MUI Bahas Pola Ibadah dan Aktivitas Keagamaan di Era New Normal
Kamis, 28 Mei 2020 - 07:16 WIB
JAKARTA - Majelis Ulama Indonesia (MUI) tengah membahas pola penyelenggaraan ibadah maupun aktivitas keagamaan di era new normal atau kenormalan baru nanti. MUI juga melakukan evaluasi terhadap efektivitas aturan pemerintah di masa pandemi selama ini. Setelah itu, MUI akan memberikan rekomendasi kepada pemerintah.
"Kita tidak mau terburu-buru," kata Wakil Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Fatwa KH Sholahuddin Al Aiyub dalam siaran pers yang diterima SINDOnews, Kamis (28/5/2020).
Menurut dia, keselamatan jiwa masyarakat harus diutamakan daripada kepentingan-kepentingan yang lain. Ia juga mengingatkan, dalam hal masalah keagamaan itu ada alternatif lain yaitu alternatif rukhsoh.
"Sementara, kalau untuk menjaga jiwa masyarakat atau umat Islam itu tidak ada alternatif lain. Maka dalam hal ini, MUI ingin mendahulukan itu (perlindungan jiwa masyarakat). Kesimpulan seperti apa, saat ini masih digodok," katanya.
Menurut Sholahuddin, perlu pendekatan yang lebih mikro dan bukan secara nasional untuk memastikan apakah suatu daerah bisa melaksanakan aktivitas keagamaan di rumah ibadah pada era new normal nanti. "Kondisi daerahnya seperti apa, tingkat penyebarannya seperti apa, karena ini variabel yang penting," tuturnya.
Lebih lanjut, dia mengaku heran dengan kurva kasus Covid-19 yang masih menunjukkan tingginya penularan. Padahal menurutnya tingkat kepatuhan dan pemahaman masyarakat terhadap protokol medis sudah cukup bagus. Contohnya, pada saat melaksanakan Salat Idul Fitri akhir pekan lalu. "Kita mendapat laporan, aspek protokol kesehatan menjadi pertimbangan utama para jamaah untuk melakukan Salat Id," ujar dia. ( ).
Sholahuddin menjelaskan, banyak kalangan muslim saat itu yang tidak menggelar Salat Id dalam kapasitas yang besar. Mereka menggelar Salat Id di lingkup yang kecil seperti di area perumahan dengan membagi per blok atau klaster. Dalam kondisi demikian, Sholahuddin mengakui, memang seharusnya ada dampak terhadap kurva kasus Covid-19. Tetapi nyatanya, masih belum berdampak pada penurunan grafik penularan Covid-19. Karena itu, dia mengatakan, MUI ingin mengkajinya secara mendalam. ( Baca juga: Update Corona: Positif 23.851 Orang, 6.057 Sembuh dan 1.473 Meninggal ).
"Variabel kepatuhan protokol medis sudah bagus tetapi kok penularan masih tinggi, ini sebenarnya karena apa. Informasi-informasi ini akan menjadi pertimbangan yang penting untuk merumuskan rekomendasi MUI kepada pemerintah."
"Kita tidak mau terburu-buru," kata Wakil Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Fatwa KH Sholahuddin Al Aiyub dalam siaran pers yang diterima SINDOnews, Kamis (28/5/2020).
Menurut dia, keselamatan jiwa masyarakat harus diutamakan daripada kepentingan-kepentingan yang lain. Ia juga mengingatkan, dalam hal masalah keagamaan itu ada alternatif lain yaitu alternatif rukhsoh.
"Sementara, kalau untuk menjaga jiwa masyarakat atau umat Islam itu tidak ada alternatif lain. Maka dalam hal ini, MUI ingin mendahulukan itu (perlindungan jiwa masyarakat). Kesimpulan seperti apa, saat ini masih digodok," katanya.
Menurut Sholahuddin, perlu pendekatan yang lebih mikro dan bukan secara nasional untuk memastikan apakah suatu daerah bisa melaksanakan aktivitas keagamaan di rumah ibadah pada era new normal nanti. "Kondisi daerahnya seperti apa, tingkat penyebarannya seperti apa, karena ini variabel yang penting," tuturnya.
Lebih lanjut, dia mengaku heran dengan kurva kasus Covid-19 yang masih menunjukkan tingginya penularan. Padahal menurutnya tingkat kepatuhan dan pemahaman masyarakat terhadap protokol medis sudah cukup bagus. Contohnya, pada saat melaksanakan Salat Idul Fitri akhir pekan lalu. "Kita mendapat laporan, aspek protokol kesehatan menjadi pertimbangan utama para jamaah untuk melakukan Salat Id," ujar dia. ( ).
Sholahuddin menjelaskan, banyak kalangan muslim saat itu yang tidak menggelar Salat Id dalam kapasitas yang besar. Mereka menggelar Salat Id di lingkup yang kecil seperti di area perumahan dengan membagi per blok atau klaster. Dalam kondisi demikian, Sholahuddin mengakui, memang seharusnya ada dampak terhadap kurva kasus Covid-19. Tetapi nyatanya, masih belum berdampak pada penurunan grafik penularan Covid-19. Karena itu, dia mengatakan, MUI ingin mengkajinya secara mendalam. ( Baca juga: Update Corona: Positif 23.851 Orang, 6.057 Sembuh dan 1.473 Meninggal ).
"Variabel kepatuhan protokol medis sudah bagus tetapi kok penularan masih tinggi, ini sebenarnya karena apa. Informasi-informasi ini akan menjadi pertimbangan yang penting untuk merumuskan rekomendasi MUI kepada pemerintah."
(zik)
tulis komentar anda