Keluhkan Tata Kelola Sawit, POPSI Ngadu ke DPD RI
Jum'at, 04 Juni 2021 - 22:55 WIB
JAKARTA - Petani sawit yang tergabung dalam POPSI (Perkumpulan Forum Kelapa Sawit Jaya Indonesia) mengadu permasalahan para petani sawit di daerah kepada Dewan Perwakilan Daerah (DPR) RI , Kamis (3/6/2021) kemarin.
Di sana mereka mengeluhkan tata kelola sawit yang dinilai sangat tak menguntungkan. Hal ini terlihat karena petani sawit daerah yang mengelola hampir 43% perkebunan sawit dan telah berkontribusi bagi Rp300 triliun rupiah pendapatan nasional, malah tidak peroleh layanan serius oleh pemerintah.
Birokratisasi pelayanan, minimnya program bagi daerah penghasil sawit dan badan dana sawit yang hanya berpihak bagi koorporasi besar menjadi masalah yang dihadapi petani sawit di DPD RI.
Mereka kemudian bertemu Ketua DPD RI, LaNyalla Mahmud Mattalitti didampingi Ketua Komite III Silvana Murni, Ketua Komite IV Sukiryanto, Bustami Zainudin (senator Lampung) dan Evi Apita Maya (senator NTB).
Sementara dari POPSI dihadiri oleh Mansuetus Darto, Sekjen SPKS, Alvian Arahman-Ketua Umum Apkasindo Perjuangan, Hendra Purba-Direktur Eksekutif ASPEKPIR dan Sabarudin Sekretaris POPSI.
Dalam pengaduan di DPD-RI ini, Mansuetus Darto menjelaskan Pengelolaan kelapa sawit di Indonesia tidak adil dalam hal hubungan pusat dan daerah penghasil kelapa sawit. “Akibatnya petani sawit tidak memperoleh layanan yang memadai alias marjinal. Selain itu pemerintah daerah juga selalu di tekan oleh pemerintah pusat untuk menjalankan program sawit berkelanjutan seperti Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) dan banyak aturan di pusat mengatur daerah tapi tidak ada alokasi pendanaannya,” katanya.
Akibatnya, pembangunan sawit berkelanjutan itu hanya di omongan saja tidak diimplementasikan. Padahal, Dana sawit banyak di pusat yang dikelola oleh BPDP-KS (Badan Pengelola Dana Perkebunan) tapi alokasinya tidak jelas dan mayoritas untuk subsidi Industri Biodiesel.
Sementara itu, Ir Gamal Nasir, Ketua Dewan Pembina POPSI mengatakan bahwa saat ini petani sawit melalui POPSI mendukung ISPO sesuai dengan Pepres 44 tahun 2020. Dengan, empat tahun lagi petani di wajibkan untuk mengikuti ISPO untuk itu pemerintah daerah dan pusat harus segera all out untuk melakukan pembinaan, di sini sangat di butuhkan dukungan DPD RI agar di sampaikan kepada pemrintah pusat dan daerah.
Selain itu, mereka memendang perlunya ada revisi UU Nomor 33 Tahun 2004 terkait dengan perimbangan keuangan karena belum memasukkan sawit di dalamnya padahal perikanan dan kehutanan yang nilai devisanya kecil sudah masuk.
Di sana mereka mengeluhkan tata kelola sawit yang dinilai sangat tak menguntungkan. Hal ini terlihat karena petani sawit daerah yang mengelola hampir 43% perkebunan sawit dan telah berkontribusi bagi Rp300 triliun rupiah pendapatan nasional, malah tidak peroleh layanan serius oleh pemerintah.
Birokratisasi pelayanan, minimnya program bagi daerah penghasil sawit dan badan dana sawit yang hanya berpihak bagi koorporasi besar menjadi masalah yang dihadapi petani sawit di DPD RI.
Mereka kemudian bertemu Ketua DPD RI, LaNyalla Mahmud Mattalitti didampingi Ketua Komite III Silvana Murni, Ketua Komite IV Sukiryanto, Bustami Zainudin (senator Lampung) dan Evi Apita Maya (senator NTB).
Sementara dari POPSI dihadiri oleh Mansuetus Darto, Sekjen SPKS, Alvian Arahman-Ketua Umum Apkasindo Perjuangan, Hendra Purba-Direktur Eksekutif ASPEKPIR dan Sabarudin Sekretaris POPSI.
Dalam pengaduan di DPD-RI ini, Mansuetus Darto menjelaskan Pengelolaan kelapa sawit di Indonesia tidak adil dalam hal hubungan pusat dan daerah penghasil kelapa sawit. “Akibatnya petani sawit tidak memperoleh layanan yang memadai alias marjinal. Selain itu pemerintah daerah juga selalu di tekan oleh pemerintah pusat untuk menjalankan program sawit berkelanjutan seperti Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) dan banyak aturan di pusat mengatur daerah tapi tidak ada alokasi pendanaannya,” katanya.
Akibatnya, pembangunan sawit berkelanjutan itu hanya di omongan saja tidak diimplementasikan. Padahal, Dana sawit banyak di pusat yang dikelola oleh BPDP-KS (Badan Pengelola Dana Perkebunan) tapi alokasinya tidak jelas dan mayoritas untuk subsidi Industri Biodiesel.
Sementara itu, Ir Gamal Nasir, Ketua Dewan Pembina POPSI mengatakan bahwa saat ini petani sawit melalui POPSI mendukung ISPO sesuai dengan Pepres 44 tahun 2020. Dengan, empat tahun lagi petani di wajibkan untuk mengikuti ISPO untuk itu pemerintah daerah dan pusat harus segera all out untuk melakukan pembinaan, di sini sangat di butuhkan dukungan DPD RI agar di sampaikan kepada pemrintah pusat dan daerah.
Selain itu, mereka memendang perlunya ada revisi UU Nomor 33 Tahun 2004 terkait dengan perimbangan keuangan karena belum memasukkan sawit di dalamnya padahal perikanan dan kehutanan yang nilai devisanya kecil sudah masuk.
tulis komentar anda