Covid-19 Melonjak, Pimpinan Komisi IX DPR Minta Anies Tarik 'Rem Darurat'
Minggu, 20 Juni 2021 - 19:40 WIB
JAKARTA - Provinsi DKI Jakarta mencetak rekor angka harian Covid-19 . Dua hari berturut-turut, DKI mencetak rekor tertinggi angka kematian harian sebanyak 66 jiwa dan angka kasus harian sebanyak 4.895 kasus, selama pandemi merebak Maret 2020 silam.
Wakil Ketua Komisi IX DPR Charles Honoris menilai Jakarta sedang tidak baik-baik saja melainkan tengah gawat darurat. "Dalam kondisi DKI yang begitu mengerikan ini, langkah Gubernur DKI Anies Baswedan yang hanya memperketat penegakan aturan PPKM Mikro jelas tidaklah cukup," tutur Charles dalam keterangan tertulisnya, Minggu (20/6/2021).
Apalagi data harian tersebut diperburuk dengan angka keterisian tempat tidur (Bed Occupancy Rate/BOR) faskes DKI yang sudah di atas 80%, jauh di atas standar WHO 60%. Bahkan, BOR RSDC Wisma Atlet sudah 90%, atau tertinggi selama faskes darurat itu berdiri.
Ini dikatakannya membuat DKI menjadi provinsi dengan BOR faskes tertinggi secara nasional, atau dengan kata lain terancam kolaps.
Menurut Charles, Gubernur DKI Jakarta harus menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) Total, sebagaimana yang pernah diterapkan di Ibu Kota pada 16 Maret 2020 dan 14 September 2020.
"Sebab, kondisi penularan Covid-19 di DKI hari ini lebih parah dari kondisi sebelum Gubernur menerapkan dua PSBB sebelumnya," ujar politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini.
Sebelum PSBB terakhir di DKI diterapkan 14 September 2020, kata dia, angka kasus harian dan angka kematian harian berkisar 1.300-an kasus dan 20-an jiwa. Sementara sekarang sudah 4.800-an kasus dan 60-an jiwa.
Dari data tersebut, lanjut dia, jelas kondisi Covid-19 di DKI hari ini jauh lebih gawat dan mengerikan dari kondisi sebelumnya.
Menurut dia, jika dalam kondisi penularan Covid-19 tergawat di DKI sekarang ini Gubernur tidak kunjung mengajukan permohonan PSBB Total kepada Pemerintah Pusat, sebagaimana mekanisme aturan yang berlaku, maka dasar kebijakan Gubernur DKI pada dua PSBB sebelumnya menjadi pertanyaan buat publik.
"Kalau di awal pandemi dulu Gubernur Anies menjadi yang paling awal dan rajin menarik 'rem darurat' bagi wilayahnya, apa yang menjadi pertimbangan Anies sekarang belum melakukan hal yang sama, ketika Jakarta, provinsi yang dia pimpin, sedang dalam kondisi tergawatnya," tuturnya.
Wakil Ketua Komisi IX DPR Charles Honoris menilai Jakarta sedang tidak baik-baik saja melainkan tengah gawat darurat. "Dalam kondisi DKI yang begitu mengerikan ini, langkah Gubernur DKI Anies Baswedan yang hanya memperketat penegakan aturan PPKM Mikro jelas tidaklah cukup," tutur Charles dalam keterangan tertulisnya, Minggu (20/6/2021).
Apalagi data harian tersebut diperburuk dengan angka keterisian tempat tidur (Bed Occupancy Rate/BOR) faskes DKI yang sudah di atas 80%, jauh di atas standar WHO 60%. Bahkan, BOR RSDC Wisma Atlet sudah 90%, atau tertinggi selama faskes darurat itu berdiri.
Ini dikatakannya membuat DKI menjadi provinsi dengan BOR faskes tertinggi secara nasional, atau dengan kata lain terancam kolaps.
Menurut Charles, Gubernur DKI Jakarta harus menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) Total, sebagaimana yang pernah diterapkan di Ibu Kota pada 16 Maret 2020 dan 14 September 2020.
"Sebab, kondisi penularan Covid-19 di DKI hari ini lebih parah dari kondisi sebelum Gubernur menerapkan dua PSBB sebelumnya," ujar politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini.
Sebelum PSBB terakhir di DKI diterapkan 14 September 2020, kata dia, angka kasus harian dan angka kematian harian berkisar 1.300-an kasus dan 20-an jiwa. Sementara sekarang sudah 4.800-an kasus dan 60-an jiwa.
Dari data tersebut, lanjut dia, jelas kondisi Covid-19 di DKI hari ini jauh lebih gawat dan mengerikan dari kondisi sebelumnya.
Menurut dia, jika dalam kondisi penularan Covid-19 tergawat di DKI sekarang ini Gubernur tidak kunjung mengajukan permohonan PSBB Total kepada Pemerintah Pusat, sebagaimana mekanisme aturan yang berlaku, maka dasar kebijakan Gubernur DKI pada dua PSBB sebelumnya menjadi pertanyaan buat publik.
"Kalau di awal pandemi dulu Gubernur Anies menjadi yang paling awal dan rajin menarik 'rem darurat' bagi wilayahnya, apa yang menjadi pertimbangan Anies sekarang belum melakukan hal yang sama, ketika Jakarta, provinsi yang dia pimpin, sedang dalam kondisi tergawatnya," tuturnya.
(dam)
Lihat Juga :
tulis komentar anda