KBRI Riyadh Kembali Bebaskan WNI dari Ancaman Hukuman Mati di Arab Saudi

Senin, 24 Mei 2021 - 16:40 WIB
Dubes Riyadh Agus Maftuh Abegebriel berhasil membebaskan Adewinda binti Isak Ayub, asal Cianjur dari hukuman mati di Arab Saudi. Foto/SINDOnews
JAKARTA - Adewinda binti Isak Ayub, seorang WNI asal Cianjur yang terancam hukuman mati di Arab Saudi kini bisa bernapas lega. Pasalnya dia baru saja lolos dari lubang jarum hukuman qisas atas tuduhan pembunuhan anak majikan yang terjadi pada Juni 2019.

“Adewinda dinyatakan lepas dari hukuman mati setelah orang tua korban sebagai pemilik hak qisas secara sukarela dan tanpa syarat apa pun menyatakan “tanazul” (pembatalan tuntutan hukuman mati ) pada sidang lanjutan yang berlangsung Maret 2021 di Pengadilan Pidana Riyadh”, jelas Dubes RI untuk Arab Saudi Agus Maftuh Abegebriel lewat keterangan persnya, Senin (24/5/2021).

“Kami baru sekarang menyampaikan kabar gembira penuh syukur ini kepada masyarakat di Indonesia, setelah mendapatkan salinan putusan Pengadilan dan memastikan dari semua aspek bahwa Adewinda binti Isak Ayub telah benar-benar bebas dari hukuman mati (qisas),” sambung Maftuh yang lebih senang menyebut dirinya sebagai pelayan WNI.

Selanjutnya Dubes Maftuh menjelaskan bahwa untuk membaca dan memahami amar putusan yang terdiri 9 halaman tersebut dibutuhkan pemahaman komprehensif tentang Fiqih Jinayat ( Hukum Pidana Islam). “Alhamdulillah pengalaman saya di pesantren dan menemani mahasiswa selama 27 tahun di Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta sangat membantu dalam memahami istilah-istilah khusus dalam hukum pidana Islam (al-Tasyri’ al-Jina’iy fi al-Islam) yang tertulis dalam putusan ini”; terang Wakil Tetap RI pertama kali di OKI (Organisasi Kerja sama Islam) ini.



Setelah pembatalan tuntutan hukuman mati, Adewinda kini hanya akan menjalani hukuman 5 tahun penjara dipotong 2 tahun yang artinya hanya tersisa satu tahun ke depan jika putusan ini disahkan secara inkrach oleh Pengadilan Kasasi yang sedang berjalan.

Sebelumnya Adewinda ditahan oleh Kepolisian Distrik Aziziah, Riyadh sejak 3 Juni 2019 atas tuduhan membunuh anak perempuan majikan berusia 15 tahun yang mengalami keterbelakangan mental. Dalam tuduhan itu, Adewinda disebut memukul berkali-kali pada bagian kepala sang anak hingga meninggal dunia. Pengadilan juga memutuskan bahwa Adewinda terbukti melakukan pembunuhan.

Ketika melakukan perbuatan tersebut, Adewinda sendiri diduga sedang mengalami depresi, karena selama 5 tahun terakhir dikurung berdua dengan korban dalam suatu ruangan dan tidak mendapatkan akses dunia luar. Hal ini oleh KBRI Riyadh dilihat sebagai salah satu celah penting untuk membebaskan Adewinda dari hukuman mati.

Pernyataan “tanazul” (pembatalan tuntutan qisas) oleh orang tua korban tidak lepas dari keberhasilan pendampingan intensif yang dilakukan KBRI Riyadh, termasuk pendekatan persuasif kepada orang tua korban guna meyakinkan bahwa kejadian tersebut tidak dapat dilepaskan dari kesalahan dan tanggungjawabnya akibat mengurung Adewinda dan anaknya selama bertahun-tahun.

Yang menarik, proses pendampingan kasus ini tidak melibatkan jasa pengacara sama sekali. Selain melihat celah hukum di atas dan tingginya tawaran biaya jasa pengacara yang masuk ke KBRI (salah satu pengacara menawarkan jasanya dengan biaya mencapai SAR 500.000 atau sekitar Rp. 1,8 miliar), KBRI sejak awal yakin bahwa kesepakatan tanazul (pencabutan tuntutan hukuman mati) dapat tercapai tanpa uang diyat atau dengan diyat yang jumlahnya tidak sebesar biaya jasa pengacara.

Bebasnya Adewinda dari hukuman mati, menambah daftar keberhasilan KBRI Riyadh di bawah pimpinan Dubes Agus Maftuh dalam menyelamatkan jiwa WNI di Arab Saudi. ”Ini adalah takdir diplomatik yang indah, Allah memberikan kemudahan kepada KBRI Riyadh untuk melakukan diplomasi kemanusiaan menyelamatkan WNI yang menghadapi tuntutan hukuman mati” tutur Dubes yang sebentar lagi akan mengakhiri tugas di Arab Saudi setelah 5 tahun lebih bertugas.

Sejak tahun pertama menjalani masa tugasnya di awal 2016 hingga 2021, tercatat sekurangnya 10 WNI berhasil diselamatkan dari hukuman mati atas berbagai tuduhan yang beragam mulai pembunuhan, kasus sihir dan kasus-kasus berat yang masuk kategori HPC (High Profile Case). Salah satu yang paling fenomenal adalah upaya pembebasan Eti Toyib Anwar di 2019 melalui penggalangan uang tebusan (diyat) dari para donatur di Indonesia untuk membayar uang diyat sebesar SAR 4 juta setara Rp15,5 miliar.

Ketika menangani kasus-kasus berat, KBRI Riyadh secara intensif melakukan komunikasi dengan berbagai pihak di Arab Saudi, bahkan sampai level tertinggi yaitu Kantor Raja Salman (Diwan Malaki atau Royal Court) untuk meminta kemudahan dalam melakukan pendekatan dengan para ahli waris korban sebagai pemegang dan pemilik hak qisas dalam kasus pembunuhan.
(cip)
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More