Sikap Presiden Jokowi Terkait Polemik 75 Pegawai KPK Dinilai Tepat

Rabu, 19 Mei 2021 - 05:27 WIB
Sikap Presiden Jokowi terkait masalah 75 pegawai KPK yang tidak lolos Tes Wawasan Kebangsaan dinilai tepat. Foto/SINDOnews
JAKARTA - Sikap Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait 75 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tidak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) dinilai tepat.

“Sikap Presiden Jokowi sangat brilian dalam menyikapi langkah KPK ke depan. Presiden sebagaimana pernyataannya untuk tidak menyingkirkan pegawal KPK, akan tetapi lebih mengedepankan sisi kemanusian, yaitu pembinaan. Ini langkah yang humanis dan harmonis,” kata Ketua Umum Negeriku Indonesia Jaya C Suhadi, Selasa (18/5/2021).

Dengan begitu, kata dia, tidak ada peran yang paling besar selain mengakomodir penyidik KPK yang tidak lolos tes dengan cara memberi prioritas pembinaan secara menyeluruh. ”Secara logika ajakan Presiden itu tepat, mengingat mereka bukan calon pegawai negeri sipil yang baru ikut ujian, tapi mereka adalah orang orang yang sudah mapan di KPK,” katanya.



Dia menilai, ada banyak nada sumbang tentang penyidik KPK yang dikomandoi Novel Bawesdan. Bukan hanya faktor tidak lolosnya 75 penyidik KPK, tapi juga karena mereka masuk dalam golongan orang-orang yang dicurigai sebagai kelompok yang berseberangan dengan pemerintah. ”Miris dengarnya, walau mereka sebagai orang yang selama ini membuat stempel kadrun tidak pernah teruji secara data. Narasinya sangat pendek, mereka ada di kelompok kiri dan bukan nasionalis,” kata dia.

Dalam banyak kajian, terutama di medan kerja, mereka justru sangat hebat dalam menggulung para koruptor. Bahkan, ada pepatah, kalau Novel Baswedan penyisir perkara hanya hitungan hari pelaku koruptor akan berbaju orange. ”Dalam banyak tulisan yang saya buat, KPK adalah lembaga hukum penegak hukum yang sangat mendapat apresiasi dari masyarakat, sementara lembaga hukum lain masih bicara pembenahan administrasi, KPK sudah jauh di depan. KPK sudah membuat orang jera akan korupsi, di tempat lain justru masih bicara berapa harga sebuah keadilan,” katanya.

Bicara KPK hari ini, sambung dia, siapa yang ditangkap di tempat lain justru bertanya siapa besok yang membawa upeti. Keadaannya berbanding terbalik dan hal itu yang membuat nilai positif buat KPK di mata masyarakat. Sehingga dengan begitu langkah-langkah memberangus KPK yang dimulai dari penyidik KPK sebanyak 75 orang harus di waspadai sebagai bukan gerakan sembarangan, tapi ke arah sistematis KPK harus berhenti sebagai lembaga antirasuah. KPK pelan tapi pasti harus tidak ada lagi di Bumi Pertiwi. ”Barangkali bagi saya yang selalu memperhatikan kerja KPK, langkahnya tidak ada yang salah. Namun menjadi lucu manakala langkah tegas KPK yang selalu mengaum dalam penegakan korupsi dikaitkan dengan jenggot dan celana cingkrang seorang penyidik KPK lalu memeteraikan mereka dengan embel-embel Kadrun,” katanya.

Dia mengaku, dirinya dan masyarakat setuju, Novel Baswedan yang menjadi ikon KPK tidak boleh mendominasi KPK, tapi logikanya kalau kita mengambil patron seperti itu, apakah ada orang sekelas Novel. Harusnya untuk menuju ke sana, komisioner KPK, masyarakat pemerhati KPK terus mendorong untuk mencari bibit orang sekelas NB, baru kemudian dengan banyaknya penyidik handal kita boleh menghardik NB dari tubuh KPK kalau memang kita punya data bahwa NB adalah kadrun.

”Sebab yang perlu kita sadari dalam kaitan ini (Penegakan Hukum di KPK), yang tidak suka KPK bukan saya, masyarakat Indonesia akan tetapi adalah pejabat berdasi, pengusaha hitam dll. Karena bisa saja skenario ini gongnya ada di sana dan orang-orang yang membenci KPK karena NB berjenggot adalah imbas dari rangkaian skenario panjang untuk memberangus KPK secara sistematis. Apabila skenario ini tercapai maka akan sangat tragis KPK mati suri di tangan Pemerintah Jokowi,” katanya.
(cip)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More