Membangun Infrastruktur 5G Demi Masa Depan Anak-Cucu
Rabu, 24 Maret 2021 - 10:17 WIB
JAKARTA - Bambang Soesatyo
Ketua MPR RI/Wakil Ketua Umum KADIN Indonesia
KETIKA komunitas global mulai mengadopsi teknologi telekomunikasi seluler Generasi Lima atau 5G, fakta ini otomatis menghadirkan tantangan. Tidak hanya bagi negara, melainkan juga tantangan bagi generasi muda yang akan melanjutkan pembangunan nasional. Artinya, menyoal pembangunan infrastruktur 5G dan menyiapkan talenta digital jauh lebih produktif dan relevan; bukan meributkan isu presiden tiga periode.
Generasi milenial atau Generasi Y yang terbiasa dengan teknologi telekomunikasi Generasi Empat atau 4G kini sudah memasuki dunia kerja. Ketika jutaan warga pada belasan ribu desa atau kelurahan belum bisa menikmati teknologi 4G karena keterbatasan Infrastruktur Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK), Indonesia sudah harus beradaptasi dengan teknologi 5G. Era 5G, sebagaimana telah diilustrasi oleh para ahli, merupakan sebuah lompatan besar yang bisa saja terkesan cukup ekstrim, karena akan mengubah banyak aspek dalam kehidupan manusia.
Konsekuensi lompatan ke era 5G mengharuskan dimulainya akselerasi pembangunan infrastruktur TIK. Mempercepat pembangunan infrastruktur TIK menjadi keniscayaan agar semua anak-cucu yang diidentifikasi sebagai Generasi Y, Generasi Z dan Generasi Alpha, memiliki akses untuk beradaptasi dengan era 5G. Tiga generasi itulah yang akan melanjutkan dan melakoni masa depan pembangunan nasional. Karena itu, menjadi kewajiban generasi orang tua masa kini untuk menghantarkan tiga generasi itu memasuki era 5G, dengan menyediakan infrastruktur TIK yang mumpuni.
Setelah mewujudkan konektivitas nasional melalui proyek Palapa Ring, pemerintah diharapkan makin fokus membangun infrastruktur TIK untuk teknologi 5G. Dikutip dari berbagai sumber, disebutkan bahwa diperlukan ketersediaan spektrum 2,6 GHz demi efektivitas 5G, dengan bandwidth di kisaran 100 MHz. Dengan spektrum seperti itu, 5G akan memiliki kemampaun sangat mumpuni, dengan kecepatan lebih dari 1Gbps dan latensi (perlambatan/tunda) 1ms dan bisa terhubung ke ratusan ribu perangkat per kilometer persegi..
Karena kemampuannya seperti itu, teknologi 5G bisa mewujudkan tidak hanya pabrik cerdas, tetapi juga mewujudkan rumah pintar, alat medis pintar hingga transportasi cerdas. Untuk memeriksa kesehatan atau proses penyembuhan, dokter dan pasien tidak perlu harus tatap muka dalam satu ruang medis, karena pemeriksaan oleh dokter atau petugas medis bisa dilakukan dari tempat lain. Juga dengan dukungan teknologi 5G, mobil swaskemudi atau tanpa kendali oleh manusia bisa segera diwjudkan.
Teknologi 5G akan membangun dan mewujudkan kebudayaan baru. Banyak pekerjaan, dari yang rumit sampai yang paling sederhana, tidak lagi butuh otak dan peran tenaga manusia. Era 5G menjanjikan kehidupan yang lebih mudah, tetapi juga mengeliminasi begitu banyak pekerjaan yang sebelumnya butuh peran manusia. Sebagaimana diingatkan oleh Kepala Pusat Inovasi 5G di Universitas Surrey, Inggris, professor Rahim Tafazolli, ada harga yang harus dibayar manusia ketika sebuah pembaruan atau kemajuan terwujud.
Studi oleh GSMA Intelligence mengindikasikan Amerika Serikat (AS), Tiongkok, Jepang, dan Korea Selatan akan menjadi negara yang mendominasi jaringan seluler 5G super cepat pada tahun 2025. Perkembangan ini hendaknya mendorong Indonesia untuk semakin cepat membangun infrastruktur TIK pendukung teknologi 5G.
