Rektor UI Mundur dari Komisaris BRI Harus Jadi Momentum Pembatalan Revisi Statuta UI
Jum'at, 23 Juli 2021 - 16:22 WIB
JAKARTA - Anggota Komisi X DPR, Himmatul Aliyah mengapresiasi Rektor Universitas Indonesia (UI) , Ari Kuncoro yang mengundurkan diri dari jabatan Wakil Komisaris Utama/Independen BRI pada Kamis (22/7) kemarin.
"Ini merupakan langkah yang baik ditengah polemik yang menerpa terkait rangkap jabatan," ujar Politikus Partai Gerindra ini kepada wartawan, Jumat (23/7/2021).
Dengan pengunduran diri tersebut, kata Himma, baik UI maupun BRI sebagai organisasi penyelenggara pelayanan publik diharapkan dapat lebih fokus dalam menyelenggarakan pelayanan publik yang layak sesuai dengan asas-asas umum pemerintahan dan korporasi yang baik sehingga masyarakat mendapat pelayanan yang berkualitas.
"Jadi pengunduran diri tidak semata reaksi atas tuntutan masyarakat, tetapi juga komitmen terhadap penyelenggaraan pelayanan publik sebagamana diatur dalam UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik," jelasnya.
Menurut Legislator Dapil DKI Jakarta ini, langkah pengunduran diri tersebut diharapkan menjadi penegasan sikap UI untuk kembali kepada misi utama pendidikan tinggi, yakni mencari, menemukan, menyebarluaskan dan menjunjung tinggi kebenaran.
"Penjelasan pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 68 Tahun 2013 tentang Statuta UI menyebutkan bahwa untuk mewujudkan misi tersebut perguruan tinggi harus bebas dari pengaruh, tekanan, dan kontaminasi apapun seperti kekuatan politik dan/atau kekuatan ekonomi, sehingga Tridharma Perguruan Tinggi, yaitu pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat, dapat dilaksanakan berdasarkan kebebasan akademik dan otonomi keilmuan," paparnya.
Namun, Anggota Dewan Pembina Partai Gerindra ini mengkritisi PP Nomor 75 Tahun 2021 yang menggantikan PP Nomor 68 Tahun 2013 tentang Statuta UI, perubahan PP ini tidak melarang Rektor UI rangkap jabatan sebagai Komisaris BUMN. Untuk itu, langkah pengunduran diri ini menjadi momentum untuk membatalkan PP Nomor 75 Tahun 2021 tersebut, karena Statuta UI yang baru tidak sejalan dengan UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.
Karena Pasal 8 ayat (1) UU tersebut menyebutkan bahwa, “Dalam penyelenggaraan Pendidikan dan pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi berlaku kebebasan akademik, kebebasan mimbar akademik, dan otonomi keilmuan”. Baca juga: Ari Kuncoro Mundur dari BUMN, PKS Minta Jokowi Tinjau Ulang Revisi Statuta UI
"Kebebasan akademik, kebebasan mimbar akademik, dan otonomi keilmuan dapat tercapai jika Perguruan Tinggi memiliki otonomi dalam mengelola sendiri lembaganya, baik otonomi bidang akademik maupun non-akademik. Statuta UI yang baru yang memungkinkan Rektor UI merangkap jabatan sebagai Komisaris BUMN dapat mengancam otonomi UI dalam menyelenggarakan pedidikan tinggi sekaligus menghambat UI dalam berperan sebagai kekuatan moral yang mensyaratkan kemandirian lembaga," pungkas Anggota BKSAP DPR ini.
"Ini merupakan langkah yang baik ditengah polemik yang menerpa terkait rangkap jabatan," ujar Politikus Partai Gerindra ini kepada wartawan, Jumat (23/7/2021).
Dengan pengunduran diri tersebut, kata Himma, baik UI maupun BRI sebagai organisasi penyelenggara pelayanan publik diharapkan dapat lebih fokus dalam menyelenggarakan pelayanan publik yang layak sesuai dengan asas-asas umum pemerintahan dan korporasi yang baik sehingga masyarakat mendapat pelayanan yang berkualitas.
"Jadi pengunduran diri tidak semata reaksi atas tuntutan masyarakat, tetapi juga komitmen terhadap penyelenggaraan pelayanan publik sebagamana diatur dalam UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik," jelasnya.
Menurut Legislator Dapil DKI Jakarta ini, langkah pengunduran diri tersebut diharapkan menjadi penegasan sikap UI untuk kembali kepada misi utama pendidikan tinggi, yakni mencari, menemukan, menyebarluaskan dan menjunjung tinggi kebenaran.
"Penjelasan pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 68 Tahun 2013 tentang Statuta UI menyebutkan bahwa untuk mewujudkan misi tersebut perguruan tinggi harus bebas dari pengaruh, tekanan, dan kontaminasi apapun seperti kekuatan politik dan/atau kekuatan ekonomi, sehingga Tridharma Perguruan Tinggi, yaitu pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat, dapat dilaksanakan berdasarkan kebebasan akademik dan otonomi keilmuan," paparnya.
Namun, Anggota Dewan Pembina Partai Gerindra ini mengkritisi PP Nomor 75 Tahun 2021 yang menggantikan PP Nomor 68 Tahun 2013 tentang Statuta UI, perubahan PP ini tidak melarang Rektor UI rangkap jabatan sebagai Komisaris BUMN. Untuk itu, langkah pengunduran diri ini menjadi momentum untuk membatalkan PP Nomor 75 Tahun 2021 tersebut, karena Statuta UI yang baru tidak sejalan dengan UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.
Karena Pasal 8 ayat (1) UU tersebut menyebutkan bahwa, “Dalam penyelenggaraan Pendidikan dan pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi berlaku kebebasan akademik, kebebasan mimbar akademik, dan otonomi keilmuan”. Baca juga: Ari Kuncoro Mundur dari BUMN, PKS Minta Jokowi Tinjau Ulang Revisi Statuta UI
"Kebebasan akademik, kebebasan mimbar akademik, dan otonomi keilmuan dapat tercapai jika Perguruan Tinggi memiliki otonomi dalam mengelola sendiri lembaganya, baik otonomi bidang akademik maupun non-akademik. Statuta UI yang baru yang memungkinkan Rektor UI merangkap jabatan sebagai Komisaris BUMN dapat mengancam otonomi UI dalam menyelenggarakan pedidikan tinggi sekaligus menghambat UI dalam berperan sebagai kekuatan moral yang mensyaratkan kemandirian lembaga," pungkas Anggota BKSAP DPR ini.
(kri)
Lihat Juga :
tulis komentar anda