Kepala Daerah Diminta Setop Pencitraan 2024, Fokus Urus Covid-19 Saja
Senin, 07 Juni 2021 - 10:26 WIB
JAKARTA - Pengamat kebijakan publik Achmad Nur Hidayat mengatakan sejumlah kepala daerah menunjukkan inkompetensinya menangani lonjakan Covid-19 setelah Lebaran 2021. Menurutnya, kegagapan kepala daerah dalam menangani pandemi Covid-19 terlihat di berbagai daerah seperti Kudus, Boyolali, Bangkalan, Madura, dan Kota Bandung.
Achmad Nur Hidayat yang juga Direktur Eksekutif Narasi Institute menunjukkan bahwa gagapnya kepala daerah terlihat dari lalainya mengantisipasi BOR (bed occupancy rate) di daerahnya masing-masing.
"BOR atau tingkat keterisian tempat tidur pada fasilitas kesehatan seperti di Kudus (90 persen) dan di Bandung (79,9%) sudah melampaui standar WHO. Seharusnya saat BOR di level 60% yaitu level maksimum standar WHO, kepala daerah melakukan antisipasi membentuk fasilitas lapangan di daerahnya masing-masing," ujar Achmad Nur Hidayat, Senin (7/6/2021).
Dia menyayangkan pasien positif dilarikan ke kota/kabupaten terdekat karena kepala daerah gagal mengantisipasi angka BOR. Dilarikannya pasien ke kota/kabupaten tetangganya akan menyebabkan sebaran Covid-19 setelah Lebaran 2021 semakin tidak dapat dibendung.
"Seharusnya, bila kepala daerah bekerja baik, langsung membentuk fasilitas isolasi lapangan saat BOR ICU dan BOR isolasi Covid-19 di level maksimum WHO yaitu 60 persen, sehingga saat sudah mencapai 100 persen, warganya tidak perlu dilarikan ke RS kota/kabupaten terdekat," kata dia.
Dia menilai kelalaian ini karena kemalasan pimpinan daerah memantau data BOR setiap saat. Bila kepala daerah mengetahui cepat data BOR sudah mencapai maksimum, mereka dapat koordinasi dengan pemerintah pusat, BNPB, TNI, dan Polri dalam penyiapan fasilitas RS darurat di wilayahnya sehingga tidak perlu dibawa ke daerah lain di luar otoritasnya.
"Pasien Covid-19 yang tidak tertampung kemudian dilarikan ke RS di kota/kabupaten lain menyebabkan PPKM Mikro gagal total karena membahayakan daerah lain. Kegagalan ini disebabkan kepala daerah yang inkompeten dan malas memantau data BOR untuk daerahnya masing-masing."
Dia berharap Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan pemerintah pusat memulai inisiatif dalam menyelenggarakan RS lapangan di daerah dengan BOR ICU dan BOR Isolasi di atas 60 persen tanpa harus menunggu permintaan kepala daerah, sehingga pasien segera mendapatkan pertolongan pertama dan tidak perlu dibawa keluar kecamatan atau kabupatennya untuk menghindari potensi tsunami Covid-19 seperti di India. BNPB harus bertindak cepat menyelenggarakan RS Lapangan untuk di sejumlah daerah di Jawa Timur, Jawa Barat, dan Jawa Tengah.
Dia juga menyerukan kepada kepala daerah di antaranya Ridwan Kamil , Ganjar Pranowo , dan Khofifah Indar Parawansa untuk amati BOR ICU Dan BOR Isolasi di wilayahnya masing-masing.
"Tolong Bapak Ridwan Kamil, Bapak Ganjar Pranowo, Ibu Khofifah Indar Parawansa, dan kepala daerah lainnya, lakukan tugas Anda sebagai kepala derah yang baik yaitu fokus saja observasi data BOR setiap saat. Setoplah pencitraan 2024, rakyat membutuhkan Anda di garis terdepan. Koordinasi dengan instansi terkait bila BOR ICU dan Isolasi di wilayah kerja Anda telah mencapai 60 persen dan segera buat RS lapangan, jangan terlambat," pungkasnya.
Achmad Nur Hidayat yang juga Direktur Eksekutif Narasi Institute menunjukkan bahwa gagapnya kepala daerah terlihat dari lalainya mengantisipasi BOR (bed occupancy rate) di daerahnya masing-masing.
"BOR atau tingkat keterisian tempat tidur pada fasilitas kesehatan seperti di Kudus (90 persen) dan di Bandung (79,9%) sudah melampaui standar WHO. Seharusnya saat BOR di level 60% yaitu level maksimum standar WHO, kepala daerah melakukan antisipasi membentuk fasilitas lapangan di daerahnya masing-masing," ujar Achmad Nur Hidayat, Senin (7/6/2021).
Dia menyayangkan pasien positif dilarikan ke kota/kabupaten terdekat karena kepala daerah gagal mengantisipasi angka BOR. Dilarikannya pasien ke kota/kabupaten tetangganya akan menyebabkan sebaran Covid-19 setelah Lebaran 2021 semakin tidak dapat dibendung.
"Seharusnya, bila kepala daerah bekerja baik, langsung membentuk fasilitas isolasi lapangan saat BOR ICU dan BOR isolasi Covid-19 di level maksimum WHO yaitu 60 persen, sehingga saat sudah mencapai 100 persen, warganya tidak perlu dilarikan ke RS kota/kabupaten terdekat," kata dia.
Dia menilai kelalaian ini karena kemalasan pimpinan daerah memantau data BOR setiap saat. Bila kepala daerah mengetahui cepat data BOR sudah mencapai maksimum, mereka dapat koordinasi dengan pemerintah pusat, BNPB, TNI, dan Polri dalam penyiapan fasilitas RS darurat di wilayahnya sehingga tidak perlu dibawa ke daerah lain di luar otoritasnya.
"Pasien Covid-19 yang tidak tertampung kemudian dilarikan ke RS di kota/kabupaten lain menyebabkan PPKM Mikro gagal total karena membahayakan daerah lain. Kegagalan ini disebabkan kepala daerah yang inkompeten dan malas memantau data BOR untuk daerahnya masing-masing."
Dia berharap Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan pemerintah pusat memulai inisiatif dalam menyelenggarakan RS lapangan di daerah dengan BOR ICU dan BOR Isolasi di atas 60 persen tanpa harus menunggu permintaan kepala daerah, sehingga pasien segera mendapatkan pertolongan pertama dan tidak perlu dibawa keluar kecamatan atau kabupatennya untuk menghindari potensi tsunami Covid-19 seperti di India. BNPB harus bertindak cepat menyelenggarakan RS Lapangan untuk di sejumlah daerah di Jawa Timur, Jawa Barat, dan Jawa Tengah.
Dia juga menyerukan kepada kepala daerah di antaranya Ridwan Kamil , Ganjar Pranowo , dan Khofifah Indar Parawansa untuk amati BOR ICU Dan BOR Isolasi di wilayahnya masing-masing.
"Tolong Bapak Ridwan Kamil, Bapak Ganjar Pranowo, Ibu Khofifah Indar Parawansa, dan kepala daerah lainnya, lakukan tugas Anda sebagai kepala derah yang baik yaitu fokus saja observasi data BOR setiap saat. Setoplah pencitraan 2024, rakyat membutuhkan Anda di garis terdepan. Koordinasi dengan instansi terkait bila BOR ICU dan Isolasi di wilayah kerja Anda telah mencapai 60 persen dan segera buat RS lapangan, jangan terlambat," pungkasnya.
(zik)
tulis komentar anda