KPCDI Sambut Gembira Terbitkan PP Transplantasi Organ dan Jaringan
Kamis, 01 April 2021 - 10:56 WIB
Dengan adanya kebijakan tersebut, menurut Tony hal ini akan memperbanyak opsi pendonor organ yang ada. Hal ini akan sangat membantu banyak orang karena ketersediaan organ dan jaringan yang dibutuhkan akan cukup banyak dan diharapkan tidak mengalami kekurangan.
Hal yang paling menggembirakan dari PP ini sendiri adalah karena pada akhirnya Indonesia akan memiliki sebuah lembaga yang mengatur donor organ dan jaringan. Hal itu dijelaskan dalam Pasal 17 yakni pendaftaran setiap orang calon pendonor dan calon resipien yang memenuhi persyaratan dilakukan melalui sistem yang dibentuk oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes).
Artinya, peran Kemenkes akan sangat sentral nantinya. Dimana mereka harus melakukan proses verifikasi dokumen persyaratan calon pendonor dan calon resipien yang terdaftar. Calon pendaftar yang terverifikasi berhak mendapatkan identitas sebagai calon pendonor. Proses verifikasi pun akan dilakukan dengan sangat ketat.
Dengan adanya lembaga donor organ dan jaringan, akan memudahkan semua orang yang memiliki jiwa sosial tinggi untuk memberikan sedikit organnya untuk misi kemanusian. Menurut Tony apa yang terjadi 12 tahun lalu, dimana ada orang baik yang ingin mendonorkan organnya tetapi mereka tidak tahu harus pergi kemana.
"Ini sangat komprehensif, sangat baik untuk kita semua. Kita memuji langkah Presiden Jokowi," ujarnya.
Khusus untuk para pasien gagal ginjal kronik sendiri PP ini menjadi angin segar. Seperti diketahui, pasien gagal ginjal kronik harus menjalani transplantasi ginjal jika ingin hidupnya normal. Mereka tidak lagi harus merasa putus asa karena menghabiskan waktu dengan proses dialisis (cuci darah).
Data BPJS Kesehatan per 2020 memperlihatkan bahwa untuk satu kali tindakan transplantasi ginjal untuk satu orang adalah Rp341 juta. Angka tersebut jauh lebih ringan dibanding untuk hemodialisis atau cuci darah yang memakan anggaran Rp92 juta per tahun untuk satu orang dimana proses tersebut dilakukan dua kali seminggu.
Sementara biaya satu pasien untuk melakukan proses Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD) adalah Rp76 juta per tahun. Jika ditotal, dari 2018-2020, pembiayaan pelayanan kesehatan untuk diagnosa gagal ginjal telah menghabiskan anggaran Rp6,4 triliun. Menempati posisi empat pembiayaan penyakit paling mahal di Indonesia.
Tony berharap ke depan banyak rumah sakit bisa membuka layanan transplantasi organ. Jika PP ini dilaksanakan dengan baik maka seluruh umat manusia tidak perlu lagi khawatir untuk bisa hidup lebih baik. Dan terpenting, masyarakat juga tidak perlu lagi jauh-jauh ke luar negeri untuk menjalani proses transplantasi organ dan jaringan.
"Kita akan terus memberikan masukan ke Kemenkes untuk menjalankan PP ini. Artinya sebagaimana bank donor, mekanisme, tata laksana, penunjukan rumah sakit diatur sama Kemenkes nantinya. Kita akan mengawal PP ini supaya berjalan lebih baik lagi di lapangan," pungkasnya.
Hal yang paling menggembirakan dari PP ini sendiri adalah karena pada akhirnya Indonesia akan memiliki sebuah lembaga yang mengatur donor organ dan jaringan. Hal itu dijelaskan dalam Pasal 17 yakni pendaftaran setiap orang calon pendonor dan calon resipien yang memenuhi persyaratan dilakukan melalui sistem yang dibentuk oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes).
Artinya, peran Kemenkes akan sangat sentral nantinya. Dimana mereka harus melakukan proses verifikasi dokumen persyaratan calon pendonor dan calon resipien yang terdaftar. Calon pendaftar yang terverifikasi berhak mendapatkan identitas sebagai calon pendonor. Proses verifikasi pun akan dilakukan dengan sangat ketat.
Dengan adanya lembaga donor organ dan jaringan, akan memudahkan semua orang yang memiliki jiwa sosial tinggi untuk memberikan sedikit organnya untuk misi kemanusian. Menurut Tony apa yang terjadi 12 tahun lalu, dimana ada orang baik yang ingin mendonorkan organnya tetapi mereka tidak tahu harus pergi kemana.
"Ini sangat komprehensif, sangat baik untuk kita semua. Kita memuji langkah Presiden Jokowi," ujarnya.
Khusus untuk para pasien gagal ginjal kronik sendiri PP ini menjadi angin segar. Seperti diketahui, pasien gagal ginjal kronik harus menjalani transplantasi ginjal jika ingin hidupnya normal. Mereka tidak lagi harus merasa putus asa karena menghabiskan waktu dengan proses dialisis (cuci darah).
Data BPJS Kesehatan per 2020 memperlihatkan bahwa untuk satu kali tindakan transplantasi ginjal untuk satu orang adalah Rp341 juta. Angka tersebut jauh lebih ringan dibanding untuk hemodialisis atau cuci darah yang memakan anggaran Rp92 juta per tahun untuk satu orang dimana proses tersebut dilakukan dua kali seminggu.
Sementara biaya satu pasien untuk melakukan proses Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD) adalah Rp76 juta per tahun. Jika ditotal, dari 2018-2020, pembiayaan pelayanan kesehatan untuk diagnosa gagal ginjal telah menghabiskan anggaran Rp6,4 triliun. Menempati posisi empat pembiayaan penyakit paling mahal di Indonesia.
Tony berharap ke depan banyak rumah sakit bisa membuka layanan transplantasi organ. Jika PP ini dilaksanakan dengan baik maka seluruh umat manusia tidak perlu lagi khawatir untuk bisa hidup lebih baik. Dan terpenting, masyarakat juga tidak perlu lagi jauh-jauh ke luar negeri untuk menjalani proses transplantasi organ dan jaringan.
"Kita akan terus memberikan masukan ke Kemenkes untuk menjalankan PP ini. Artinya sebagaimana bank donor, mekanisme, tata laksana, penunjukan rumah sakit diatur sama Kemenkes nantinya. Kita akan mengawal PP ini supaya berjalan lebih baik lagi di lapangan," pungkasnya.
tulis komentar anda