DPR: Optimalkan DAK Rp101 M untuk Tekan Kekerasan pada Perempuan dan Anak

Kamis, 22 April 2021 - 02:21 WIB
Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni menekankan agara dana DAK sebesar Rp101 miliar dioptimalkan untuk menekan tindak kekerasan pada perempuan dan anak.Foto/SINDOnews
JAKARTA - Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni berharap Dana Alokasi Khusus Non Fisik (DAK-NF-PPA) senilai lebih dari Rp101 miliar di Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak di 2021 dapat menekan tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak.

Bukan hanya digunakan untuk pendampingan selama proses hukum di kepolisian, kejaksaan dan pengadilan, namun dana ini diharapkan juga dimaksimalkan untuk berbagai upaya pencegahan. “Anggaran ini harus bisa dimanfaatkan Pemda melalui Dinas PPPA untuk menekan terjadinya kekerasan maupun perdagangan perempuan dan anak untuk kebutuhan seksual. Gencarkan sosialisasi agar para perempuan dan anak tak menjadi korban kekerasan ataupun perdagangan orang, termasuk prostitusi online,” imbuhnya.

Menteri PPPA Bintang Puspayoga menyatakan penyaluran DAK Non Fisik Pelayanan PPA Tahun 2021 sebesar Rp101,747 miliar merupakan yang pertama kalinya dilaksanakan oleh kementerian yang dipimpinnya. Ia berpesan pemerintah daerah mengawal dan memastikan DAK-NF-PPA dimanfaatkan dan dipertanggung jawabkan sebaik-baiknya. Anggaran tersebut diutarakannya sekaligus respons atas banyaknya kasus terkait perempuan dan anak. DAK NF PPA urainya, dilaksanakan melalui bantuan operasional pelayanan perempuan dan anak korban kekerasan dan TPPO, termasuk pendampingan selama proses hukum di kepolisian, kejaksaan dan pengadilan. Dana tersebut juga dikatakannya dapat digunakan untuk bantuan operasional pencegahan melalui pembiayaan kegiatan pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak termasuk TPPO.

Sebelumnya, saat Sosialisasi Empat Pilar di Kembangan, Jakarta Barat, beberapa waktu lalu, Sahroni yang juga tercatat sebagai anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) menekankan negara yang memiliki landasan Pancasila wajib memberikan perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) perempuan dengan jaminan hukum melalui proses yang adil. Dalam Pasal 28G (2) UUD 45, kata Sahroni menyatakan hak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia.



“Sebagaimana untuk memenuhi hak-hak konstitusi perempuan dan anak korban kekerasan, pemerintah memiliki kewajiban menjamin tersedianya ruang hukum untuk hak konstitusi perempuan,” ujar Sahroni kepada 150 warga yang hadir di lokasi.

Dirinya optimistis Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) yang saat ini telah masuk program legislasi nasional (Prolegnas) dapat disahkan. Sahroni mengemukakan, Indonesia memang sudah memiliki UU Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang telah disahkan 17 tahun yang lalu, namun kekerasan terhadap perempuan dan anak masih terus terjadi.

Komnas Perempuan sepanjang 2020 mencatat adanya 299.911 kasus kekerasan terhadap perempuan. Meskipun turun drastis dari 431.471 kasus yang tercatat terjadi pada tahun sebelumnya, namun angka tersebut masih sangat memprihatinkan dan membuktikan negara melalui Komnas Perempuan dan institusi lainnya belum maksimal dalam memberikan perlindungan kepada perempuan.

Guna mengatasi masalah ekonomi dalam rumah tangga tersebut, Pemerintah, kata Sahroni, sebenarnya telah meluncurkan beberapa program, salah satunya Program Keluarga Harapan (PKH) oleh Kementerian Sosial (Kemensos) yang memberikan bantuan berupa dana untuk mengatasi masalah kemiskinan kronis, yang dapat berujung kepada KDRT.
(cip)
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More