Anggota DPD RI Minta Polemik Putusan Banding Pinangki Disudahi
Rabu, 07 Juli 2021 - 02:15 WIB
JAKARTA - Anggota Komite 1 DPD RI, Abdul Rachman Thaha berharap polemik tentang putusan banding perkara Pinangki Sirna Malasari tidak berlarut-larut yang akhirnya membuat kegaduhan dalam penegakan hukum.
"Saya menganggap bahwasannya silakan saja berpendapat dan itu sah-sah saja, tapi jangan justru menimbulkan multitafsir dan berujung membuat kegaduhan dalam penegakan hukum," Abdul Rachman Thaha dalam keterangan tertulisnya, Selasa (6/7/2021).
Menurutnya, putusan banding merupakan kewenangan hakim pengadilan tinggi. Secara teknis, apa yang telah diputus hakim Pengadilan Tinggi sudah sama dengan tuntutan Penuntut Umum dalam Surat Tuntutan.
Baca juga: Ini Alasan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Sunat Vonis Jaksa Pinangki
"Dalam hal ini, apa yang yang menjadi pertimbangan Penuntut Umum dalam Surat Tuntutan telah diambilalih sepenuhnya oleh hakim tingkat Banding. Artinya, hakim Tingkat Banding sependapat dengan argumentasi Penuntut Umum sehingga putusan judex factie (putusan pengadilan tingkat pertama dan banding) ialah sudah tepat," kata doktor di bidang hukum ini.
Abdul Rachman Thaha menjelaskan bahwa KUHAP tidak mengatur adanya keharusan bagi Penuntut Umum
mengajukan kasasi terkait straftmacht (penjatuhan hukum). Pada prinsipnya pengajuan Kasasi dimaksudkan untuk mengoreksi putusan judex factie apabila ada kekeliruan dalam penerapan hukum guna menciptakan kesatuan penerapan hukum dengan jalan membatalkan putusan yang bertentangan dengan undang-undang atau keliru dalam menerapkan hukum.
"Dalam pengajuan kasasi tidak boleh keluar dari koridor Pasal 244 KUHAP yang berbunyi 'Terhadap putusan perkara pidana yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan lain selain daripada Mahkamah Agung, terdakwa atau penuntut umum dapat mengajukan permintaan pemeriksaan kasasi kepada Mahkamah Agung kecuali terhadap putusan bebas," paparnya.
"Saya menganggap bahwasannya silakan saja berpendapat dan itu sah-sah saja, tapi jangan justru menimbulkan multitafsir dan berujung membuat kegaduhan dalam penegakan hukum," Abdul Rachman Thaha dalam keterangan tertulisnya, Selasa (6/7/2021).
Menurutnya, putusan banding merupakan kewenangan hakim pengadilan tinggi. Secara teknis, apa yang telah diputus hakim Pengadilan Tinggi sudah sama dengan tuntutan Penuntut Umum dalam Surat Tuntutan.
Baca juga: Ini Alasan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Sunat Vonis Jaksa Pinangki
"Dalam hal ini, apa yang yang menjadi pertimbangan Penuntut Umum dalam Surat Tuntutan telah diambilalih sepenuhnya oleh hakim tingkat Banding. Artinya, hakim Tingkat Banding sependapat dengan argumentasi Penuntut Umum sehingga putusan judex factie (putusan pengadilan tingkat pertama dan banding) ialah sudah tepat," kata doktor di bidang hukum ini.
Abdul Rachman Thaha menjelaskan bahwa KUHAP tidak mengatur adanya keharusan bagi Penuntut Umum
mengajukan kasasi terkait straftmacht (penjatuhan hukum). Pada prinsipnya pengajuan Kasasi dimaksudkan untuk mengoreksi putusan judex factie apabila ada kekeliruan dalam penerapan hukum guna menciptakan kesatuan penerapan hukum dengan jalan membatalkan putusan yang bertentangan dengan undang-undang atau keliru dalam menerapkan hukum.
"Dalam pengajuan kasasi tidak boleh keluar dari koridor Pasal 244 KUHAP yang berbunyi 'Terhadap putusan perkara pidana yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan lain selain daripada Mahkamah Agung, terdakwa atau penuntut umum dapat mengajukan permintaan pemeriksaan kasasi kepada Mahkamah Agung kecuali terhadap putusan bebas," paparnya.
tulis komentar anda