Pentingnya Beradaptasi dan Bersinergi Menghadapi Badai Pandemi Lanjutan
Rabu, 07 Juli 2021 - 06:00 WIB

Muhamad Ali. FOTO/IST
Muhamad Ali
Pemerhati Human Capital Management
SINGAPURA baru saja mengumumkan pendekatan baru menghadapi pandemi Covid-19 . Perdana Menteri Lee Hsien Long telah menyatakan, bahwa Covid-19 telah menjadi endemik dan tinggal di antara kita, sehingga kita harus hidup bersama mereka. Yang diperlukan adalah mencari sesegera mungkin pengobatan yang paling efektif, sehingga kita dapat kembali masuk ke kehidupan yang normal seperti sebelum pandemi.
Normalitas setelah pandemi, dengan kenyataan bahwa virus Covid-19 tidak mungkin dibasmi habis, tentu memerlukan strategi khusus dan holistik, dan harus dijalankan secara serentak dan masif. Pemerintah Singapura segera mengumumkan bahwa bepergian ke Singapura tidak akan memerlukan lagi masa karantina selama beberapa hari, sebagaimana yang diberlakukan sebelumnya. Terdapat serangkaian perubahan lain menyangkut protokol kesehatan yang harus disesuaikan, tetapi Singapura sudah memulai untuk membuka diri dan menerima situasi yang lebih realistis.
Sangatlah mungkin Singapura menerapkan kebijakan tersebut, mengingat rasio vaksinasi terhadap penduduknya sudah melampaui 50%, sehingga kekebalan kawanan (herd immunity) dapat segera terbentuk, dan orang tidak perlu menunggu selama 7-14 hari, karena sebagian besar orang telah memiliki antibodi di dalam tubuhnya untuk menginformasikan bilamana ada virus yang masuk.
Baca juga: Alasan Kuat Singapura Ajak Warganya Hadapi COVID-19 Biasa Saja
Sebagian orang bertanya, apakah mungkin kebijakan tersebut dapat diterapkan segera untuk Indonesia? Tentu saja jawabnya adalah tidak! Karena Singapura bukanlah perbandingan yang sepadan –not apple to apple— dengan Indonesia, baik dari sisi jumlah penduduk, kondisi geografis, kesadaran dan disiplin penduduk terhadap peraturan, dan infrastruktur yang dimiliki.
Lalu bagaimana kita harus menyikapi kondisi ini?
Pemerintah sudah mengumumkan pemberlakuan PPKM Darurat sampai tanggal 20 Juli yang akan datang. Keputusan itu, yang saya tahu dan dengar dari sana-sini, diambil dengan diskusi yang panjang dan berat, dengan mempertimbangkan semua risiko dan kemungkinan –terutama kesehatan dan ekonomi— yang terbaik. Yang sudah ada di benak saya ketika keputusan itu diambil, keputusan itu tidak akan bisa mewadahi keinginan semua orang. Artinya, tidak bisa keputusan tersebut menyenangkan semua pihak.
Pemerhati Human Capital Management
SINGAPURA baru saja mengumumkan pendekatan baru menghadapi pandemi Covid-19 . Perdana Menteri Lee Hsien Long telah menyatakan, bahwa Covid-19 telah menjadi endemik dan tinggal di antara kita, sehingga kita harus hidup bersama mereka. Yang diperlukan adalah mencari sesegera mungkin pengobatan yang paling efektif, sehingga kita dapat kembali masuk ke kehidupan yang normal seperti sebelum pandemi.
Normalitas setelah pandemi, dengan kenyataan bahwa virus Covid-19 tidak mungkin dibasmi habis, tentu memerlukan strategi khusus dan holistik, dan harus dijalankan secara serentak dan masif. Pemerintah Singapura segera mengumumkan bahwa bepergian ke Singapura tidak akan memerlukan lagi masa karantina selama beberapa hari, sebagaimana yang diberlakukan sebelumnya. Terdapat serangkaian perubahan lain menyangkut protokol kesehatan yang harus disesuaikan, tetapi Singapura sudah memulai untuk membuka diri dan menerima situasi yang lebih realistis.
Sangatlah mungkin Singapura menerapkan kebijakan tersebut, mengingat rasio vaksinasi terhadap penduduknya sudah melampaui 50%, sehingga kekebalan kawanan (herd immunity) dapat segera terbentuk, dan orang tidak perlu menunggu selama 7-14 hari, karena sebagian besar orang telah memiliki antibodi di dalam tubuhnya untuk menginformasikan bilamana ada virus yang masuk.
Baca juga: Alasan Kuat Singapura Ajak Warganya Hadapi COVID-19 Biasa Saja
Sebagian orang bertanya, apakah mungkin kebijakan tersebut dapat diterapkan segera untuk Indonesia? Tentu saja jawabnya adalah tidak! Karena Singapura bukanlah perbandingan yang sepadan –not apple to apple— dengan Indonesia, baik dari sisi jumlah penduduk, kondisi geografis, kesadaran dan disiplin penduduk terhadap peraturan, dan infrastruktur yang dimiliki.
Lalu bagaimana kita harus menyikapi kondisi ini?
Pemerintah sudah mengumumkan pemberlakuan PPKM Darurat sampai tanggal 20 Juli yang akan datang. Keputusan itu, yang saya tahu dan dengar dari sana-sini, diambil dengan diskusi yang panjang dan berat, dengan mempertimbangkan semua risiko dan kemungkinan –terutama kesehatan dan ekonomi— yang terbaik. Yang sudah ada di benak saya ketika keputusan itu diambil, keputusan itu tidak akan bisa mewadahi keinginan semua orang. Artinya, tidak bisa keputusan tersebut menyenangkan semua pihak.
Lihat Juga :