Seperti Komunis Dulu, Stempel Taliban dan Radikal Bertujuan Langgengkan Korupsi
Minggu, 09 Mei 2021 - 19:10 WIB
JAKARTA - Aktivis Dandhy Laksono mengkhawatirkan kembalinya rezim kekuasaan otoriter di Indonesia. Dia pun membandingkan apa yang berlangsung saat ini dengan yang pernah dipraktikkan Orde Baru .
”Karena stempel "Komunis" terbukti efektif melanggangkan Orde Baru, melindungi korupsi, perampasan tanah, membungkam buruh, hingga dipakai di musim pemilu dan pilpres...” tulisnya di akun twitter @Dandhy_Laksono, Minggu (9/5/2021).
Berkaca dari praktik otoritarian Orde Baru tersebut, Dandhy melihat cap radikal atau teroris sebagaimana stereotip komunis, dipakai sebagai alat propaganda politik. ”...apa yang menghalangi "Taliban", "radikal", atau "teroris" dipakai untuk tujuan-tujuan yang sama?” cuit Dandhy.
Cuitan Dandhy ini sulit dilepaskan dari konteks menghangatnya isu pemecatan 75 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ke-75 orang ini, termasuk penyidik senior Novel Baswedan, dinyatakan tidak lolos tes wawasan kebangsaan.
Ini sebenarnyaa tidak terlalu mengagetkan banyak pihak karena isu taliban dan radikal sudah dihantamkan ke KPK diikuti dengan revisi UU KPK. UU KPK yang baru yaitu No 19/2019 dinilai sebagai puncak dari serangkaian upaya pelemahan KPK.
Lihat Juga: Respons Golkar Usai Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah Terjaring OTT KPK Jelang Pencoblosan
”Karena stempel "Komunis" terbukti efektif melanggangkan Orde Baru, melindungi korupsi, perampasan tanah, membungkam buruh, hingga dipakai di musim pemilu dan pilpres...” tulisnya di akun twitter @Dandhy_Laksono, Minggu (9/5/2021).
Berkaca dari praktik otoritarian Orde Baru tersebut, Dandhy melihat cap radikal atau teroris sebagaimana stereotip komunis, dipakai sebagai alat propaganda politik. ”...apa yang menghalangi "Taliban", "radikal", atau "teroris" dipakai untuk tujuan-tujuan yang sama?” cuit Dandhy.
Cuitan Dandhy ini sulit dilepaskan dari konteks menghangatnya isu pemecatan 75 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ke-75 orang ini, termasuk penyidik senior Novel Baswedan, dinyatakan tidak lolos tes wawasan kebangsaan.
Ini sebenarnyaa tidak terlalu mengagetkan banyak pihak karena isu taliban dan radikal sudah dihantamkan ke KPK diikuti dengan revisi UU KPK. UU KPK yang baru yaitu No 19/2019 dinilai sebagai puncak dari serangkaian upaya pelemahan KPK.
Lihat Juga: Respons Golkar Usai Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah Terjaring OTT KPK Jelang Pencoblosan
(muh)
tulis komentar anda