Terdampak Pandemi, DPR Minta Biaya Ibadah Haji Lebih Rasional dan Efisien
Selasa, 06 April 2021 - 14:46 WIB
JAKARTA - Anggota Komisi VIII DPR RI, Diah Pitaloka meminta kepada Kementerian Agama (Kemenag) untuk meningkatkan diplomasi haji yang digelar dalam suasana pandemi COVID-19. Hal itu dikatakan Diah saat Rapat Dengar Pendapat dengan Badan Pelaksana Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (6/4/2021).
Diah menyatakan Kemenag harus bekerja maksimal untuk memastikan pelayanan haji mulai dari pemberangkatan sampai pelaksanaan ibadah haji di Tanah Suci.
Dia menuturkan, walaupun sampai 5 April 2021, kepastian pembukaan haji dan kuota dari Saudi Arabia belum diumumkan, namun ada beberapa kebijakan yang sudah pasti diberlakukan terkait pandemi yang menimbulkan konsekuensi kenaikan BPIH.
Misalnya, kata dia, pemberlakukan social distancing membuat satu kamar yang tadinya bisa dihuni 4 jamaah hanya dibatasi menjadi 2 jamaah. Juga terkait katering jamaah yang biasanya prasmanan akan berubah menjadi makanan siap saji.
Diah juga menyatakan sebagai wakil rakyat tentu DPR ingin terus mengupayakan agar biaya haji makin tahun makin baik dengan pelayanan lebih baik. "PR terbesar Kemenag terkait haji itu bisa lebih efisien tetapi biaya hajinya bisa lebih rasional dengan memikirkan bahwa jamaah ini juga secara ekonomi terdampak pandemi," jelasnya.
Di sisi lain, Politikus PDIP itu juga menyoroti diplomasi terkait haji yang masih lemah dilakukan pemerintah dalam hal ini Kemenag. Sebagai pengirim jemaah haji dan umrah terbesar bagi Saudi, seharusnya Indonesia bisa lebih memiliki keistimewaan untuk mendapatkan layanan terbaik dari negeri gurun tersebut.
"Negara lain juga sama. Mereka masih dalam posisi menunggu. Tapi mereka sudah bisa melakukan komunikasi lebih intens untuk mendapat gambaran seperti apa haji di masa pandemi ini diberlakukan pemerintah Saudi Arabia," papar Diah.
Lebih lanjut ia mengingatkan, diplomasi yang kurang menyebabkan Indonesia sampai saat ini belum mendapatkan kepastian tentang keberangkatan, kuota jamaah hingga visa kunjungan bagi Tim Panja Haji Pemerintah belum dibuka untuk dapat melakukan observasi dan persiapan secara langsung di Tanah Suci. Akibatnya, Indonesia belum mendapatkan gambaran jelas terkait protap pelaksanaan haji di masa pandemi.
Maka itu, Diah melihat pemerintah membutuhkan survei awal dengan penegakan prokes pandemi bisa diberikan untuk Indonesia sebagai pengirim jamaah haji terbanyak agar bisa melakukan persiapan dan simulasi lebih matang untuk keamanan dan keselamatan jamaah di masa pandemi.
"Kita berharap diplomasi terkait haji ini jangan sampai berulang-ulang kita lakukan tapi tidak dengan bargain yang imbang untuk memastikan ibadah jamaah kita berjalan lancar dan aman," katanya.
Walaupun alasan kepastian kuota menjadi ganjalan, menurut Diah, proses komunikasi untuk mencari informasi terkait kepastian transportasi, akomodasi dan tambahan fasilitas jasa pendukung lainnya masih bisa dilakukan dengan perkiraan kuota didapat Indonesia yang kemungkinan di bawah 30%.
Diah menyatakan Kemenag harus bekerja maksimal untuk memastikan pelayanan haji mulai dari pemberangkatan sampai pelaksanaan ibadah haji di Tanah Suci.
Dia menuturkan, walaupun sampai 5 April 2021, kepastian pembukaan haji dan kuota dari Saudi Arabia belum diumumkan, namun ada beberapa kebijakan yang sudah pasti diberlakukan terkait pandemi yang menimbulkan konsekuensi kenaikan BPIH.
Misalnya, kata dia, pemberlakukan social distancing membuat satu kamar yang tadinya bisa dihuni 4 jamaah hanya dibatasi menjadi 2 jamaah. Juga terkait katering jamaah yang biasanya prasmanan akan berubah menjadi makanan siap saji.
Diah juga menyatakan sebagai wakil rakyat tentu DPR ingin terus mengupayakan agar biaya haji makin tahun makin baik dengan pelayanan lebih baik. "PR terbesar Kemenag terkait haji itu bisa lebih efisien tetapi biaya hajinya bisa lebih rasional dengan memikirkan bahwa jamaah ini juga secara ekonomi terdampak pandemi," jelasnya.
Di sisi lain, Politikus PDIP itu juga menyoroti diplomasi terkait haji yang masih lemah dilakukan pemerintah dalam hal ini Kemenag. Sebagai pengirim jemaah haji dan umrah terbesar bagi Saudi, seharusnya Indonesia bisa lebih memiliki keistimewaan untuk mendapatkan layanan terbaik dari negeri gurun tersebut.
"Negara lain juga sama. Mereka masih dalam posisi menunggu. Tapi mereka sudah bisa melakukan komunikasi lebih intens untuk mendapat gambaran seperti apa haji di masa pandemi ini diberlakukan pemerintah Saudi Arabia," papar Diah.
Lebih lanjut ia mengingatkan, diplomasi yang kurang menyebabkan Indonesia sampai saat ini belum mendapatkan kepastian tentang keberangkatan, kuota jamaah hingga visa kunjungan bagi Tim Panja Haji Pemerintah belum dibuka untuk dapat melakukan observasi dan persiapan secara langsung di Tanah Suci. Akibatnya, Indonesia belum mendapatkan gambaran jelas terkait protap pelaksanaan haji di masa pandemi.
Maka itu, Diah melihat pemerintah membutuhkan survei awal dengan penegakan prokes pandemi bisa diberikan untuk Indonesia sebagai pengirim jamaah haji terbanyak agar bisa melakukan persiapan dan simulasi lebih matang untuk keamanan dan keselamatan jamaah di masa pandemi.
"Kita berharap diplomasi terkait haji ini jangan sampai berulang-ulang kita lakukan tapi tidak dengan bargain yang imbang untuk memastikan ibadah jamaah kita berjalan lancar dan aman," katanya.
Baca Juga
Walaupun alasan kepastian kuota menjadi ganjalan, menurut Diah, proses komunikasi untuk mencari informasi terkait kepastian transportasi, akomodasi dan tambahan fasilitas jasa pendukung lainnya masih bisa dilakukan dengan perkiraan kuota didapat Indonesia yang kemungkinan di bawah 30%.
(kri)
tulis komentar anda