juga mengatur tentang sanksi bagi seseorang yang melakukan praktik arsitek tanpa memiliki STRA.
Berdasarkan aturan tersebut, kata Steve, penerbitan maupun pengenaan sanksi terkait STRA dilakukan oleh Dewan Arsitek Indonesia (DAI) yang telah dikukuhkan oleh Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono pada 3 Desember 2020. Anggota DAI merupakan perwakilan dari unsur anggota organisasi profesi, pengguna jasa arsitek serta perguruan tinggi.
"Sembilan anggota DAI ini adalah Aswin Indraprastha, Bambang Eryudawan, Didi Haryadi, Gunawan Tjahjono, Karnaya, Lana Winayanti, Sonny Sutanto, Steve J Manahampi, dan Yuswadi Saliya," katanya.
Baca juga: Hadiri Musda ke-13, Ridwan Kamil Ajak Gapensi Kembangkan Ilmu Arsitektur Baru
Menurut Steve, STRA merupakan bukti tertulis untuk dapat melakukan praktik arsitek. Pemegang STRA bertanggung jawab, baik secara moril maupun materiil, atas aspek keandalan dan keselamatan pada bangunan yang dirancangnya.
"Tanggung jawab ini berlaku di hadapan hukum, sehingga dapat memberikan perlindungan kepada masyarakat juga terhadap karya arsitektur Indonesia," kata Steve dalam keterangan tertulisnya, Jumat (13/8/2021).
Baca juga: Govindan Gopalakrishnan, Pria Hindu yang Arsiteki Puluhan Masjid
Dijelaskan Steve, kewajiban seorang arsitek memiliki STRA mulai berlaku Februari 2021, sejak Presiden Jokowi menandatangani Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2017 tentang Arsitek dan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Selain syarat dan tata cara penerbitan STRA, beleid tersebut juga mengatur tentang sanksi bagi seseorang yang melakukan praktik arsitek tanpa memiliki STRA.
Berdasarkan aturan tersebut, kata Steve, penerbitan maupun pengenaan sanksi terkait STRA dilakukan oleh Dewan Arsitek Indonesia (DAI) yang telah dikukuhkan oleh Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono pada 3 Desember 2020. Anggota DAI merupakan perwakilan dari unsur anggota organisasi profesi, pengguna jasa arsitek serta perguruan tinggi.
"Sembilan anggota DAI ini adalah Aswin Indraprastha, Bambang Eryudawan, Didi Haryadi, Gunawan Tjahjono, Karnaya, Lana Winayanti, Sonny Sutanto, Steve J Manahampi, dan Yuswadi Saliya," katanya.
Baca juga: Hadiri Musda ke-13, Ridwan Kamil Ajak Gapensi Kembangkan Ilmu Arsitektur Baru
tulis komentar anda