Ketua MPR RI/Wakil Ketua Umum KADIN Indonesia
KETIKA komunitas global mulai mengadopsi teknologi telekomunikasi seluler Generasi Lima atau 5G, fakta ini otomatis menghadirkan tantangan. Tidak hanya bagi negara, melainkan juga tantangan bagi generasi muda yang akan melanjutkan pembangunan nasional. Artinya, menyoal pembangunan infrastruktur 5G dan menyiapkan talenta digital jauh lebih produktif dan relevan; bukan meributkan isu presiden tiga periode.
Generasi milenial atau Generasi Y yang terbiasa dengan teknologi telekomunikasi Generasi Empat atau 4G kini sudah memasuki dunia kerja. Ketika jutaan warga pada belasan ribu desa atau kelurahan belum bisa menikmati teknologi 4G karena keterbatasan Infrastruktur Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK), Indonesia sudah harus beradaptasi dengan teknologi 5G. Era 5G, sebagaimana telah diilustrasi oleh para ahli, merupakan sebuah lompatan besar yang bisa saja terkesan cukup ekstrim, karena akan mengubah banyak aspek dalam kehidupan manusia.
Konsekuensi lompatan ke era 5G mengharuskan dimulainya akselerasi pembangunan infrastruktur TIK. Mempercepat pembangunan infrastruktur TIK menjadi keniscayaan agar semua anak-cucu yang diidentifikasi sebagai Generasi Y, Generasi Z dan Generasi Alpha, memiliki akses untuk beradaptasi dengan era 5G. Tiga generasi itulah yang akan melanjutkan dan melakoni masa depan pembangunan nasional. Karena itu, menjadi kewajiban generasi orang tua masa kini untuk menghantarkan tiga generasi itu memasuki era 5G, dengan menyediakan infrastruktur TIK yang mumpuni.
Setelah mewujudkan konektivitas nasional melalui proyek Palapa Ring, pemerintah diharapkan makin fokus membangun infrastruktur TIK untuk teknologi 5G. Dikutip dari berbagai sumber, disebutkan bahwa diperlukan ketersediaan spektrum 2,6 GHz demi efektivitas 5G, dengan bandwidth di kisaran 100 MHz. Dengan spektrum seperti itu, 5G akan memiliki kemampaun sangat mumpuni, dengan kecepatan lebih dari 1Gbps dan latensi (perlambatan/tunda) 1ms dan bisa terhubung ke ratusan ribu perangkat per kilometer persegi..
Karena kemampuannya seperti itu, teknologi 5G bisa mewujudkan tidak hanya pabrik cerdas, tetapi juga mewujudkan rumah pintar, alat medis pintar hingga transportasi cerdas. Untuk memeriksa kesehatan atau proses penyembuhan, dokter dan pasien tidak perlu harus tatap muka dalam satu ruang medis, karena pemeriksaan oleh dokter atau petugas medis bisa dilakukan dari tempat lain. Juga dengan dukungan teknologi 5G, mobil swaskemudi atau tanpa kendali oleh manusia bisa segera diwjudkan.
Teknologi 5G akan membangun dan mewujudkan kebudayaan baru. Banyak pekerjaan, dari yang rumit sampai yang paling sederhana, tidak lagi butuh otak dan peran tenaga manusia. Era 5G menjanjikan kehidupan yang lebih mudah, tetapi juga mengeliminasi begitu banyak pekerjaan yang sebelumnya butuh peran manusia. Sebagaimana diingatkan oleh Kepala Pusat Inovasi 5G di Universitas Surrey, Inggris, professor Rahim Tafazolli, ada harga yang harus dibayar manusia ketika sebuah pembaruan atau kemajuan terwujud.
Studi oleh GSMA Intelligence mengindikasikan Amerika Serikat (AS), Tiongkok, Jepang, dan Korea Selatan akan menjadi negara yang mendominasi jaringan seluler 5G super cepat pada tahun 2025. Perkembangan ini hendaknya mendorong Indonesia untuk semakin cepat membangun infrastruktur TIK pendukung teknologi 5G.
tulis komentar anda